Part 15

23.7K 2.1K 17
                                    

Melihat anak-anak yang berjalan kaki sebelumnya, walau agak dekat namun tidak dapat dikatakan sangat dekat. Masih memerlukan sekitar waktu lima belas menitan untuk sampai di sekolah. Namun dengan kaki pendek triplets, waktu yang seharusnya seperempat jam itu menjadi hampir setengah jam. Angga pun akhirnya memutuskan untuk membelikan mereka sepeda.

Kali ini Angga memilih untuk tidak menggunakan poin, intinya tidak membeli lewat sistem, karena selain harganya yang lebih mahal, kini dia juga sudah punya uang.

Angga membelikan triplets masing-masing satu sepeda mini agar tidak menimbulkan iri satu sama lain. Sepeda yang dibelinya juga bukan merek mewah, hanya merek biasa dengan harga murah. Itu pun sudah membuat triplets senang ketika mengetahuinya.

"Anak-anak, lihatlah apa yang dibelikan Papa!" seru Angga sembari menunjuk tiga sepeda mini yang berjajar di depan rumah.

Lia sontak berlari dengan raut sumringah, menghampiri sepeda mini berwarna pink plus ada keranjang kecil dan boncengannya juga. "Wahh, baguš cekali cepedanya! Lia cangat cuka!"

"Nio juga cuka."

Lio hanya mengangguk menyetujui.

"Nio, Lio, kalian pilih mana yang kalian suka!" Angga menyuruh keduanya memilih antara sepeda mini berwarna biru dan hijau. Kali ini sepeda khusus laki-laki, tidak ada keranjang maupun boncengan.

"Nio mau yang bilu!"

"Kalau begitu, aku hijau." Lio berkata mengalah. Lelaki kecil itu menerima dengan mudah dan lapang hati.

Ding!

"Selamat, Tuan rumah. Karena Anda membuat kebahagiaan anak-anak meningkat serta memudahkan mereka saat pergi ke sekolah, Anda akan dihadiahi 600 poin tambahan."

Ah, Angga tak menyangka ada hal semacam itu.

"Anak-anak, ayo makan dulu! Setelah itu kita akan belajar sepeda bersama-sama." ujar Angga mengingatkan.

"Baik, Pa!"

Setelah makan, Angga mulai mengajari triplets cara bersepeda. Tetapi tidak dengan mencontohkan karena sepedanya saja sangat kecil dan pendek. Sepeda ini benar-benar sepeda mini untuk anak-anak.

Tapi karena ada tambahan roda pembantu di belakang sehingga anak-anak takkan terjatuh walau dilepaskan sendiri.

Setelah belajar beberapa saat, dapat Angga akui kalau mereka itu pintar. Mudah memahami sesuatu. Seperti saat belajar sepeda ini, baru satu hari Lio dan Nio sudah pandai. Bahkan mereka menyuruh Angga untuk melepaskan roda bantu. Berbeda dengan Lia yang masih tersentak-sentak, roda bantunya saja tak ingin dilepas. Takut jatuh nanti katanya.

Keesokan harinya, Angga sudah memperbolehkan Lio dan Nio membawa sepeda. Sedangkan Lia belum, karena jalanan yang mereka lalui sebagian adalah jalan raya penuh kendaraan. Takutnya jika terjadi apa-apa di tengah jalan. Jadi Lia akan dibonceng Lio dulu, Angga bahkan memodifikasi sepeda Lio yang awalnya tanpa boncengan menjadi ada boncengannya.

"Wah, cepat cekali papa merubahnya!" gumam Lia takjub.

Tentu saja ini semua dilakukan sistem, karena waktu yang mepet!

Poinnya yang awalnya 4.200 kini dengan tambahan 600 menjadi 4.800. Namun karena dikurangi perbaikan untuk sepeda maka tinggal 4.700, gelap sekai sistem hanya perbaikan biasa saja membutuhkan poin 100. Tetapi tak apalah, untungnya dia sudah mendapat poin tambahan sebelumnya.

"Hati-hati di jalan ya, anak-anak!" pesan Angga sebelum mereka berangkat.

"Lio, jaga adikmu ya! Pelan-pelan kalau mengendarai sepeda!" lanjutnya pada Lio.

"Iya, Pa!"

Melihat siluet anak-anak kecil bersepeda itu mulai menghilang, Angga kembali memasuki rumah. Bersiap membersihkan rumah lalu berangkat bekerja. Untuk saat ini Angga belum mempunyai rencana resign karena dia sendiri belum menemukan pekerjaan yang cocok.

****

Di sekolah, ketika waktu istirahat tiba. Vin mendatangi triplets sembari menenteng kotak makan kecil tapi bertumpuk.

"Ah, Kak Vin udah bawa bekal cendili ya?" tanya Lia begitu melihatnya. Dia berkata dengan menyesal, "Yah, tadi papa buatin kak Vin juga..."

Vin mengangguk memperlihatkan barang di cengkramannya. "Ya, ini untuk kita makan sama-sama. Kalian harus mencicipi masakan koki rumahku."

"Untuk bekal dari Om Angga, aku juga akan makan kok!" lanjutnya ceria.

"Baiklah kalau begitu!" Lia berseru senang.

"Koki di lumah kamu itu apakah semacam koki telkenal yang ada di tv itu!" tanya Nio begitu mereka sudah duduk di meja kantin bagian pojok.

"Bukan yang terkenal di tv sih, tetapi mereka sudah bersertifikat koki." Jelas Vin.

Nio mengangguk sok mengerti walau tak paham.

"Wah, telus apakah meleka hanya memacak caja, Kak Vin?" tanya Lia antusias.

"Iya, tugas mereka hanya memasak di waktu makan. Tetapi jika ingin makan di luar jam koki memasak, bibi pengurus rumah juga bisa memasakkan."

Lia beroh ria. "Banyak ya yang bekelja di lumah, Kak Vin!"

"Ya bisa dibilang begitu."

"Oh ya, Lio, Nio, Lia! Apakah kalian mau ikut piknik bersamaku dan tanteku? Tante Vita lah yang mengusulkannya agar aku tidak suntuk belajar terus menerus. Apakah kalian mau ikut?" kata Vin berterus terang sembari menawarkan ajakan pada mereka.

"Piknik? Apa itu?" Lio mengerut bingung. Sebelum mengetahui kegiatan apa itu, dia takkan membiarkan adik-adiknya menyetujui ajakan Vin begitu saja.

Vin juga kurang paham. "Hmm, apa ya? Sejenis bersantai sambil makan-makan, mungkin."

Sebelumnya dia hanya melihat dari gambar-gambar yang ditunjukkan tantenya.

"Kalau begitu kita harus minta izin sama papa dulu," putus Lio kemudian.

"Benal." Nio mengikuti keputusan kakaknya.

"Emm, kak Vin! Apakah hanya kita beltiga yang diajak? Bagaimana dengan papa? Apakah papa boleh diajak juga?" Setelah berpikir, Lia bertanya agak cemas.

"Om Angga juga bisa ikut kalau mau! Tante pasti setuju, lagian lebih banyak orang dewasa maka akan lebih membantu menjaga kita. Lalu kalau lebih ramai juga lebih seru pastinya!" jelas Vin panjang lebar.

Triplets menghela nafas lega mendengarnya. Ya, bagaimanapun mereka masih kecil bukan anak remaja. Mereka masih perlu ditemani. Mereka pun merasa masih sulit berpisah dengan Angga, apalagi mau ikut orang lain begitu saja. Triplets akan merasa tidak nyaman.

"Kalau begitu, kita akan memberitahukan pada papa dulu sebelum memutuskan ikut," kata Lio memutuskan.

kalau diingat-ingat kembali lelaki kecil itu sudah mulai lancar mengatakan huruf 'R'-nya sekarang, karena huruf 'S' sebelumnya sudah bisa duluan. Berbeda dengan dua adiknya yang entah kapan bisa lancar.

Vin menyetujui keputusan Lio itu.

"Kapan kila-kila waktu pikniknya? Bagaimana jika waktu itu papa bekelja?" tanya Nio.

Vin berkata, "Mungkin hari minggu ini, kata tante Vita begitu."

Triplets mengangguk paham mendengar pernyataan Vin. Mereka ingin segera pulang ke rumah, melapor pada sang papa. Lagipula mereka belum pernah keluar atau bepergian jauh. Makanya, sebenarnya triplets agak menantikan hal ini.

****

Tbc.

Don't forget to vote and comment :)

Our Awesome Papa [END]Where stories live. Discover now