6. Just A Friend To You

Start from the beginning
                                    

“Tapi elo kayaknya rela banget Al sama Sandara.” Nathan memberikan hot chocolate kepada Irina, hari ini ia sedang cuti dari dapur dan mengajak sahabatnya itu jalan.

“Iyalah, karena gue tahu Sandra bukan seperti mantan-mantan dia yang lain.” Jawab Irina dengan santai, ia menyesap minuman tersebut dan mengikuti langkah Nathan.

Nathan mengangguk pelan, lalu berhenti dan menghadap Irina. “Elo enggak apa?”

Irina terdiam sejenak, ia menatap air yang berada di dalam gelas. Dinginnya kota Moskow dan hangatnya cokelat, tidak memberikan pengaruh pada hatinya atau pikirannya. Bahkan sekarang ia semakin menggenggam gelas itu dengan erat, tak mengetahui tatapan Nathan.

Perlahan ia mengangkat kepalanya, menyunggingkan senyuman. “Gue enggak apa kok, lagi pula Christian juga sudah enggak neror gue.”

Nathan menyipitkan matanya, ia mencoba melihat lebih dalam mata biru yang sedang menipunya. Perempuan di hadapannya tak akan mampu berbohong, karena bukan bakatnya untuk berakting. “Syukurlah, karena gue takut elo sakit hati terus minta gue jadi pacar elo lagi.”

Good idea, Than. Nyewa elo sebulan sama Kate enggak apa kali ya? Gue bayar deh.”

Heum... gue pikirin deh kalau ada duitnya.” Nathan mengulum senyumnya ketika melihat Irina tertawa, raut wajah Irina terlihat semakin cantik jika tersenyum namun ia menyadari ada retakan yang begitu ketara melihatnya.

Mereka melanjutkan perjalanan, Irina akhirnya menghabiskan minumannya lebih dahulu dibandingkan Nathan. Ia tersenyum lega melihat wajah Irina yang tampak tersenyum, andai Irina lebih jujur setidaknya pada dirinya sendiri, maka ia akan bahagia. Bahagia melihat wajah cantik berselimut kebahagian.

Sebuah deringan ponsel mengganggu keduanya, sebuah panggilan dari Al tertera di ponsel Irina. Nathan melirik, lalu matanya menatap Irina yang enggan menjawab panggilan tersebut. Mereka masih terdiam hingga Al berhenti menelpon Irina, mata Nathan menangkap raut wajah Irina yang gelisah. Entah kenapa ia gemas sendiri dengan sahabatnya ini, atau lebih tepatnya dengan dua orang yang sialnya menjadi sahabatnya.

“Angkat aja.” Nathan melihat Al menghubungi Irina untuk ketiga kalinya, ia yakin sahabatnya yang entah di mana sekarang sangat penting hingga menghubungi Irina lebih dari sekali atau mungkin Al merindukan Irina.

Irina menggeser layar sentuhnya dengan ragu, perlahan ia bawa ponselnya ke telinganya. “Apa?”

Kamu di mana, Ir? Terdengar kamu masih di luar? Sama siapa? Sudah hampir tengah malam.”

Nathan menyunggingkan senyumnya, ia mendengar dengan jelas kekhawatiran dari seberang sana. Ia melihat sekilas jam di pergelangan tangan kirinya, bahkan belum jam sepuluh malam.

“Aku sedang di luar sama Nathan, ada apa?” jawab Irina.

Sejenak ada keheningan diantara mereka, lalu tanpa disangka tubuh Irina didekap dari belakang oleh seseorang. Spontan Irina terdiam sejenak, begitu pula dengan Nathan yang menoleh dan mendapatkan pria yang baru saja menghubungi Irina berada di sampingnya. Tanpa merasa berdosa, Al menyunggingkan senyumannya.

_______________________
When you say I'm just a friend to you
Cause friends don't do the things we do
Everybody knows you love me too
_______________________

“Oh God! Kamu ngapain?” tanya Irina yang langsung melepaskan pelukan Al dengan cepat, ia tidak ingin berada di dekat Al semakin lama, ia ingin semua berakhir. Berakhir apa yang telah ia mulai.

“Kalian sendiri ngapain? Jadi kamu mau buat gosip dengan jalan bersama Nathan untuk mengakhiri sandiwara kita?” tanya Al menatap Irina dengan dagunya terangkat.

“Kamu cemburu?” Irina balik tanya, percakapan mereka memang sering tidak menemukan akhir yang ujungnya akan selalu sebuah pertanyaan.

Al terdiam lalu menatap Nathan yang sedang menghabiskan minumannya tanpa memandangnya atau memandang Irina. Tanpa diduga, Al melepaskan mantelnya ketika melihat wajah Irina memucat. Ia melampirkan jaketnya di bahu Irina, menghangat tubuh perempuan di hadapannya.

“Sejak kapan kamu jadi perhatian gini?” bisik Irina ketika kepala Al tak jauh darinya, sejenak Al berhenti dan menatapn kosong ke belakang Irina.

______________________
Tryna be careful with the words I use
I say it cause I'm dying to
I'm so much more than just a friend to you
______________________

“Ir...”

“Kita cuma sahabat loh, Al, enggak baik kamu lakuin ini ke aku.” Sela Irina.

Ucapan Irina yang baru saja tertangkap oleh telinga Al mampu membuat Al terdiam, ia mendesah pelan. Ia menatap mata biru yang begitu datar menatapnya, tatapan biru itu terlihat kosong. Irina yang biasanya terlihat ceria dan mengintimidasi, kali ini ini terlihat berbeda. Jauh dari bayangannya.

Al mengecup kening Irina dengan lembut, kecupan yang cukup lama hingga membuat Irina memejamkan matanya. bibir Al yang hangat langsung merambah ke seluruh tubuhnya, bahkan suhu dingin yang ia rasakan kini berubah. Ia bisa merasakan bagaimana tulusnya Al menciumnya, bagaimana kecupan itu bereaksi ke seluruh organ tubuhnya dan betapan inginnya ia menghentikan waktu sejenak.

_______________________

When there's other people around
You never wanna kiss me
You tell me it's too late to hang out
And you say you miss me
_

______________________

“Karena kamu sudah menjadi bagian hidup aku, Irina.”

Reis [Re-write]Where stories live. Discover now