10. Belajar Dari Novel

55 17 25
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Lagi, Candra telat lagi untuk yang kesekian kalinya. Napasnya memburu, lalu diembuskan panjang ketika ia berhasil duduk di kumpulan teman sesama calon Mapalanya. Tak ada yang menegurnya memang, tetapi rasa tak enak hati juga menghinggapi perasaan pemuda itu.

Hendery yang melihatnya hanya menggeleng sambil berdecak, menatapnya seolah Candra adalah orang yang sangat tidak disiplin.

"Perhatian semuanya," ujar Raihan sekali ketua panitia dari diklat. "Jadwal Diklat ruang sudah keluar." Pemuda itu menunjuk papan putih dengan spidol hitam. "Kalian dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai materi yang harus kalian presentasikan."

Semua fokus ke depan, memperhatikan Raihan yang menerangkan sementara secara sengaja Hendery menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Candra.

"Akhir-akhir ini lo dateng telat terus. Lo sibuk banget?" bisik Hendery penasaran.

Candra mengangguk. Lalu menggaruk lehernya yang sudah berkeringat akibat lariannya tadi.

"Widih, sok sibuk, dari mana, sih, lo tadi?"

"Gue ambil kemasan makanan buat lomba. Di jalan macet juga."

Hendery tersenyum, pemuda itu menepuk-nepuk pundak Candra dan membuat wajah bangga. Sebelah alis Candra naik satu. Kalau tidak aneh, bukan Hendery. Tanpa kata pemuda itu kembali memerhatikan Raihan, meninggalkan dirinya yang kini menerka-nerka otak Hendery.

Setelah kelompok dibagi kegiatan selanjutnya adalah bebas. Para senior menyiapkan alat panjat seperti biasa, bahkan semua peralatan yang digunakan untuk diklat mereka keluarkan semuanya untuk alat berlatih calon anggota sebelum memulai diklat.

Candra baru saja melepas tali webing yang tadinya sudah ia rangkai menjadi harnest. Ia ingin mengingat rangkaian itu, berjaga-jaga agar tidak lupa. Hendery sudah menjauh dari dirinya, pemuda itu memilih untuk melakukan bourderan, memutari  papan ke satu tanpa tali pengaman. Kata pemuda itu, ia ingin memperkuat otot-otot jarinya.

Candra tidak mau melakukannya, ia sudah lelah, tenaganya sudah terkuras. Jadi pilihan yang tepat adalah tidak melakukan hal berat.

Kini ia duduk di halaman berpaving segienam itu, mengamati semua temannya beraktivitas.

"Ini novel siapa?"

Suara teriakan itu mengalihkan perhatian Candra, Januar berdiri di sampingnya. Mengangkat sebuah novel dengan tangannya yang bermagnesium.

"Januar! Itu novel gue!" teriak seorang gadis berkuncir dua yang mendekat, merampas buku itu dengan segera dan membersihkannya.

"Tangan lo kotor!" bentak gadis itu lalu menginjak kaki Januar yang mengakibatkan sebuah teriakan kesakitan keluar dari mulut pemuda itu.

"Sakit!"

"Makanya kalau mau pegang sesuatu itu mikir tangan lo kotor atau gak!"

"Lebay lo Qil!" Januar terduduk, ia mengusap kakinya yang terasa berdenyut.

Shooting Star | Chenle [TAMAT]Where stories live. Discover now