17. Ekspektasinya Hancur

40 12 45
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


***

Setelah acara ulang tahun Cinta, Candra merasa sekarang akan lebih mudah untuk dirinya mendekati gadis itu. Ia sedikit melihat ada sebuah timbal balik dari Cinta. Namun, ia harus lebih memastikan dengan baik, bukan hanya menerawang dari tingkah laku. Ia takut semua prediksinya meleset. Karena ia ingat Cinta pernah cut off dirinya dan mereka kembali dekat hanya karena lomba gadis itu.

Satu-satunya yang membuat mereka terhubung hanyalah lomba untuk saat ini. Karena itu pula Candra gencar menanyakan lomba pada gadis itu.

Itu mudah jika ia memiliki waktu luang yang banyak. Sebelumnya ia punya, tetapi sekarang tidak.

"Mas Fico, itu meja kursinya kok kurang satu set?" tanya Candra menunjuk area pojok area outdoor.

"Barangnya belum ada, pihak mebelnya lagi usahakan secepatnya jadi," jawab Fico di samping Candra yang kemudian mendorong meja membenahi.

Candra mengangguk mengerti. Lalu kembali berkeliling melihat lagi desain interior yang sudah dipasang. Sebenarnya tidak ada perlu dibenahi kemarin, tetapi mendadak papanya datang dan meminta untuk mendekor ulang. Yang paling diubah adalah tata letak kursi dan meja, yang mana itu membuat mereka harus menambah beberapa pemesanan set kursi.

Awalnya sebagian Candra konsep memang memakainya meja kursi, sebagian lesehan untuk kapasitas orang banyak, tetapi papanya meminta semua full kursi dan meja. Namun, ia tak sepenuhnya setuju, maka dari itu ia membuat atap untuk bagian outdoor, tak mau mengubah tata letak yang menurutnya sudah pas dan estetik dilihat.

"Kita udah bayar full, loh. Gak boleh lama," ujar Candra seperti sedang memeringati.

"Saya sudah kontak pihak sananya, seminggu ini pasti jadi," ujar Fico yakin.

Candra memijat pelipisnya pusing. Sudah beberapa kali Candra ingatkan untuk papanya tidak ikut campur. Namun, pria itu tak memedulikan. Jika sudah begini yang pusing, kan, jadi dirinya.

Kemudian teleponnya berdering, membisingkan kepala Candra yang sudah pening. Namun, wajah lelah itu berubah sumringah dengan senyuman yang tercetak jelas ketika Candra tahu siapa yang menggangunya siang ini.

"Candra!" teriak Cinta di seberang telepon.

"Eh iya, Cin? Kenapa?"

"Lupa hari ini kita mau ngapain?"

Mendengar pertanyaan itu, kening Candra mengerut. Mencoba mengingat kembali janji yang telah ia buat bersama gadis itu.

"Ah! Inget kok! Lo udah di rumah gue?"

"Udah, ini sama Tante Gina.  Kamu cepet ke sini, keburu habis nih waktunya," peringat Cinta.

"Iya iya, gue langsung otw ke sana," balas Candra.

"Ok, aku tunggu."

"Iya."

Panggilan pun terputus dan Fico masih setia di samping pemuda itu.

Shooting Star | Chenle [TAMAT]Where stories live. Discover now