19. Konspirasi Vio dan Papa 🫸🧋🫷

9K 577 7
                                    

Beberapa hari telah berlalu sejak insiden yang membuat Viona tidak bahagia itu. Kini, gadis cantik itu sudah kembali ceria dan tidak lagi mempedulikan orang yang tidak berkepentingan tersebut.

Viona sedang mencatat rumus fisika di papan tulis saat guru mata pelajaran tersebut meminta perhatian dari Viona dan kawan-kawan sejenak.

"Perhatian sebentar anak-anak. Ibu ingin mengumumkan sesuatu," ujar Bu Meli yang berdiri di depan.

Viona dan teman-temannya sontak berhenti menulis dan mendengar pengumuman yang akan diumumkan oleh guru fisika tersebut.

"Jadi, hari ini kelas 1 dan 2 akan dipulangkan serentak pada jam 11:00 dikarenakan semua anggota basket SMP dan SMA akan mengikuti seleksi basket untuk pertandingan basket nasional. Jadi anak-anak sekalian silakan selesaikan dulu catatannya sebelum pulang ketika bel pulang berbunyi," ujar Bu Meli dengan suara keras agak dapat didengar oleh seluruh siswa-siswi.

Setelah pengumuman diberikan, seketika kelas VII A gempar dengan seru-seruan para murid. Bu Meli hanya bisa menggelengkan kepalanya dan membereskan barang-barangnya di atas meja sebelum pamit keluar dari kelas.

Setelah guru keluar, Viona melanjutkan kembali mencatat materi di papan tulis yang tinggal setengah lagi.

"Vio, itu abang loe dateng," panggil Faiz tiba-tiba.

Viona pun mengangkat kepalanya dan melihat sang abang yang seperti biasa sedang melambai padanya dari pintu kelas.

"Thanks ya Iz," ujar Viona yang dijawab anggukkan kepala oleh Faiz.

Viona kemudian berjalan menuju pintu, menghampiri Rendi yang sudah menunggunya dengan senyum di wajah tampannya.

"Abang!" Panggil gadis itu saat sudah berada di depan Rendi.

Rendi tersenyum dan kemudian mengelus puncak kepala sang adik.

"Dek, nanti abang gak bisa pulang bareng adek karena harus ikut seleksi basket," ujar Rendi lembut.

"Iya abang. Tadi Bu Meli udah kasih tau kok," jawab Viona.

"Ya udah nanti adek pulangnya hati-hati ya. Abang juga udah hubungi sopir untuk adek," ujar Rendi yang kemudian memeluk Viona di dadanya.

"Makasih abang," ucap Viona dengan suara teredam.

"Ya udah abang pergi ya, bye adek," kata Rendi setelah melepaskan pelukannya.

"Bye abang," sahut Viona sambil melambaikan tangan kecilnya ke arah sang abang yang beranjak pergi.

Setelah bel pulang berdering. Sesuai kata Rendi, Viona sudah dijemput oleh mobil jemputan di depan gerbang.

Namu, saat berada di dalam mobil, sebuah ide terbesit di benak Viona.

"Pak, anterin Vio ke kantor papa ya!" Ujar gadis itu kepada sopir.

"Baik non."

Setelah menempuh perjalan sejauh 20 menit, Viona akhirnya sampai di depan perusahaan raksasa milik Adit. Gadis itu kemudian turun dan menginstruksikan sopir untuk pulang karena nanti dia akan pulang bersama Adit.

"Selamat siang mbak Viona," sapa kedua resepsionis yang melihat Viona datang.

"Siang mbak. Papa ada?" Tanya gadis itu.

"Ada mbak. Mau saya antar mbak?" Tawar salah seorang resepsionis.

"Gak apa-apa mbak. Aku sendiri aja. Oh iya mbak. Jangan bilang papa ya kalau aku datang. Permisi," pamit Viona yang dijawab dengan anggukan sopan oleh resepsionis.

Gadis itu kemudian pergi ke ruangan kantor Adit di lantai 25 dengan menggunakan lift khusus CEO yang terlihat sangat mewah, berbeda dengan lift yang lain.

Viona (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang