33. Kembali Sekolah

4.5K 325 4
                                    

Setelah ospek selesai, siswa dan siswi Hermawan High School telah resmi memasuki tahun ajaran baru. Seluruh siswa-siswi diwajibkan mengikuti kegiatan belajar mengajar dimulai dengan hari ini hingga 6 bulan ke depan.

Kring

Kring

Kring

Jam weker berbentuk Lotso di atas nakas berbunyi nyaring, membangunkan gadis cantik yang masih bergelung di dalam selimut lembut berwarna pink nya.

Tok

Tok

Tok

"Adek! Waktunya bangun!" Seru Rendi dari luar kamar.

"Adek! Abang masuk ya?" Izin Rendi saat tak kunjung mendapat jawaban dari adiknya.

Ceklek!

Jam alarm Viona masih berdering, namun sang empunya masih tidak kunjung bangun. Justru gadis kecil itu semakin bergelung di dalam selimut dan menutup telinganya dengan selimut tebal.

Rendi hanya bisa geleng-geleng kepala tidak berdaya dan menghampiri adik kesayangannya yang masih berenang di lautan mimpi. Rendi pertama sekali mematikan jam weker sebelum menatap ke arah adik kecilnya yang meringkuk di dalam selimut seperti anak kucing.

Rendi mengulurkan tangannya untuk membelai rambut acak-acakan Viona. "Adek, bangun dong. Hari ini kamu sekolah lho," ujar Rendi lembut.

"Adek~ bangun lho. Nanti mama dateng," bisik Rendi dengan suara pelan, tidak ingin mengejutkan adik kecilnya.

Suara Rendi yang lembut tidak hanya tidak membangunkan Viona, gadis itu justru semakin nyaman melanjutkan tidur.

"Adek belum bangun Ren?" Tanya Radit yang tiba-tiba muncul dari balik pintu. Pria itu sudah rapi dengan stelan jasnya.

"Belum bang," jawab Rendi sambil berkacak pinggang. Merasa bingung bagaimana cara membangunkan adiknya tanpa membuatnya kaget.

Radit berjalan masuk dan berdiri di samping Rendi. Pria itu juga ikut mengelus rambut lembut Viona.

"Adek~ bangun yuk! Hari ini hari pertama sekolah lho. Jangan telat. Nanti abang antar deh," rayu Radit.

"Adek~ bangun yuk!" Ajak Radit lagi.

"Adek..." Panggilan Rendi terpotong oleh..

"Adek! Belum bangun ya udah jam segini. Bangun gak? Mama hitung sampai 3 ya. 1.. 2.." Teriak Selina menyela bujuk rayu Rendi.

Di hitungan ketiga, Viona segera bangun dengan rambut acak-acakan. Gadis itu menatap bingung pada kedua abang dan mamanya yang berkacak pinggang di pintu.

"Bangun kamu! Dari tadi dibangunin abang gak bangun-bangun," omel Selina.

Radit dan Rendi menundukkan kepala mereka denga rasa bersalah, mereka berpikir itu salah mereka adik kecil mereka dimarahi mama. Kalau saja mereka lebih pintar membangunkan Viona, maka adek tidak akan dimarahi.

Viona masih linglung di atas kasur hingga akhirnya Selina pergi setelah menyuruh Viona segera siap-siap.

"Ehm. Abang keluar dulu ya? Adek siap-siap terus," ujar Radit sebelum keluar dari kamar Viona.

Rendi juga mengusap rambut berantakan Viona sebelum ikut Radit keluar kamar. Meninggalkan Viona yang masih bingung bahwa libur panjangnya telah berakhir.

Setelah bersih-bersih dan bersiap-siap, Viona yang sudah rapi dengan seragamnya turun ke bawah untuk sarapan bersama anggota keluarga yang lain.

Gadis cantik dengan rambut dikepang 2 itu terlihat sangat manis. Tubuh mungilnya membuatnya tampak lebih muda dari usianya.

"Pagi ma, pa. Pagi bang Radit dan bang Rendi," sapa Viona saat sudah sampai di meja makan tempat seluruh anggota keluarganya sudah menunggu. Oh, minus Rian yang sedang menjadi narasumber untuk seminar di salah satu universitas terbaik di negara tetangga.

"Pagi sayang," jawab Adit lembut.

"Pagi dek," jawab kedua abang Viona secara bersamaan.

"Udah hampir siang lho ini dek. Lain kali kalau dibangunin itu langsung bangun," omel Selina.

"Iya ma~" sahut Viona dengan mulut mengerucut.

Setelah itu, Viona duduk di kursi ekslusifnya di samping Radit. Mereka menyelesaikan sarapan dalam diam sebelum pergi ke tujuan masing-masing.

Hari ini Viona akan diantar Rendi karena Adit harus pergi ke salah satu perusahaan cabang di kota lain.

Rendi menggandeng Viona menuju garasi bawah tanah rumah mereka. Mereka mendekati mobil Mercy putih terbaru yang diparkir tepat di samping mobil Range Rover merah Rendi.

"Abang naik yang putih hari ini?" Tanya Viona.

"Iya. Habis hari ini adek pakai rok," jawab Rendi.

Pria tampan itu kemudian membuka pintu penumpang untuk adik kecilnya. Menunggu Viona memasang seat belt sebelum menutup pintu. Baru setelah itu pergi ke kursi penumpang dan mengemudi menuju sekolah Viona.

25 menit kemudian sedan putih itu berhenti di depan gerbang megah Hermawan High School.

"Uang jajan adek cukup?" Tanya Rendi sebelum Viona turun.

"Cukup abang. Kemarin baru dikasih uang bulanan sama mama. Terus bang Radit sama bang Ian juga kasih adek jajan," balas Viona.

"Oh. Ini jajan tambahan dari abang. Kalau ada lebih bisa adek pakai buat beli boba," ujar Rendi seraya menyerahkan uang berwarna merah sebanyak 3 lembar.

"Makasih abang. Adek masuk dulu ya!" Pamit Viona sambil membuka pintu mobil dan turun.

Setelah pintu penumpang ditutup oleh Viona, Rendi melambaikan tangannya ke arah adik kecilnya sebelum melajukan mobilnya menuju kampus yang terletak hanya 5 menit dari sekolah Viona.

"Pagi kak Vio."

"Pagi kak."

Sepanjang perjalanan menuju kelas, Viona banyak mendapat sapaan dari adik kelas yang ikut ospek sebelumnya. Gadis itu juga menjawab dengan lembut, lengkap dengan senyum manis yang terus menghiasi wajahnya.

"Selamat pagi kak Vio," sapa sebuah suara rendah dari belakang.

Viona sontak balik badan dan langsung berhadapan dengan mata coklat hangat yang melengkung seperti bulan sabit. Ah, Viona hampir melupakan pemilik mata indah yang sudah 2 Minggu ini tidak dia temui.

Allen membungkuk untuk mensejajarkan dirinya dengan Viona. Dia tersenyum saat saling bertatapan dengan mata bulat Viona yang seperti anggur hitam. Mata cantik itu membelalak kaget karena ucapannya yang tiba-tiba, membuat Allen tidak bisa menahan kekehannya karena tingkah imut gadis itu.

Kekehan Allen sontak membuat Viona sadar dan segera mundur ke belakang.

"Ehm. Pagi juga Allen," jawab Viona yang berusaha tidak terlihat canggung.

Allen juga menegakkan badannya, hingga membuat Viona yang hanya setinggi dadanya terlihat sangat mungil.

"Aku bawain teh susu nih kak untuk kakak," ujar Allen sambil menyerahkan satu gelas teh susu yang tokonya berjarak 15 menit dari sekolah.

Viona baru sadar kalau tadi Allen sebenarnya sedang memegang sesuatu di tangannya.

Viona memandangi Allen dan teh susunya secara bergantian. Akhirnya, setelah melihat tatapan penuh harap dari mata coklat itu, Viona pun memilih menerima teh susu pemberian Allen.

Setelah menyerahkan teh susu untuk Viona, seulas senyum terukir di wajah dingin Allen.

"Kalau gitu Allen pamit ke kelas dulu ya kak," pamit Allen sambil menunjuk gedung yang terletak di seberang gedung kelas Viona.

Viona hanya mengangguk dan menyaksikan punggung tegap Allen berjalan pergi dengan teh susu hangat di tangannya.










Viona (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang