Bab 3 : I Have No Choice

12.6K 770 8
                                    

"sudah siap?"

Kean berlutut di hadapan Ziva. Malam itu setelah dari rumah sakit, Kean menjemput Ziva di rumah Mama nya. Ziva baru tiba di rumah Mama tadi siang setelah di jemput orang kepercayaan Mama ke Singapore. 

Ziva seorang anak perempuan dengan mata bulat, bulu mata lentik, pipi merah dan senyum ceria nya selalu menghiasi wajahnya. Rambutnya lurus melewati bahu dengan poni yang jatuh di atas alisnya. Anak ini selalu ceria, sama sekali tidak menunjukkan bahwa orang tuanya sudah meninggal. Padahal dia sudah sebatang kara. Hati Kean berdesir mengingat ini.

"siap Om"

"Ziva jadi anak baik ya, jangan nakal dan rajin belajar"

"iya Oma"

Kean menggendong Ziva sementara asisten rumah tangga Mama memasukkan barang Ziva ke SUV Kean.

"bye Ma"

"salam untuk Syd ya"

Kean mengangguk sambil tersenyum. Selanjutnya, Kean membuka pintu SUV nya dan mendudukkan Ziva serta memasangkannya safetybelt. Kean memacu mobilnya menuju rumah. Pikirannya berkecambuk, pasti Syd akan marah besar malam ini.

Kean melirik Ziva yang memaku pandangannya ke jalanan, sesekali menengok ke sebelah kiri dan menanyakan apa yang baru saja di lihatnya pada Kean. Kean menjawabnya dengan sabar.

"Ziva"

"ya Om"

"Ziva akan tinggal dengan Om dan tante Syd. Sekarang anggap Om dan Tante Syd sebagai Ayah dan Bunda kamu"

Kean tersenyum manis pada Ziva. Ziva terlihat excited.

"apa Ziva boleh panggil Om, Ayah seperti Frenzie?"

entah Frenzie itu siapa, mungkin itu teman Ziva di sekolahnya saat di Singapore.

"Ziva mau panggil Om dengan panggilan Ayah?"

"ya"

"boleh"

"yeay !! Ayah Kean"

Ziva mengedipkan matanya pada Kean. Kean mengusap kepala Ziva. Ternyata Ziva anak yang menyenangkan. Mudah-mudahan Syd bisa mengubah pandangannya tentang anak-anak saat dekat Ziva. Ziva tertidur dan Kean menggendongnya masuk ke dalam. 

Syd melipat kedua tangannya di dada saat memandang Kean menggendong Ziva.

"Inah bawa Ziva ke kamar tamu"

"iya bu"

Kean menyerahkan Ziva pada Inah, asisten rumah tangga mereka. Sementara Syd memandang Kean tajam.

"kita harus bicara"

Syd masuk ke kamar dan Kean mengikutinya. Apapun yang di katakan Syd, Kean tetap pada pendiriannya untuk merawat Ziva.

"ternyata kamu memilih bertengkar dengan aku? Good !! Sekarang aku tahu, aku tidak berharga di hidup kamu dan pendapat aku tidak pernah berarti apa-apa di mata kamu"

Syd menyeringai. Kean diam tidak merespon apapun.

"thanks Kean, aku ga mau bicara lagi sama kamu. Aku akan pulang ke rumah Mami"

Syd melangkah ke ruang wardrobe, menurunkan kopernya, memasukkan bajunya kedalam koper.

"Syd....sayang dengarkan aku dulu"

Kean menahan gerakan Syd dengan memegang tangannya.

"apa? Apa yang harus aku dengarkan??"

"Ziva hanya beberapa bulan tinggal disini, setelah keberadaan tante Davina di temukan, kita akan kembalikan Ziva pada mereka"

"sekarang aku tanya sama kamu ! Kamu yakin bisa merawat dia? Memberi dia kasih sayang dan perhatian sementara kamu ga tahu apa-apa tentang itu? Menjadi orang tua itu ga ada buku panduannya Dazello Keanu !!!"

mata Syd berkaca-kaca. Syd kesal, amat sangat kesal pada tingkah suaminya. Kean mendekap Syd erat, menenggelamkan Syd yang mungil ke dalam pelukannya. Syd menangis. Syd terlalu kesal dan lelah pada Kean. Syd menjatuhkan baju yang di pegangnya dan membalas pelukan Kean.

"sayang, jangan pernah tinggalkan aku apapun yang terjadi diantara kita"

"kamu menolak untuk mengerti aku, Kean"

"biarkan aku untuk merawat Ziva. Aku jamin Ziva tidak akan merepotkan kamu"

Kean merangkum wajah Syd dan mencium keningnya. Syd melepaskan tangan Kean dari wajahnya. Syd meninggalkan Kean dan melangkah ke ranjangnya. Syd lelah dan kesal. Syd tertidur dan merasakan Kean mendekatinya. Kean mengecup dahinya dan pipinya.

"night sayang, maaf atas apa yang aku lakukan"

Syd menolak untuk bangun. Memilih berpura memejamkan matanya. Syd kesal dan sangat kesal pada Kean karena tidak menghormati keputusannya.


The Break PrincipleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang