Part 14

27.7K 2.6K 16
                                    

Masakan Angga akhirnya telah matang. Setelah menatanya di meja makan, Angga memanggil triplets dan Vin untuk makan. Awalnya Vin dengan malu menolak. Namun, setelah dibujuk triplets akhirnya lelaki kecil itu mau makan bersama.

"Gimana Kak Vin macakan Papa?" tanya Lia kepada Vin yang makan dengan elegan, berbeda dengannya yang sudah penuh cemotan.

Vin menaruh sendoknya, hendak mencari lap mulut, tapi ternyata tidak ada. Dia lupa kalau ini bukan di rumahnya. Memang kalau mau bicara saat makan, lelaki kecil itu biasanya akan menaruh alat makannya dulu lalu mengelap mulutnya sampai bersih. "Enak kok masakan Om Angga."

"Wah, makasih ya Vin menilai masakan Om tinggi sekali," gurau Angga. Padahal dia tahu kalau Vin biasanya pasti makan buatan koki khusus rumahnya, yang pastinya seratus kali lipat lebih enak daripada masakannya.

Usai makan bersama, Vin masih belum dijemput tantenya. Angga menyuruhnya bermain bersama triplets sekaligus untuk melegakan kekenyangan setelah makan.

Angga sendiri duduk di ruang tamu, memperhatikan kenaikan sahamnya di aplikasi. Karena hadiah uang terakhir dari sistem, Angga bisa menginvestasikan lebih banyak. Hasilnya pun juga baik berkat skill-nya yang naik level.

Angga pastikan kalau dia sudah bisa membayar sebagian hutang pada bosnya. Mengapa dia tak langsung melunasinya? Karena sebagian lagi Angga pergunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari, sebagian disimpan untuk menyewa atau membeli rumah baru nanti, sebagian untuk diinvestasikan lagi.

'Sistem, berapa persentase keakraban anak-anak dengan Vin? Apakah penyelesaian misi kedua sudah dekat?'

"Belum, Tuan rumah. Persentase kedekatan Anselio 25%, Arsenio 20%, dan Adellia 50%."

'Ternyata hanya Lia yang mendekati.'

Tiba-tiba Angga teringat kalau antara dirinya dan triplets belum banyak kedekatan, kepercayaan, dan ketergantungan. Terakhir persentase mereka cukup rendah. Entah bagaimana sekarang?

'Bagaimana persentase misi pertamaku sebelumnya sistem? Tentang kedekatanku dengan anak-anak?'

"Persentase Anselio 60%, Arsenio 70%, dan Adellia 80%."

Wow, besar sekali. Padahal baru beberapa hari?

"Karena anak-anak sudah mulai dekat dan percaya pada Anda, Tuan rumah. Seperti Anda menyekolahkan mereka, membuatkan makanan setiap hari, mengajak mereka ke restoran. Membuat mereka lebih dekat pada Anda, percaya bahwa Anda telah berubah menjadi lebih baik."

Begitu.

Ringg... Ringg...!

Ponsel Angga berdering. Tanda ada yang menelponnya. Angga melihat tak ada keterangan nama, hanya nomor tak dikenal. Dia memilih mengangkat. Siapa tahu kalau tantenya Vin.

Dan benar saja. Suara halus nan lembut wanita terdengar dari seberang sana.

"Halo."

"Ya, ini Angga. Dengan siapa?"

"Ah, mas Angga. Ini Jovita, tantenya Vin. Saya melihat pesan yang sebelumnya dikirim oleh Vin melalui nomor Mas Angga. Katanya Vin ada di rumah Mas ya? Apakah Mas Angga bisa share alamatnya karena saya mau menjemput Vin? Tadi saya sangat sibuk sehingga tidak sempat mengabari Vin."

"Oke, akan saya share alamatnya."

"Baik, terima kasih Mas."

"Sama-sama."

Angga merasa percakapan mereka begitu kaku. Tapi ya mau bagaimana lagi, mereka tidak dapat dikatakan akrab.

"Vincen, tante kamu tadi menelpon dan akan segera menjemputmu. Sebaiknya kamu bersiap-siap dulu apakah ada yang tertinggal atau tidak." Angga memberitahu Vin yang tengah belajar bersama triplets. Angga kira mereka sedang bermain dari tadi. Tak tahu kapan mereka mulai belajar bersama.

"Baik, Om!" jawab Vin dengan anggukan.

Tiin! Tiinn!

Beberapa saat kemudian, suara klakson mobil terdengar.

Cukup cepat, batin Angga.

Mungkin Jovita tadi sudah berada di dekat sini sehingga bisa menjemput Vin dengan cepat.

Sebelum Jovita mengetuk pintu, pintu sudah dibuka dari dalam. Keluarlah Angga, triplets serta Vin.

"Hai, semua!" sapa Jovita pada mereka. "Maaf ya merepotkan kalian dengan Enzo," lanjutnya tersenyum penuh sesal.

"Tidak apa-apa kok," geleng Angga pelan.

"Tidak lepot kok tante! Kak Vin baik! Dia mau belmain dan belajal cama kita!" Lia menjawab dengan penuh semangat. Diangguki kedua saudaranya.

Mereka berbasa-basi singkat lalu Jovita berpamitan. "Ya sudah, kalau begitu saya dan Enzo pamit dulu ya. Sekali lagi terima kasih telah peduli sama keponakan saya itu."

Sebelum pergi, Vin juga berpamitan sendiri dengan ramah. "Makasih ya Om sudah diizinkan ke rumah triplets sama dikasi makan juga tadi."

Angga menjawab dengan senyuman. "Iya, sama-sama. Lain kali Vin juga boleh main lagi ke rumah triplets yang kecil dan sederhana ini!"

Vin mengangguk kuat. "Baik, Om!"

"Makaci Kak Vin cudah belmain cama mengajali Lia belajal!" teriak Lia begitu Vin selesai berpamitan pada mereka.

Vin menoleh ke arah gadis kecil itu. "Iya, sama-sama Lia." Kemudian mengarahkan pandangnya pada ketiganya. "Aku pulang dulu ya Lia, Lio, Nio, bye!"

"Bye!" Mereka membalas lambaian tangan Vin. Sebenarnya hanya Lia saja yang membalas, hehe.

Masuk kembali ke rumah. Lia berceloteh mengenai betapa pintarnya Vin. Angga hanya menyimak dalam diam sesekali menimpali.

"Kak Vin pandai cekali menuliš! Tulicannya baguš cekali!"

"Katanya dia tak celing belmain. Hanya belajal, ditambah leš juga. Kacian cekali kak Vin haluš banyak belajal padahal macih kecil."

Begitulah beberapa celotehannya.

"Lia, kenapa Lia cuka cekali memuji Vin itu!" tanya Nio dengan raut agak tak suka.

"Lia cuka Kak Vin, dia baik dan pintal!"

"Kakak juga baik kok!"

"Tapi kak Nio tidak cepintal kak Vin!"

Mati kutu Nio. Walau tak suka mendengar adiknya memuji Vin, tapi Nio akui kalau Vin benar-benar anak yang baik dan pintar.

"Sudah, sudah! Kalian jangan beltengkal lagi! Ayo kita beleskan mainan dan buku-buku kita tadi." Lio bertindak menengahi keduanya.

Angga, dari samping hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar perdebatan kecil triplets yang tampak lucu. Bukannya tak ingin menengahi. Asalkan tidak sampai saling memukuli, memusuhi, ataupun saling menghina dengan buruk, Angga tak akan turun tangan.

Terkadang, perdebatan kecil juga diperlukan untuk memperkuat keakraban di antara mereka.

Angga memikirkan perkataan Lia tentang menyukai Vin. Dia tahu maksud gadis kecil itu hanya menyukai sebatas kekaguman. Tetapi Angga tak tahu bagaimana ketika anak itu sudah besar nanti, apakah takdirnya menyukai (dalam artian mencintai) Vin masih berjalan sebagaimana mestinya?

Untuk saat ini Angga hanya bisa membimbing yang terbaik bagi mereka. Bukan hanya Lia saja, melainkan Lio dan Nio juga.

****

Tbc.

Don't forget to vote and comment :)

Our Awesome Papa [END]Where stories live. Discover now