Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Nathaniel diam, memandang lama sang ibunda yang sibuk dengan tab-nya. Lucu, mengingat bagaimana tata krama meja makan yang di masukkan ke kepala Nathaniel sejak kecil terang terangan di langgar oleh orang yang mengajarkan. Nathaniel mengerti, dia selalu mencoba mengerti.
Bundanya wanita karir yang sibuk dan tidak punya pilihan lain selain banting tulang untuk meneruskan perusahaan ayahnya. Berbicara soal itu,
"Bunda"
"Go for it"
"Sebentar lagi jadwal magang. Aku bakal magang di perusahaan papa-nya Arthur."
Perhatian wanita paruh baya itu terlepas sepenuhnya dari tab. Nathaniel melanjutkan tanpa melirik bundanya, "Aku pengen belajar lebih tentang Fintech."'
"I'll give you a list of companies or even better, I can build you a start-up company if you want."
penolakan halus yang tidak berdasar. Nathaniel tidak ingin pembicaraan ini menjadi panjang namun malam yang dia habiskan dengan Jade entah bagaimana, memberikannya keberanian untuk menyanggah.
"It's not me asking permission, it's your son trying to have a conversation with his mother."'
"We can have a better conversation with the list I've given to you. You're not going to Sandjaya's company."
"Why?"
"You guys might play together now, but after graduation, you'll find everyone in his company will analyze every little thing about you and turn it against you. They'll do everything to bring you down. Arthur is born to be your competitor, don't get too comfy around him."
Nathaniel jengah, sungguh. "Arthur never gives a shit about running a company. He hates his family and he is the only friend that I can trust."
Nafsu makan Nathaniel hilang bersama udara. Dia hanya mengharapkan sebuah percakapan karena pertemuan mereka setelah sekian lama berantakan, tapi sepertinya akan lebih baik bagi Nathaniel untuk tidak memulai apapun.
