Part 9

30.9K 2.8K 59
                                    

Di ruang tamu, Angga duduk memperhatikan anak-anaknya yang bermain puzzle yang baru di belinya—dari sistem tentunya. Angga mana ada uang untuk membeli saat ini.

Dan beruntungnya hari ini, usai menolong mbak cantik tadi. Ternyata sistem memberinya hadiah poin. Entah mengapa, sepertinya setiap kali melakukan kebaikan spontan dia akan mendapat poin.

Poin yang sebelumnya 3.430 kini bertambah 100 poin menjadi 3.530. Lalu Angga menggunakannya untuk membeli puzzle untuk triplets, menghabiskan 90 poin karena masing-masing puzzle bernilai 30 poin. Jadi poinnya tinggal 3.440.

"Anak-anak, papa mau tanya... Apakah kalian ingin bersekolah TK?" tanya Angga pada triplets.

Triplets sontak menghentikan aksi bermainnya. Mereka menatap Angga serentak. Terutama Lia yang sudah berbinar senang.

"Benalkah, Pa? Lia bica cekolah?" ganya Lia tak lupa binaran matanya. Gadis kecil itu sedari dulu ingin sekali bisa bersekolah semacam anak-anak tetangga.

"Benelan, Pa?" Nio ikutan Lia mendekat ke arah Angga.

Sedangkan Lio tidak seperti adiknya, tapi tak dipungkiri ada rasa ingin tahu kebenaran dari matanya saat menatap papanya.

Mereka bertiga sering diejek karena tidak bersekolah. Dituduh gak punya uang, walau memang benar. Dituduh akan terus bodoh, tak akan pintar. Tentu tak menyenangkan.

"Iya, benar."

"Yeayy!" Lia dan Nio bersorak senang. Lio di belakang keduanya walau tak bersorak, tetapi bisa dilihat kalau ekspresinya menunjukkan raut senang.

"Maafkan papa sebelumnya tak memikirkan kalian. Mulai saat ini dan seterusnya papa pasti akan memprioritaskan kalian," jelas Angga.

"Makaci, Papa...Sayang Papa!" Lia segera memeluk kaki papanya yang tengah duduk di kursi. Diikuti Nio dan Lio, walau kedua pria kecil itu terlihat canggung.

***

Beberapa hari kemudian, Angga membawa triplets ke taman kanak-kanak terdekat rumahnya, yang ternyata TK tempat dia menyelamatkan wanita cantik dari pencopet sebelumnya. Dia juga izin kerja, berganti shift siang-malam dari yang biasanya pagi-sore.

Taman kanak-kanak bernama 'TK Kasih Ibu' tersebut merupakan taman kanak-kanak dengan kualitas yang bagus, dapat dikatakan cukup elit. Walau bukan yang sangat elit. Yang Angga dengar dari pengamatannya selama beberapa hari ini, TK tersebut banyak dimasuki anak-anak orang kaya dan berkuasa, walau banyak juga anak orang biasa. Asal ekonominya cukup mapan.

Anak tetangga di sekitar rumah Angga sepertinya tak ada yang bersekolah disana. Ya, karena biayanya mahal. Mereka lebih suka bersekolah lebih jauh, walau kualitasnya rendah, asal biayanya murah. Itu juga karena mereka punya sepeda motor, serta punya waktu untuk mengantarkan anak mereka. Tak sepertinya yang harus bekerja dan tak bisa mengantarkan anak-anaknya untuk ke sekolah yang jauh.

Dan kenapa Angga yang miskin hendak menyekolahkan triplets disana?!

Jelas, karena Angga meminjam uang bosnya. Sebenarnya, lebih pada uang gajinya yang diminta lebih cepat. Bukan hanya gaji sebulan, tapi tiga bulan!

Untung saja, bosnya baik dan mau memberikan gaji padanya terlebih dulu.

Kata bosnya, jika Angga bisa melunasi sebelum tanggal gajian, anggap saja itu hutang yang terbayar. Nanti dia tetap akan dapat gaji. Jika belum bisa, ya harus siap tidak digaji karena gaji tersebut untuk membayar hutangnya.

Alasan Angga berani sampai berhutang banyak, karena dia merasa mampu melunasi. Entah mengapa, ada kenyakinan sangat kuat bahwa dia mampu. Ditambah, ada sistem disisinya.

Oh ya, sebagian uang tersebut juga Angga investasikan untuk trading saham. Uang sebelumnya yang hanya berapa dolar, keuntungannya juga kecil. Makanya dia mencoba dengan modal yang lebih besar. Namun, hasilnya masih menunggu.

Kembali pada Angga dan triplets yang sudah sampai di TK Kasih Ibu. Anak-anak sungguh kagum melihat bangunan TK yang indah, penuh warna, dan sangat menunjukkan keceriaan. Ada juga berbagai mainan seperti ayunan, perosotan, tangga-tanggaan, dan lain sebagainya. Namun, tak terlihat anak yang bermain dikarenakan masih waktunya pelajaran.

"Ayo, kita ke kantor kepala sekolah dulu!"

Dari resepsionis, ditunjukkan jalan menuju kantor kepala sekolah. Angga membawa triplets kesana.

Di kantor kepala sekolah, dia menyatakan kenginannya untuk menyekolahkan triplets. Walau waktunya terlambat dan pendaftarannya sudah ditutup, asal ada tambahan uang. Sekolah masih menerima. Meski berkualitas bagus dan elit, tidak ada yang tidak bisa dilakukan dengan uang guys! Semua tak menjamin.

Walau uang yang diberikan Angga mungkin tak sebanyak yang diberikan pengusaha kaya, sampai menyumbang fasilitas sekolah segala! Tak mungkin Angga sanggup untuk saat ini!

Dan sekolah mengizinkan triplets masuk, selain sedikit sogokan uang, juga karena masih awal tahun pembelajaran. Sekolah baru berlangsung sekitar dua minggu. Jadi mudah saja untuk masuk.

"Kalau begitu, terima kasih pak atas semua."

"Anak-anak, ayo ucapkan terima kasih pada bapak kepala sekolah."

"Telima kacih (kasih), bapak kepala cekolah (sekolah)!" ucap ketiganya serentak, namun Lio sudah bisa huruf S.

Hari itu triplets tidak langsung bersekolah, namun mulai besok mereka dapat masuk.

Angga tak mengajak mereka membeli perlengkapan sekolah, karena sebelumnya Angga telah memberikan mereka seadanya dulu. Tentu membeli melalui poin sistem. Agar lebih hemat. Poinnya kini tinggal 3.200.

Melihat waktu sebelum bekerja masih cukup lama, Angga mengajak triplets makan di restoran fastfood.

Baginya, sesekali dia akan mengajak mereka kemari. Mumpung ada rezeki. Namun, tidak sering. Karena selain makanannya mahal, juga tidak baik untuk kesehatan. Apalagi bagi anak-anak.

"Wah, kita balu peltama kali ke cini yaa..." ujar Lia sembari melihat-lihat sekeliling dengan rasa penasaran yang tinggi.

"Kata Lina dan Vika, makanan dicini enak-enak," lanjutnya, mengingat informasi anak tetangga yang sering pamer pada mereka.

"Iya, enak. Tapi tidak boleh sering-sering ya, Sayang."

"Kenapa, Pa?" tanya Lia, Lio dan Nio ikut menatap papanya penasaran.

"Selain mahal, makanan tersebut juga tidak sehat jika sering dimakan. Tapi sesekali saja tidak apa-apa, papa memperbolehkan."

"Baik, Pa."

Pesanan mereka telah tiba, hanya burger dan es teh susu, yang cukup ringan untuk anak-anak.

"Wahh, enak!" ujar Lia diikuti anggukan kedua kakaknya.

"Oh ya, nanti kalian coba sendiri seragam sekolahnya ya. Papa akan bekerja dulu setelah ini."

Setelah berpikir Angga menambahkan, "Mungkin papa akan pulang malam, jadi papa akan memasak dulu nanti."

Yap, dari pada beli mending memasak sendiri. Walau hanya sekadar telur mata sapi, tidak masalah. Asal perut anak-anaknya kenyang.

Lagipula telur juga cukup mewah bagi mereka.

"Baik, Pa!"

Ding!

"Berhasil menyekolahkan anak-anak. Anda telah berhasil menyelesaikan misi tersembunyi. Hadiah yang Anda dapat berupa poin sebesar 1000 dan uang 5 juta."

Wow, rejeki!

****

Tbc.

Don't forget to vote and comment :)

Our Awesome Papa [END]Where stories live. Discover now