5. Adek

16.3K 716 9
                                    

Sesuai instruksi Adit, Radit dan kedua adiknya membawa Vio berkeliling villa mewah tempat mereka tinggal. Vio yang baru pertama kali ke sana sangat bersemangat hingga sesekali bergerak di gendongan Adit yang tentunya membuat khawatir ke-3 abang pemula itu.

Seperti saat ini, Radit yang yang sudah memiliki tinggi 160 cm diusianya yang baru 9 tahun berusaha menahan tubuh gemuk Vio yang terus menggeliat minta turun saat mereka baru keluar dari lift di lantai 3.

Sebenarnya, nanny yang mengikuti mereka ingin mengambil alih Viona, namun tidak diizinkan oleh laki-laki kecil itu.

"Jangan gerak-gerak dek, nanti jatuh," tegur Radit dengan suara lembut memanjakan, ada senyuman di matanya yang biasanya tanpa emosi itu.

"Iya adek, bentar lagi kita sampai kok, sabar dulu ya," hibur Rendi dengan suara seperti susu. Bocah yang baru saja mencapai tinggi seperut sang kakak sulung berusaha menggapai punggung Vio untuk menepuknya.

Rian yang dari tadi diam merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah bola ping-pong kecil berwarna orange.

"Vio mau bola?" Tanya Rian sambil menunjukkan bola kecil itu kepada Vio.

"Ngahh!" Seru Vio seakan menjawab Rian dengan kedua tangan yang berusaha menggapai bola yang dipegang Rian.

Melihat pancingan Rian berhasil, Radit pun menurunkan badannya sedikit agar Viona bisa menggapai bola yang dipegang Rian.

"Yey! Ahhh" seru Viona bersemangat setelah berhasil mendapatkan bola dari Rian. Gadis kecil itu begitu bersemangat hingga matanya terbuka lebar dan bola mata seperti kelereng berwarna hitam pekat itu berbinar hingga membuat siapa saja yang melihatnya pasti ikut bahagia.

Rian mengambil kesempatan untuk mengelus rambut keriting lembut Viona. Perasaan halus di telapak tangannya membuat hati Rian berdesir, rasanya lebih enak dari bulu kucing milik sahabatnya.

"Rasanya tidak buruk juga memiliki anggota tambahan seperti Viona di rumah," batin Rian.

Setelah sepanjang pagi berkeliling, mereka memutuskan untuk istirahat di ruangan terbuka di lantai 2 hingga waktu makan siang tiba. Mereka sangat lelah karena mengunjungi setiap bagian rumah yang luasnya 7140 m2 setiap lantainya, terlebih lagi Radit yang sejak tadi menggendong Viona.

"Bik, buatin kita jus jeruk dan tanyain Vio bisa minum apa ke Tante Selina," suruh Radit kepada pelayan yang berjaga di lantai 3.

Pelayan yang ditunjuk Radit segera menyanggupi dan melaksanakan perintah majikan mudanya.

Setelah menurunkan Viona di atas karpet bulu angsa tebal di lantai dan membiarkannya bermain dengan Rian dan Rendi, Radit secara diam-diam mencubit tangannya yang hampir mati rasa.

"Aku harus daftar kelas taekwondo Senin ini," tekad Radit di dalam hati.

Asyik sendiri dengan pikirannya, Radit di kejutkan dengan suara melengking Viona yang sedang bermain dengan kedua adiknya.

"Vio, itu bolanya gak bisa dimakan," cegah Rendi khawatir.

"Iya Vio. Bolanya untuk kakak aja ya?" Bujuk Rian dengan suara lembut dan tangan yang sudah berada di salah satu sisi bola yang dipegang Viona.

"Eungah!" Protes Viona dengan marah dan dengan cerdik menjauhkan bola orange kesayangannya dari jangkauan tangan Rian.

Merasa sudah menang, Viona kembali ingin memasukkan bola seukuran telapak tangannya itu kedalam mulut kecilnya. Namun, belum sempat mewujudkan keinginannya, ke-3 kakaknya itu secara serempak menahan bola yang sudah 10 cm mendekati bibir Viona.

Sebelum Viona kembali memprotes, Radit lebih dulu berkata, "eh dek, itu susunya adek datang," tunjuk Radit antusias untuk membimbing Viona melihat kedatangan pelayan dari dalam lift.

Mendapati botol kesayangannya dengan isi air putih keruh yang familiar di atas nampan di antara 3 gelas berisi cairan berwarna kuning pekat, Viona segera melepaskan genggaman tangannya pada bola dan dengan antusias menunggu kedatangan botol eksklusif miliknya.

Radit dan ke-2 saudaranya menghela napas lega karena perhatian Viona telah teralihkan dari bola ping-pong.

Pelayan pun sampai dan meletakkan nampan yang dibawanya di atas karpet. Rian yang terdekat bertugas mendistribusikan minuman.

"A..a.." panggil Viona tidak sabar pada Rian yang sudah memegang susunya, seolah mengatakan kalau sekarang adalah gilirannya karena kedua abangnya sudah mengambil minuman pesanan mereka.

"Ini dek," ujar Rian dan menyerahkan botol susu bermotif kelinci kecil berwarna pink ke tangan mungil Vio.

"Pelan-pelan aja dong dek," canda Radit.

Setelah Viona mendapatkan botolnya, gadis kecil itu segera memasukkan mulut botol tersebut ke dalam mulut mungilnya.

Sebelum semua orang merasa lega karena dia tidak tersedak, Viona malah langsung merebahkan kepalanya tanpa pandang bulu. Alhasil, Rendi yang duduk di belakang Viona refleks menselonjorkan kakinya dan membuat Viona dengan sempurna merebahkan diri di atas paha kecil Rendi.

"Ada-ada saja dek," komentar Rendi dan dengan sayang mengelus kepala kecil berbulu keriting di atas kakinya.

"Hahaha adek lucu banget ya bang," komentar Rian dan ikut mengelus pipi mungil Viona yang menggembung karena aksinya menyedot susu itu.

"Hm," balas Radit dan menatap gadis kecil itu dengan sayang.

"Bang, Vio akan jadi adik kita kan?" Tanya Rendi bersemangat.

"Iya dek," sahut Rian pasti.

"Berarti adek bakalan tinggal di sini mulai hari ini?" Tanya Rendi kembali dengan antusias. Mata bulatnya berbinar cerah menunggu konfirmasi sang abang.

Bukan hanya Rendi saja yang bersemangat, Rian juga menatap Radit menunggu konfirmasi kakaknya.

"Belum dek, soalnya papa belum nikah sama Tante Selina. Nanti adek baru akan tinggal bareng kita kalau Tante udah jadi mama kita," ucap Radit yang ternyata malah mematahkan semangat Rian dan Rendi.

"Yaah," protes kedua bocah kecil itu. Sebenarnya, bukan hanya keduanya yang kecewa, tapi Radit juga merasa sedih karena nanti harus berpisah dengan Vio.

Radit dengan lembut membelai rambut Vio yang keriting dengan lingkaran kecil-kecil.

"Kalau gitu kenapa papa gak nikah sama Tante Selina sekarang aja?" Tanya Rian setelah berpikir lama.

"Itu terserah papa dek, papa pasti udah punya plan yang tepat. Tapi kalian semua menerima Tante Selina jadi mama kita?"

"Tante Selina kelihatannya baik kak, setidaknya gak kayak mama Dion yang nampaknya tersenyum tapi matanya terlihat aneh," jawab Rian jujur.

"Rendi suka Tante Selina," jawab Rendi antusias.

"Oh ya? Kenapa?" Tanya Radit penasaran.

"Karena Tante Selina baik," jawab Rendi jujur.

"Kenapa kamu yakin banget dek?" Tambah Rian terkejut karena adik kecilnya tampak sangat yakin.

"Umm.. gak tau bang, tapi Rendi merasa begitu," jawab Rendi.

"Kalau menurut Abang gimana?" Rian mengalihkan pandanganya ke Radit.

"Abang juga merasa sampai saat ini gak ada salahnya kalau Tante Selina jadi mama kita.Terus Abang yakin papa gak akan salah membaca orang, jadi seharusnya Tante bukan orang jahat. Terlebih lagi, nantinya Viona akan menjadi adik kita," ujar Radit panjang lebar.

Kedua adiknya mengangguk mendengarkan jawaban sang kakak. Sekarang mereka semua sudah punya pertimbangan masing-masing tentang kedatangan Tante Selina dan Viona di kehidupan mereka.

[Don't hesitate to vote and comment readers-nim 🖤]

Viona (END)Where stories live. Discover now