86 • Gemintang Rindu Pada Langit

2.8K 356 45
                                    

"Nih, gue beliin bakso." Sodor sebungkus bakso tusuk dari cowok paling ganteng di sekolah menurut dirinya sendiri dan perempuan-perempuan tolol yang mengiyakannya.

Akan tetapi kuda nil di depannya ini beneran tidak menghiraukannya. Sudah berhari-hari perempuan jelek ini menyakiti hati, ini bukan hanya penghinaan bagi seorang Gemintang yang harga dirinya setinggi langit. Mengapa dia merasa dirinya dilupakan?

"Gua liat-liat lo cemberut mulu, pms lo ya?"

Tidak ada jawaban.

"Minum air anget, deh." Saran tolol.

Gemintang tahu dia memang selalu didiamkan, dia tahu dia memang pantas untuk itu. Laki-laki ini berengsek. Dia membuat semua orang memanggil perempuan itu dengan panggilan paling jelek di seluruh semesta. Menjahili perempuan itu selalu dengan keripik, atau menceburkannya ke danau karena dia seperti kuda nil. Dan dia bilang pada gadis itu bahwa dia perempuan murahan yang terobsesi dengan makhluk yang namanya laki-laki. Bukankah itu lebih dari berengsek?

Namun tidak, itu semua benar! Perempuan ini memang harus tahu bahwa badannya memang besar, menyulitkan orang lain dengan tubuhnya, dengan dirinya sendiri. Dia juga harus tahu bahwa dia memang murahan, cih! Berubah hanya demi seekor burung tanpa bulu, dan mengkhianati sahabatnya sendiri? Kurang murahan apa dia kalau hanya demi mengejar bibir laki-laki? Memangnya dia pikir dia bakal bahagia apa kalau sudah dicium laki-laki?

"Woi, Kuda Nil? Jangan kebanyakan belajar, santai sedikit aja. Makan dulu, nih.

"Lo enggak tau seberapa usahanya gua demi beli bakso tusuk kesukaan lo ini? Gua sampe senggol-senggolan sama anak kelas sebelah," katanya. "Lihat nih, tangan gua! Kegores meja tukang baksonya." Gemintang menunjukkan tangannya yang tergores karena terjepit pintu kamar mandi.

Jelas saja itu bohong. Mana mungkin orang setampan dia tidak diberi jalan saat membeli bakso tusuk. Dunia mau kiamat jika tidak.

Namun perempuan itu tetap bergeming di tempatnya. Tidak peduli meski mulut Gemintang berbusa. Astaga, dia jadi seperti guru matematika yang habis menjelaskan pelajaran—tidak ada yang menjawab bisa atau tidak.

"Lo mau ke ruang kesehatan?" Gemintang sadar muka perempuan ini makin pucat.

Kuda Nil berdiri dari mejanya, jalan keluar kelas—meninggalkan Gemintang. Namun laki-laki itu mengikuti rambut gadis itu dari belakang, masih sama—cantik. Gemintang tersenyum getir. Hingga Rangga melewati Bulan dan menyapa, "Halo, cewek cantik!" godanya. Kemudian dia tertawa bersama para jongosnya.

Bulan terdiam. Gemintang tidak mengerti, sebelum Rangga melewati dirinya, Gemintang menabrakan bahu pemuda itu dengan bahunya.

"Santai, Bos."

"Kenapa?"

"Untung cewek lo cantik."

"Maksud lo?"

"Maksudnya enak, Tang!" Nata cekikikan.

Gemintang menuju Nata, mendorong tubuh laki-laki kurus itu hingga jatuh. "Maksud lo apa?!"

"Weits!" Rangga menepuk-nepuk dada Gemintang. "Santai, Sahabatku."

"Gua bukan sahabat lo!"

Rangga tertawa. "Iya-iya. Santai aja. Shania emang enggak cantik?"

"Dia bukan cewek gua."

"Oh, ya, lupa, cewek lo sekarang kuda nil."

"Jangan panggil dia kuda nil," tegasnya—di mata. Tajam menghunus seperti pedang. Panas, Rangga mundur, namun ia terkekeh seperti mengatakan pada Gemintang bahwa dia menang. Laki-laki itu ingin menerjang bibir berbisa di wajahnya, namun sang hati ingin tetap mengepalkan jemari—menahan semua sinar di hati, demi orang-orang yang ia cintai.

"Gua panggil dia sayang aja, ya?"

Hati itu sulit untuk menahan.

...

Hari terakhir ujian tingkat kota, aroma asap terhirup di kelasnya, fisika bagai kayu yang menjadi bahan untuk di bakar, dan dia bahkan baru mengisi sepuluh nomor dari lima puluh pertanyaan. Namun itu bukan jadi kekhawatirannya, hanya satu yang ia lihat saat suara coretan pensil dan burung di luar sana yang meneriakinya. Satelit itu terdiam lesu, itu yang terjadi akhir-akhir ini, dan kali ini perempuan itu bahkan lebih parah dari sebelumnya.

Jadi, saat rembulan terjatuh dengan wajah di landasan yang tidak diinginkan, bintang di angkasa jatuh menghampiri, ia panggil namanya.

"Kenapa, Gemintang?" tanya pengawas.

Gemintang tidak menjawab. Seluruh orang di kelas melihat kejadian ini. Laki-laki itu tidak mengatakan apapun, ia mengguncang-guncangkan perempuannya.

"Kuda Nil, Kuda Nil," bisiknya lembut, khawatir.

Maka dengan segera ia bawa gadisnya di punggung yang sering tersakiti ini. Berlari menuju ruang kesehatan. Membawanya pergi bagai kuda prajurit yang membawa kekasih orang lain ke istana mimpi.

Tidak peduli dengan ujiannya, tidak peduli dengan nilai, bahkan bila lautan dibelah menjadi dua. Yang dia tau dia hanya ingin tidak terjadi apa-apa dengan seseorang yang peduli padanya, dia tidak ingin sendirian. Cengeng, namun Gemintang beneran hanya meminta itu, tidak lebih. Dia hanya ingin ditemani. Sampah sekali permintaannya.

Ketika sampai di ruang kesehatan, ia tidurkan perempuan itu di ranjang yang hangat. Perawat di sana melepas sepatu dan kaus kaki perempuan itu. Gemintang menggenggam tangan kasar yang selalu dipakai bekerja, bertanya. Mengapa? Ada apa? Apa yang terjadi?

Kuda Nil itu lemah, badannya saja besar seperti binatang, tapi tidak kuat. Itu yang sering katakan, meskipun kenyataannya jauh dari itu. Rembulan adalah satelit terkuat dengan cahayanya yang menyinari kegelapan langit. Dia menembus menemukan bintang lemah seorang diri yang jauh dari rasi nya. Dia berterimakasih dengan bumi pada semua sinar dari bulan di langit.

Namun mengapa bulan itu tidak pernah percaya pada rasi bintang yang mengelilinginya? Tolong, langit meminta, bisakah rembulan sekali ini saja percaya pada bintang jatuh itu yang sendirian?

...

a.n

halo, siapa yang kabngen?

aku tau harusnya aku ditimpuk pake lapis surabaya, atau kacang sukro di warung. tapi aku mohon jangan, biarin cowok ini stres sendirian aja.

kata-katanya dong buat dongeng ini yang enggak selesai-selesai.

salam,

bintang yang masih setia duduk di landasannya

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang