"Aku juga nggak mau mikir itu, Kak, tapi tetap aja kepikiran," keluh Zaina.

"Gini aja, kamu cukup pikiran aku aja gimana?"

Alis Zaina bertautan.

"Pikirin apa, Kak?"

"Pikiran aja wajah tampan suami kamu ini, terus senyumnya, sampai kamu lupa hal buruk lainnya," jawab Zayden menahan tawanya. Sangat jarang ia percaya diri akan fisiknya sendiri.

"Percaya diri sekali suamiku ini," balas Zaina tersenyum lebar hingga gigi rapinya terlihat. Hal langka yang hanya Zayden bisa melihat.

"Nah, senyum gini makin tambah cantik tulang rusuknya Zayden ini," puji Zayden.

"Ih, kok tulang rusuk? Nggak enak didengar," protes Zaina. Perempuan itu tertawa kecil.

"Maunya apa hm?"

"Ayana," jawab Zaina. "Eh, Kak Zayden tau nggak kenapa aku senang waktu kamu manggil aku Ayana?"

Zayden menggeleng karena memang tidak tau.

"Aku ngerasa Ayana itu artian lain dari istriku."

"Kok bisa gitu?" tanya Zayden mengulum senyum.

"Entah, aku juga nggak tau. Ngerasa gitu setiap kamu manggil Ayana. Ayana artinya istriku bahasa yang berasal dari planet ZAZA," jawab Zaina mulai meluncurkan bakat mengarangnya.

"Ada-ada aja kamu."

Zaina terkekeh ketika Zayden menarik hidungnya.

"Sekarang tidur lagi, ya." Zaina mengangguk patuh.

"Jam berapa, Kak?"

"Setengah dua," jawab Zayden melihat jam di pergelangan tangannya yang sangat jarang absen berada di sana. Karena Zayden tipe pria yang suka memakai aksesoris satu itu.

"Nanti jam 3 kita bangun lagi," ujar Zaina.

"Iya, Ayana. Nanti aku bangunin, kita sholat malam bersama."

***

Zaina bermunajat kepada Allah. Ia meminta perlindungan keluarga serta rumah tangganya. Jangan sampai peliknya kehidupan bisa berdampak buruk untuk rumah tangganya.

Di depannya ada sang imam yang juga menitikkan air mata. Meminta ampunan atas kesalahan yang sudah ia perbuat dan memohon agar tidak mengulanginya lagi.

Zayden Abdijaya, seorang kepala rumah tangga di keluarga kecilnya. Menikah tanpa ada rancangan sebelumnya memang sulit baginya. Menjadi seorang suami mendadak cukup membuatnya takut. Takut karena tidak bisa memikul tanggung jawab sebagai suami serta takut pribadinya yang masih terbilang labil akan menyakiti istrinya walau dia sudah memasuki usia 25 tahun.

Hal yang ia takutkan terjadi. Ia menyakiti istrinya.

Salah satu pilar rumah tangga yaitu kesadaran antar pasangan. Baik suami maupun istri. Kedua belah pihak harus menyadari tujuan pernikahan. Kemudian janji. Bukan sekedar janji, tapi janji yang kokoh yaitu janji pernikahan.

Akad nikah bukan hanya permainan melainkan akad yang agung atas nama Allah.

Hal yang sangat sakral dan tidak bisa dipermainkan.

Zayden berbalik badan untuk menghadap ke arah sang istri. Tangannya terjulur dan disambut oleh Zaina.

Setelah bersaliman, Zayden melakukan rutinitasnya yaitu mencium kening Zaina dengan penuh kasih sayang.

Ia berdoa, hal yang seperti ini bisa berlangsung seumur hidup mereka.

"Nanti temenin aku untuk minta maaf ke Kaka Alara dan suaminya, ya," ucap Zaina setelah melepas mukenanya.

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Where stories live. Discover now