44. Piknik 👒

4.3K 369 13
                                    


"A~" ujar Adit saat menyuapi Viona Apel.

"A~" Viona membuka mulutnya seperti yang disuruh Adit.

Gadis kecil itu memejamkan matanya menikmati sepotong Apel yang diberikan Adit. Apel yang diterbangkan langsung dari Jepang itu sangat manis dan berair.

Adit tersenyum lembut saat melihat putrinya makan dengan lahap. Pria itu tiba-tiba ingin membeli satu kebun Apel agar bisa dinikmati oleh putrinya kapanpun.

Setelah perawatan yang cermat selama satu Minggu, keadaan Viona berangsur-angsur membaik secara kasat mata.

Gadis mungil itu sudah bisa duduk asalkan ditopang, wajah cantiknya juga sudah tidak lagi pucat seperti sebelumnya.

Keluarga Hermawan merasa sangat puas dengan kinerja rumah sakit ini, sehingga mereka memberikan sumbangan dalam jumlah besar dengan harapan perbuatan baik mereka akan berdampak positif terhadap kesembuhan Viona.

Adit dengan lembut mengusap rambut halus putrinya. Mata pria itu sangat hangat hingga dapat melelehkan benua Antartika.

"Adek mau apelnya lagi?" Tanya Adit setelah menyuapi Viona seluruh apel.

Viona menggelengkan kepalanya. "Nggak mau papa. Adek mau minum susu," ucap Viona dengan suara kekanak-kanakan.

Adit merasa gemas hingga tidak bisa menahan diri untuk tidak mencubit puncak hidung mungil putrinya. Pria itu kemudian mengambil segelas susu hangat yang sudah dibuat Selina sebelum pergi tadi pagi.

"Mama sama abang kapan kembali pa?" Tanya gadis kecil yang mulutnya dikelilingi bekas susu.

Adit tersenyum dan dengan lembut membersihkan mulut putrinya dengan tisu.

"Tadi mama telpon katanya kembali 10 menit lagi setelah semua urusan rumah udah beres," jelas Adit.

Tadi pagi, Selina dan ketiga putranya pergi ke manor baru mereka untuk mengecek peletakkan furnitur dan berbagai perlengkapan lainnya. Adit memilih tinggal di rumah sakit untuk menjaga Viona.

"Kamar adek warna apa pa?" Tanya gadis kecil itu lagi.

Adit menjawab dengan suara lembut, "Kamar adek warna pastel pink, sesuai permintaan adek." Kemudian pria itu melanjutkan, "Papa juga udah suruh designer untuk buat perpustakaan di kamarnya adek."

"Yey! Makasih papa!" Seru Viona bahagia. Memiliki perpustakaan pribadi di kamar adalah keinginan Viona dari semenjak satu bulan yang lalu. Namun sayangnya, sebelum renovasi selesai dia mengalami kecelakaan. Untungnya, sekarang perpustakaan impiannya akan dibangun di kamar barunya.

Adit terkekeh lucu dan mengusap kepala kecil putrinya. "Sama-sama anaknya papa," jawab Adit. Mata dinginnya melembut hingga akan meleleh.

Viona mengusap-usapkan kepalanya ke telapak tangan Adit seperti kucing kecil yang minta diberi makan.

"Hahaha" Adit tertawa bahagia hingga matanya berair.

Saat papa dan putrinya sedang bercanda, pintu kamar rawat Viona dibuka.

"Widih. Ada apaan nih? Ketawanya papa terdengar sampai luar lho!" Canda Rendi yang masuk diikuti mama dan kedua abangnya.

Adit membuat ekspresi datar ke arah putra ketiganya.

Rendi tertawa garing dan segera menghampiri adik kecilnya, mengabaikan tatapan sang papa yang seperti pisau ingin memotong kepalanya.

Cup!

Rendi dengan keras mencium pipi kiri Viona, hingga menimbulkan suara dan meninggalkan bekas air liur di pipi putihnya.

"Gimana kabar adek hari ini?" Tanya Rendi.

Viona (END)Where stories live. Discover now