Part 31

18.8K 1.9K 32
                                    

Selesai dari kantin, triplets menuju ruang kelas mereka. Kebetulan mereka tidak sedang bersama Vin. Anak itu tidak ikut karena ada rapat bersama para ketua kelas lainnya untuk menyambut hari ulang tahun sekolah.

Katanya selain pentas seni, akan diadakan juga lomba-lomba seru. Sayangnya, tidak ada bazar layaknya anak tingkat SMA maupun SMP, karena mereka terlalu kecil. Begitu penjelasan dari sekolah. Tetapi baik pentas seni maupun lomba tersebut masih perlu dirapatkan.

"Hmm, hasil rapat kak Vin bagaimana yaa?" Lia bergumam penasaran.

"Kalau beneran ada lomba, Lia mau ikut lomba bawa kelereng diatas sendok lah!" lanjut Lia pada dua kakaknya.

"Harusnya Lia ikut lomba makan kerupuk noh! Bukannya Lia suka makan, haha!" sahut Nio becanda pada adiknya.

"Ih, kak Nio! Kak Nio aja yang ikut!

"Lha, kakak ikutan lomba lari estafet kok!"

Lio hanya bisa menggeleng perlahan. Lagi-lagi keduanya berdebat ringan. Asal tak sampai membuat Lia menangis, Lio tak akan ikut campur mereka.

"Heyy!" Tiba-tiba ada suara menyela mereka.

Di sana berdiri beberapa anak laki-laki dan perempuan yang tampak angkuh dan sombong. Mengingatkan Lia pada waktu dirinya di-bully pada awal masuk TK dulu.

"Ada apa ya?" Lio maju dan bertanya dengan nada datarnya.

"Kudengar kalian tidak punya ibu ya?"

"Dan kalian juga anak orang miskin ya, yahh walaupun bisa sekolah disini kalian tidak selevel dengan kami."

"Ah ya, ibu kalian kabur karena kesusahan merawat kalian, bukan?"

"Pasti kalian anak nakal! Begitu saja pura-pura baik disini."

"Ah ya, agar kalian bisa berteman dengan Vin kan, anak orang kaya yang selevel dengan kami."

"DIAM!" bentak Nio ta tahan dengan ucapan mereka. Tangannya dari tadi sudah terkepal erat, ingin rasanya menonjok mereka apalagi sejak membahas masalah ibunya.

Lia pun sudah menunduk sedih, hanya bisa mencengkeram roknya erat seraya menahan tangis. Tapi tetap saja ada air mata yang mengalir dari pelupuknya.

Disisi lain, Lio berusaha menenangkan Nio dengan menepuk bahunya. Dia juga sangat kesal dengan mereka tapi Lio lebih memilih berpikir dingin, dia tak ingin menimbulkan masalah untuk papanya. Walau Lio tahu papanya kini sudah sukses, tetapi perusahaannya masih muda. Belum setua perusahaan orang tua dari para anak-anak angkuh di depannya ini. Tunggu beberapa tahun lagi, perusahaan papanya pasti akan menjadi yang terkuat. Lio yakin akan hal itu.

Lelaki kecil itu kemudian menatap mereka, menghalangi kedua adiknya agar tak diganggu mereka. "Walau kami tak selevel dengan kalian, tak seharusnya kalian mengejek kami seperti itu. Dan asal kalian tahu, mama kami meninggalkan kami bukan karena kami nakal, tetapi karena itu pilihannya sendiri."

"Ayo, kita pergi." Lio kemudian mengajak Lia dan Nio berjalan melewati lorong lain.

"Ish, mereka itu!"

"Dasar anak miskin memang."

"Ayo, cabut!"

Ketika mereka pergi, seorang anak keluar dari persembunyiannya. Menatap kepergian mereka dengan dengusan kesal dan tangan terkepal.

****

"Ada apa?" tanya Angga ketika mereka menonton televisi bersama.

"Apakah kalian mengalami masalah di sekolah? Bilang sama papa."

Lia yang awalnya diam dan bermuka cemberut, menatap papanya dengan raut muka sedikit sedih. Gadis kecil itu mendekat lalu memeluk papanya erat. "Hiks, hiks!"

Our Awesome Papa [END]Where stories live. Discover now