47. Princess Hebat Kami 🩵🩶

4.5K 398 13
                                    

2 bulan terakhir ini, Viona mengikuti jadwal rehabilitasi yang sudah diatur oleh dokter. Setiap kali berlatih, dia akan ditemani oleh kedua orangtua atau ketiga abangnya yang bergantian mengambil cuti di sela-sela jadwal sibuk mereka.

Seperti hari ini, gadis kecil itu ditemani oleh Radit baru saja tiba tadi malam.

"Abang kok bisa dateng lagi sih? Kan Minggu lalu abang juga udah ke sini," tanya gadis kecil itu dengan tatapan bingung ke arah abangnya. Dia tidak mengerti mengapa seorang CEO perusahaan besar seperti abangnya itu bisa punya waktu untuk bolak balik Indonesia-Amerika setiap Minggu.

Radit tersenyum lembut sambil menyandarkan kepala adik kecilnya ke dadanya. Kini mereka sedang duduk di dalam mobil dalam perjalanan menuju rumah sakit. Memanfaatkan kehadiran sopir, Radit dengan puas bermanja-manja dengan adiknya di bangku belakang.

Cup!

Radit mengecup puncak kepala adik kesayangannya dengan sayang. Pria itu kemudian dengan nyaman meletakkan pipinya di atas rambut lembut adiknya, sedangkan tangannya terus mengelus pipi Viona yang masih kurus setelah kecelakaan itu.

"Abang udah selesain semua kerjaan abang, jadi Abang punya waktu untuk datang ke sini," jawab Radit lembut.

Viona menggeser kepalanya sedikit agar semakin nyaman bersandar di pelukan hangat abangnya. Mata bulatnya menatap kosong pemandangan jalan yang sudah sangat familiar itu.

"Tapi, emang perusahaan gak sibuk bang?"

Radit terkekeh kecil. "Gak kok. Kebetulan ini lagi pertengahan tahun, jadi perusahaan gak terlalu sibuk," bohongnya tanpa ada fluktuasi di nada suaranya.

Sebenarnya, bukannya perusahaan sedang tidak sibuk. Namun, Radit yang sudah memforsir pekerjaannya untuk beberapa bulan ke depan dalam 5 hari ini hingga membuat karyawannya
kalang kabut dan hampir mengajukan resign massal, yang untungnya berhasil ditenangkan dengan tawaran bonus 3 kali lipat.

Radit juga telah bekerja mati-matian untuk mengelola perusahaan raksasa yang ditinggalkan papanya. Pria tampan itu bahkan sudah 2 hari ini belum tidur. Namun, semua rasa lelahnya sirna ketika melihat senyum manis adik kecilnya.

Pria itu merasa bisa terus menerima beban kerja tidak manusiawi ini selama dia bisa mengunjungi adik kesayangannya lebih sering.

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di depan pintu masuk rumah sakit. Setelah mobil berhenti, Radit keluar lebih dulu. Kemudian dengan hati-hati Radit mengeluarkan adik kecilnya.

Radit dengan lembut memeluk Viona di depan dadanya. Bobot tubuh adiknya yang ringan membuat hati Radit dilanda rasa sakit yang sangat menusuk.

Semakin banyak perawatan yang diterima Viona, semakin kurus gadis kecil itu. Berat badannya sekarang bahkan tidak sampai setengah dari berat badannya sebelum kecelakaan.

Pipinya yang dulu gembul kini menjadi tirus dibingkai tulang. Tangan lembut dan kenyalnya kini hanya tinggal rangka. Gadis itu sangat ringan, hingga Radit khawatir angin akan bertiup dan menerbangkan adik kecilnya.

Radit mengangkat kepalanya untuk menahan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya.

Pria itu menolak kursi roda yang dibawakan petugas medis dan membawa sendiri adiknya menuju ruangan dengan kaki panjangnya.

Setelah berganti pakaian, Viona dibawa dengan kursi roda menuju ruangan yang dindingnya dilapisi kaca tembus pandang.

Radit tidak bisa ikut masuk dan hanya boleh memantau dari luar. Di dalam, Viona ditemani oleh seorang instruktur dan perawat.

Jadwal hari ini masih sama dengan 7 hari yang lalu, yaitu latihan berjalan. Viona akan berjalan sendiri mengikuti trek yang sudah disiapkan. Treknya berbentuk koridor kecil dengan pegangan di sisi kiri dan kanannya.

Radit memperhatikan dari luar saat tubuh kecil adiknya bergoyang karena kesulitan menopang tubuhnya untuk berdiri dari kursi roda.

Bahkan dari tempatnya berdiri sekarang, Radit bisa melihat butiran peluh yang membanjiri pelipis Viona. Pria itu menggertakkan giginya dan menggenggam tangannya erat-erat untuk mencegah dirinya masuk dan memeluk adik kecilnya erat-erat.

Di sana, seluruh tubuh Viona gemetar saat berusaha bangun dari kursi roda. Meskipun sudah 3 kali melewati tahap ini, dia tetap saja tidak kuasa menahan rintihan kecil yang memaksa keluar dari bibir pucatnya.

"Tahan, tahan. Sedikit lagi.. itu bukan sakit Viona, itu semua cuma ilusi.
Ayo, buat bang Radit bangga dan nggak sedih lagi," bisiknya pada diri sendiri saat tidak sengaja menangkap mata merah Radit dari balik dinding kaca.

Setelah semua perjuangan lahir batin, Viona akhirnya berhasil berdiri. Senyum lembut terukir dari bibirnya karena hari ini lebih cepat dari terakhir kali.

Tidak selesai sampai di situ, perawat kemudian menopang pinggang rapuh gadis kecil itu dan menuntunnya berjalan selangkah demi selangkah menuju koridor tempat pelatihan sesungguhnya dimulai.

Gadis cantik itu menggertakkan giginya saat setiap sendi di tubuhnya seakan dipatahkan paksa tiap kali dia berusaha mengambil langkah.

Keringat terus mengalir dari ubun-ubun nya hingga membuat matanya perih.

Setelah berhasil memegang pegangan di di kedua sisinya, penyiksaan yang sebenarnya baru saja dimulai. Perawat melepaskan Viona dan membiarkan gadis itu berjuang sendiri.

Sst!

Sst!

"Mama, papa, Abang.. adek udah gak sanggup. Uuuu. Sakit banget kaki adek... Kok jalannya jauh banget sih! Adek sakit banget lho ini.." keluhnya dalam hati.

Meski dia terus merengek dan menangis di dalam hatinya, gadis itu tetap diam di luar. Wajah pucatnya hanya sesekali berkerut dan beberapa kali terdengar rintihan kecil dari bibirnya yang menunjukkan betapa tersiksanya dia sekarang.

Pengalaman selama hampir 3 tahun ini telah berhasil mengubah seorang gadis manja dan lembut menjadi gadis kuat dan tangguh yang tidak ingin membuat keluarganya ikut sakit karena penderitaannya. Dia ingin terlihat baik-baik saja, sehingga orang-orang tersayangnya tidak lagi menangis karenanya.

Jalan yang dapat ditempuh 10 langkah secara normal dilalui Viona selama setengah jam. Selama itu pula, Radit menolak duduk dan dengan setia memperhatikan setiap langkah yang diambil adiknya. Mata merahnya merekam seluruh momen adik kesayangannya bergetar dan membungkuk kesakitan setiap sedikit saja tubuhnya bergerak.

Setengah jam ini adalah setengah jam terberat dalam Minggu ini. Di akhir perjalanan, tubuh mungilnya sudah tidak tahan lagi. Gadis itu melemparkan tubuh rapuhnya ke arah perawat yang telah menunggu di ujung jalan dengan tak berdaya.

Gadis itu bahkan sudah tidak kuasa mengangkat kepalanya dan menyahuti panggilan abangnya yang sudah menerobos masuk dan memanggil-manggil namanya.

Radit mengambil alih tubuh lemah adiknya. Pria itu dengan penuh perhatian mengelap peluh yang membasahi wajah adiknya.

"She make a big improvement today. This way, she will be able to walk normally within 3 months. Please let her rest properly and come back next week," instruksi instruktur setelah mengecek laporan kemajuan Viona.

Radit mengangguk dan membawa adiknya pergi.

Meskipun sudah sering melihat tubuh tidak berdaya adiknya setelah menyelesaikan rehabilitasi, Radit tetap tidak kuasa menahan air matanya ketika sudah masuk ke dalam mobil dengan Viona yang tidak sadarkan diri di pelukannya.

Cup!

Radit dengan sayang mencium dahi adiknya yang ditutupi peluh. Menyandarkan pipinya di dahi dingin itu agar panas tubuhnya bisa berpindah ke adiknya.

"You did a great job today sayang. Terima kasih ya dek, karena tidak pernah menyerah berusaha untuk kami," bisik Radit lembut di telinga Viona.
















Viona (END)Where stories live. Discover now