22. Ayo Baikan

Začít od začátku
                                    

"Masih belum?" tanya Hendery yang ternyata sudah selesai. "Lo tidur?" Pemuda itu menggoyang-goyangkan tubuh Candra memastikan.

Candra kembali membalik diri. "Gak," jawabnya. "Siapa aja yang tau lo bisa main piano?"

Hendery diam berpikir, tangannya seakan menghitung. "Keluarga gue sama lo."

"Kenapa lo nyembunyiin bakat kayak gini?"

"Cuma hobi, gak harus gue pamerin" jawab Hendery. "Jadi sekarang lo kenapa? Jelasin secara singkat, soalnya gue lagi pusing banyak laprak."

"Intinya ... Cinta tersinggung karena gue mau bantu bayar uang UKT dia semester depan."

Sembari mengangguk, Hendery menarik bantal untuk tempatnya bersandar dengan duduk.

"Perkara uang emang sensitif. Gak ada cara lain selain minta maaf. Cinta gengsinya gede, gitu kalau dari kecil udah mandiri."

Candra langsung berdiri di atas kasur. "Ayo anter gue minta maaf sama Cinta."

"Hah? Kenapa harus gue?" Tanya Hendery terkejut.

"Karena gue percaya sama lo."
Candra langsung menarik Hendery turun dari kasur, membawa paksa pemuda itu menuju kafe Cinta bekerja.

Ketika mereka tiba di sana, baik Candra dan Hendery sama-sama diam tak berani masuk.

Hendery hanya merasa perasaannya tida enak. Sementara Candra panas dingin takut lagi-lagi permintaan maafnya ditolak dan membuat gadis itu semakin marah.

"Hen ... lo ada rencana gak kalau semisalnya maaf gue ditolak?"

Hendery meneguk ludah lalu berkata, "Ada."

"Apa?"

"Langsung sujud di depannya."

Candra langsung menoleh tak percaya dengan usulan itu, sementara Hendery menyengir paksa karena jujur pemuda itu ikut gugup. Meskipun ini bukan tentang dirinya.

Seraya memberanikan diri, Candra menarik napas panjang, lalu melangkah masuk yang diikuti oleh Hendery.

Malam itu tidak ada antrean di depan Cinta. Mata mereka juga langsung bertemu.

Ada satu cara yang Candra pikirkan sedari tadi. Entah berhasil atau tidak, tapi mungkin sangat efektif untuk meredam nada suara yang tiba-tiba tinggi jika dikatakan secara langsung.

Aku minta maaf.

Candra melakukan bahasa isyarat. Ada beberapa gerakan yang pemuda itu pelajari, salah satunya adalah cara meminta maaf.

Enggak mau, balas Cinta.

Hendery yang berdiri di belakang Candra melongo dengan dua interaksi itu. Otaknya berusaha menggapai dan menerjemahkan apa yang terjadi saat ini. Setelah diamati dengan baik, barulah ia paham jika Candra dan Cinta sedang melakukan bahasa isyarat.

Seistimewa itu Cinta buat lo, Can. Sampai lo rela belajar bahasa isyarat buat mengimbangi dia, kagum Hendery.

Kamu terlalu ikut campur, aku gak suka dan ini sudah yang kesekian kalinya, lanjut Cinta, tetapi Candra tidak mengerti apa yang dikatakan gadis itu dalam isyaratnya.

Candra tidak belajar gerakan sebanyak itu. Maka yang dilakukannya adalah mengulang gerakan yang sama.

Aku minta maaf.

"Apa, sih? Kok main kode-kodean?" sambar Steffi yang mendekat karena gemas dengan interaksi dua orang itu. "Punya mulut bukannya digunakan dengan baik."

"Janji, gak akan gue ulangi lagi," ucap Candra kini melangkah mendekat. "Gue bakal tunggu elo cerita semuanya sendiri. Gue gak akan maksa lagi, gak akan ikut campur lagi kecuali lo kasih izin," jelas Candra.

Cinta menatap pemuda itu ragu, ia tak mau mudah percaya.

"Pegang janji dia, Cin. Aku bakal awasi dia, jadi kamu tenang aja," tambah Hendery yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Candra.

"Apa maksud lo ngomong aku kamu ke Cinta?" sinis Candra yang mendesis pelan.

"Gue cuma menyesuaikan," balas Hendery berbisik.

"Gak usah sok asik," ancam Candra.

Candra berdecak, melengos ke Hendery lalu kembali ke Cinta yang masih diam. Melihat itu ia mengulurkan tangan.

"Ayo baikan," ajak Candra. "Gue kangen cara lo bilang makasih ke gue, gue kangen lo ngatain gue ngambekan, gue kangen bahas lomba lagi sama lo. Jangan lama-lama marahnya, Cin ... gue gak betah. Maaf kalau kata-kata gue nyakitin lo, sumpah itu di luar kendali gue karena khawatir sama lo. Gue minta maaf, maafin ya?" mohon Candra setelah mengatakan begitu panjang.

Pemuda itu benar-benar tidak berpikir panjang, banyak orang yang mendengarkan di sana, bukan hanya Hendery dan Steffi. Bahkan, mereka dibuat tersentuh saat mendengarnya. Candra tidak sadar sudah membuat satu ruangan jadi ikut bawa perasaan. Karena tujuannya memang bukan mereka, melainkan gadis yang masih setia dengan bibir terkunci sedari tadi.

"Kamu janji?"

Candra mengangguk.

"Ok, aku maafin."

Di sanalah senyuman Candra muncul, perasaannya berubah lega dan kali ini ia akan berhati-hati untuk tidak lagi menyakiti perasaan Cinta.

"Jadi sekarang kita baikan?" tanya Candra memastikan.

"Iya."

"Kalau gitu jabat tangan gue, sebagai tanda bukti lo udah maafin gue."

Cinta melirik tangan Candra yang sedari tadi menunggunya. Dengan senyuman, gadis itu menjabat dan menggoyangkannya kecil.

"Puas?"

"Puas!"

Pelanggan kafe bertepuk tangan merayakan. Cara Candra meminta maaf terlihat sangat manis meskipun menggunakan hal sederhana.

Hendery meraih pundak Candra. "Baikan doang gak traktiran ya, kecut," kodenya keras.

Membuat Cinta terkekeh dan Steffi mengacungkan jempol setuju. "Borong yang banyak, Bang," goda Steffi.

"Ck, sana pesen," titah Candra.

"Asikk," ucap Hendery girang dan menarik Candra mundur untuk melihat menu. Sedikit kurang ajar memang, tetapi Candra sudah terbiasa. Maka ia memilih untuk berada di sisi Hendery, melipat tangan di atas etalase donat, lalu menumpukan kepala di sana. Memperhatikan Cinta yang memproses pesanan Hendery. Tak lupa dengan senyumannya yang sudah merekah senang.

TBC

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

TBC

Shooting Star | Chenle [TAMAT]Kde žijí příběhy. Začni objevovat