Part 25

17.3K 1.7K 35
                                    

Hari-hari berikutnya Angga sibuk menata dan melengkapi perlengkapan rumah kontrakan barunya. Dia juga membeli televisi agar triplets bisa menonton kartun-kartun hiburan anak. Triplets pun sangat senang karena mereka telah lama menantikan kapan punya televisi. Angga berpikir dari pada diberi ponsel, mendingan televisi saja dulu. Setidaknya agar anak-anak memiliki suatu hiburan.

"Wahh, akhirnya kita punya televisi!"

"Lia pengen nonton itu lho yang dibicalakan anak-anak pelempuan di cekolah!"

"Makcud Lia Balbie itu?" tanya Nio curiga, Nio langsung menolak tanpa menunggu jawabannya. "Nio gak maulah!"

"Yaudah, nonton kuda poni aja kalo gitu!" ganti Lia dengan mudahnya, seakan semua list kartun dalam pikirannya bisa langsung ditonton.

"Sponbob aja!" kata Nio keras.

Angga tahu beberapa kartun banyak yang mirip dengan dunianya dulu. Ya, mungkin karena ini paralel dunianya dulu kali ya? Sehingga banyak hal dan nama-nama yang sama.

"Sudah-sudah, anak-anak! Tidak semua kartun yang ingin kalian tonton ditayangkan saat ini," ujar Angga sembaru menghela nafas setelah mendengar perdebatan anaknya. Dikira televisinya merupakan televisi android terbaru itu? Sayangnya di dunia ini Angga tak tahu sudah ada atau belum. Karena smartphone saja baru populer di masyarakat.

"Kenapa Pa?" tanya Lia penasaran. Diikuti Nio yang matanya juga menunjukkan hal yang sama.

"Karena ada jadwalnya masing-masing." Setelah itu, Angga melanjutkan, "Papa akan mencarikan apakah ada yang kalian suka."

"Baiklah, Pa!" Pasrah anak-anak.

"Ini kartun yang ada saat ini, Upin Ipin!" Akhirnya Angga menemukan sebuah kartun anak-anak yang populer itu, apalalagi yang sering ditayangkan di siang hari seperti saat ini.

"Wahh, upil ipil!" teriak Lia senang.

"Upin ipin, Sayang!" Angga mengingatkan.

"Ya, ya, itu makcud Lia!"

"Yah, tidak apalah... " Nio mendesah sedikit kecewa, tapi tidak masalah daripada tak ada tontonan seru.

"Hm, ini juga bagus kok!" komen Lio yang sejak awal tidak ikut perdebatan 'mau nonton apa'.

Melihat anak-anak menonton dengan tenang, walau kadang diikuti seruan komentar, Angga akhirnya menghela nafas lega. Untung perdebatan mereka mudah diakhiri. Mengasuh anak-anak apalagi masih sekecil triplets ini terkadang benar-benar berat dan sedikit susah. Angga sangat beruntung bisa melewati semua.

Angga membuka laptopnya, ingin melihat perkembangan game yang akan diluncurkannya lagi setelah dua game pertamanya itu. Dia tiba-tiba teringat cetak biru game dari sistem, hadiah karena mengajak anak-anak pergi ke taman hiburan. Angga belum sempat melihatnya dan itu masih di ruang sistem.

Angga melihat datanya terlebih dahulu.

Nama user : Anggara Prasetya
Nama karakter : Anggara Abrisam
Jenis kelamin : Laki-laki
Penampilan: 50%
Kekuatan/fisik : 60%
Kesehatan: 70%
Keterampilan: Rajin bekerja, bermain saham lv.3 awal, pemrograman lv. 3 menengah, manajemen perkantoran dan bisnis lv.1 awal
Barang yang dimiliki: -
Hadiah (belum dipakai) : diskon 50% sekali di pembelian mall sistem, cetak biru game MOBA
Point: 13.200

Hmm, setelah dilihat-lihat skill barunya yaitu manajemen perkantoran dan bisnis sudah level 1 awal. Yap, sebelumnya Angga sudah belajar sedikit karena akhir-akhir ini dirinya masih sibuk.

Kemudian Angga beralih melihat poinnya. Wahh, poinnya sudah 13 ribu lebih!

Oh, wow! Ternyata cetak biru game sebelumnya merupakan cetak biru game MOBA (Multiplayer Online Battle Arena) seperti game Mobile Leg*nd, LoL, D*ta, dan sejenisnya di dunianya dulu.

Dan di dunia ini, yang baru mengalami era ledakan smartphone belum banyak game online sejenis itu.

Setelah mendapatkan cetak biru ini, keinginan Angga untuk mendirikan perusahaan semakin kuat. Sebelumnya, dia berpikir akan mengoding sendiri game MOBA suatu hari nanti, tapi pasti membutuhkan waktu yang cukup lama. Membeli di sistem sebenarnya bisa, harganya sekitar 20 ribuan poin karena cetak biru lengkap. Dan itu merupakan pengetahuan, jadi mahal. Berbeda jika hanya barang jadi tanpa ada cetak birunya, itu akan murah. Misalnya sejenis senjata dari dunia masa depan, harganya ada yang hanya ribuan poin, sangat berbeda dengan 'pengetahuan' seperti 'cetak biru' yang puluhan ribu poin, walau dimensinya lebih rendah.

Tapi, karena sekarang telah mendapatkan hal tersebut secara gratis, maka Angga ingin segera mewujudkannya.

****

"Apa? Mas Angga ingin mendirikan sebuah perusahaan?" tanya Jovita kaget dengan pernyataan Angga.

Yap, karena rencananya sudah matang. Pertama-tama Angga akan mencari partner dulu untuk meminimalisir modal. Jika dia sendirian, modal yang dibutuhkan sangat besar. Jadi Angga memutuskan menghubungi Jovita. Siapa tahu dia bisa join bisnisnya? Atau setidaknya mempunyai kenalan yang bisa menjadi investor bisnisnya?

"Bagaimana dengan yang saya sebutkan tadi, Vit? Apa kamu mau berinvestasi dalam bisnis saya ini? Nanti saya pasti akan memberimu saham yang sesuai." Angga sebenarnya malu, tetapi dia harus bertahan. Lagipula, kesuksesan harus diawali dengan keberanian dalam mengambil resiko dan tantangan serta kepercayadirian.

"Atau jika tidak, apakah kamu mempunyai kenalan yang ingin berinvestasi dalam bisnis bidang ini. Nanti jika perusahaan bisa berkembang, tidak hanya game saja tetapi beberapa aplikasi mobile sosial juga dapat dikembangkan."

"Sebenarnya aku setuju-setuju saja, karena aku yakin pasti kamu bisa berkembang lebih baik."

Mengingat bakat Angga yang luar biasa, Jovita yakin pria itu bisa mencapai kesuksesannya sendiri. Jovita haya menganggap kegagalan Angga sebelumnya mungkin karena ketidakberuntungannya, tanpa tahu kalau Angga telah berganti 'jiwa'.

"Dan kamu nggak perlu ngasih aku saham juga sih mas. Karena aku mungkin hanya bisa nyumbang modal, gak bisa bantu apa-apa selain itu. Jadi kamu hanya perlu berbagi profit aja nanti ketika bisnisnya benar-benar berkembang."

"Aku juga bisa bantu kamu merekomendasikan beberapa karyawan nanti jika kamu belum dapet yang cocok," tambah Vita.

Angga menghela nafas. Jovita benar-benar baik. Lihat saja, saat ini dirinya belum tentu akan berhasil tapi dia mau saja berinvestasi dalam bisnisnya. Kemudian ketika ditawari menjadi pemegang saham juga, Jovita menolak. Padahal sebenarnya gadis itu bisa saja setuju, jika perusahaan sukses di masa depan, keuntungan yang didapatnya juga akan banyak.

"Baiklah, terima kasih udah mau bantuin saya Vit."

"Tidak apa-apa Mas, Mas Angga juga banyak membantu saya serta merawat Enzo juga."

Walau berkompromi Angga tetap ingin memberi Jovita sebagian saham, walau kecil namun tak apa karena gadis itu banyak membantunya. "Tetapi saya benar-benar ingin memberi kamu saham, 20% saja, kamu mau kan?"

Melihat Angga keukeuh, Jovita akhirnya setuju. "Okay, tapi 10% saja ya Mas karena aku bener-bener gak bisa bantu banyak."

"Baiklah."

Dan kesepakatan itu akhirnya dibuat.

Angga berjanji akan semaksimal mungkin mengembangkan perusahaannya, terutama untuk merubah kehidupannya dan triplets agar tidak terus menerus berada diambang garis kemiskinan.

****

Tbc.

Don't forget to vote and comment :)

Our Awesome Papa [END]Where stories live. Discover now