37. Retreat

98 15 2
                                    



"Nam......"

"Say something.....please...." Seokjin berdiri di hadapan sang pemuda yang duduk di tepi tempat tidurnya.

Berulang kali Namjoon meniupkan napasnya.

Entah sebuah kesalahan atau bukan untuk mengajak sang kekasih membahas masalah ini sekarang juga.

Entah terlalu cepat untuknya mengambil keputusan yang akan diutarakan mengenai hubungan mereka atau tidak.

Pikirannya terus berputar mencari cara untuk menjaga hati sang kekasih yang sekarang tampak rapuh di hadapannya.


"Nam....."

"Jin....." Akhirnya sang pemuda memaksa bersuara.

"Kamu mau ngomongin apa soal hubungan kita Nam?"
"Hubungan kita kenapa?" Seokjin menarik kedua tangan yang menopang keningnya. Menggenggamnya erat dengan raut wajah khawatir.

"Jin....please...." Namjoon memberanikan diri untuk menatap kedua mata berkaca itu.

"It's not that easy for Me to say this...."

"Aku....aku cuma pengen kamu jujur sama aku, Jin..."
"Jangan ada yang disembunyiin"

"Aku ga nyembunyiin apa-apa dari kamu, Nam...."
"Aku cuma....."

"Kamu bohongin aku, Seokjin..." Namjoon tersenyum pahit.

"Aku takut banget waktu di rumah hantu itu..."
"N aku sendiri juga ga nyangka kalo bakal seserem itu, Nam...."

"Seokjin, please...." Kedua tangan yang diremat itu dilepasnya perlahan.

"Nam....."

"Kamu nganggap aku ga sih, Jin?"

Kedua alis Seokjin terangkat singkat mendengar pertanyaan lirih sang kekasih.

"Aku udah bilang sama kamu..."
"Aku milik kamu..."

"Apapun yang kamu rasain, yang kamu alamin....kamu cerita sama aku..."


"Aku belum siap, Nam...." Menelan ludah, Seokjin tertunduk mengusap dahinya.

"Kapan kamu siap? Kalo udah OD kaya Eungka?"

Kedua bola mata membelalak itu sontak menatapnya kaget.
"M-maksud kamu?"

"Sini tas kamu..." Namjoon berdiri mengulurkan telapak tangannya pelan setelah menghela napas panjang.

"K-kenapa tas aku...."

"Nam!" Seokjin menarik tas selempang itu kembali ketika Namjoon mulai menyentuhnya.

"Apa yang kamu sembunyiin?"

"Ga ada!" Dipeluknya tas itu erat di dada.

"Ini yang bikin aku ragu sama hubungan kita..." Namjoon tertunduk.

Deret kalimat yang terucap tanpa emosi itu membuat Seokjin panik.


"Sini tasnya...."

"Nam.....please...." Suaranya mulai bergetar.

"Kenapa? Kan ga ada yang disembunyiin?"
Tak merubah posisinya, Namjoon masih berdiri di ujung tempat tidur Seokjin dengan telapak tangan terulur.

Ia maju selangkah.

"Nam....pleaseeee...."

Seokjin meringis, terisak dan membungkuk mendekap tasnya erat sementara kedua tangan besar itu berusaha melepaskan dekapannya dan menjauhkan tubuhnya yang meronta.

"Nam...jangannnn....please Nam....."

"Let go, Seokjin..." Tas selempang putih itu telah digenggamnya bersamaan dengan kedua tangan Seokjin yang menariknya sekuat tenaga.

"I said let go!"

Hilang kesabaran, tas itu ditarik paksa hingga Seokjin tersentak dan menabrak tubuh sang pemuda.

"Namjoon!"



"Ga ada yang disembunyiin, huh?" Namjoon mengambil botol berwarna oranye yang terjatuh saat tasnya terlepas dari genggaman.

Sesaat kemudian dahinya mengernyit membaca tulisan pada labelnya. "Kamu....."

"Kamu pake nama ayah kamu buat nebus obat ini?!"

"Aku ngeliat Eungka dimana-mana, Namjoon!"
"Di rumah hantu. Di perpus. Bahkan di tempat tidur aku!"

"Aku butuh itu buat nenangin pikiran aku!"

"Jadi betul ya...." Namjoon tertunduk dan mendengus tertawa.

"Lebih butuh ini daripada aku?....."

"Aku ga kecanduan, Nam!" Air matanya mulai menetes.

"Lie...."
Masih tertunduk, Namjoon berucap datar. Hela napas menderu berusaha ia kendalikan.

"Nam....."


"Tolong jujur sama aku...." Namjoon memejamkan matanya erat.

"Tolong....." Ia berbalik, duduk menopang dahinya yang berdenyut di tepi tempat tidur.


Keduanya terdiam. Berusaha menenangkan emosi mereka.

Seokjin duduk bersandar di sisi bawah tempat tidur Hoseok. Sesekali melirik pada sang kekasih yang masih tertunduk berseberangan dengannya.

Beberapa detik berlalu, akhirnya Seokjin pasrah, ia mendekap erat tubuh bergetarnya.

"Maaf.....aku ga bisa tenang tanpa itu....."

Namjoon mengangguk-angguk dan tersenyum pahit.
"Aku udah ga ada gunanya lagi kalo gitu...." Ia mengangkat kepala perlahan.

"M-maksud kamu?" Seokjin membulatkan matanya panik.

Tak menjawab, Namjoon mengangkat botol oranye itu di samping kepalanya. Berpikir sejenak menatap lekat wajah Seokjin lalu menggeleng.

"Aku ga tau lagi harus ngomong apa...."

Dilemparnya botol itu sembarang kemudian bergegas pergi meninggalkannya.


"Nam!"

"Namjoonie!"
"Jangan pergi pleaseeee..."

"Nam!"

Pintu kamar itu bersuara keras saat dibanting. Hoseok dan Jackson yang berada di depan kamar untuk mencegah penghuni asrama mendekat pun berjengit kaget.

Jackson berlari mengejar Namjoon yang telah menuruni tangga. Sementara Hoseok membuka pintu kamarnya hati-hati.

"Jin....." Ia berucap pelan, berjalan mengendap mendekati sang sahabat yang tengah berlutut memunguti isi botol obatnya.

"Hob...." Ia menoleh dengan air mata yang mengalir deras.

Dengan cepat pemuda itu berlari memeluk Seokjin.






"Kim......Kim! Enough!" Jackson menarik kepalan tangan yang terus memukuli dinding kamarnya.

"Enough, Kim....." Jackson berbisik dan memapah tubuh bergetar itu menjauh.

"Don't hurt yourself please...."

"I'm already hurt, Jack..."
"Now I hurt Him too..." Suaranya bergetar hebat.

"I love Him so much, Jack...."

"I love Him so fuckin' much......"

Tubuh lemah itu ditarik dan dipeluknya.

"It's okay, Kim....it's okay.....just let it out...." Jackson mengusap punggung dan kepala sang sahabat yang menangis keras dalam dekapannya.

My Happy PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang