16. Mulai Saat Ini Dirayakan

55 15 63
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



***

Di perjalanan pulang, Candra sangat was-was Cinta tiba-tiba pingsan. Karena itu ia berulangkali melirik spion siaga. Tak ada suara sejak mereka dari apotek.

"Cin? Masih sadar, kan?"

"Masih, kenapa?"

"Pegangan."

"Kenapa?"

"Gue takut lo jatuh, was-was gue."

"Segitunya, padahal aku baik-baik aja."

"Siniin tangan lo." Tangan kiri Candra ke belakang, meraba-raba mencari tangan Cinta yang segera ia temukan. Ia menariknya, membuat Cinta lebih mencondongkan badan ke arah punggung Candra.

Candra memegang tangan Cinta, membiarkan tangan kanannya memegang kendali sendiri karena ia tak memacu gas dengan cepat.

Sore itu dengan angin yang tak begitu kencang, membelai dua anak muda yang kini sama-sama merona dalam diam. Menikmati euforia yang tercipta, melupakan rasa kecewa yang tadinya membelenggu.

Rasanya tenang, mereka sama-sama mulai terbiasa dengan kehadiran satu sama lain. Apalagi bagi Cinta yang sangat berdampak besar dalam hidupnya.

Namun, euforia itu tak bisa berlangsung lama ketika Candra pamit pulang setelah mengantarkan gadis itu. Walau sebentar rasanya sangat nyaman. Bibir Candra yang tersenyum tak luntur sama sekali, seolah-olah ia sedang memamerkan perasaan bahagianya ke dunia.

Saat sampai di rumah pun ia masih tersenyum. Membuat sang papa yang berjalan melewatinya langsung balik badan untuk memastikan anaknya itu tidak kesurupan.

"Can," panggil sang papa.

Candra jadi balik badan. Deretan gigi putihnya masih terlihat jelas.

"Kata Mama kamu ikut lomba debat, kamu menang ya? Makanya bahagia."

"Aku kalah," jawab Candra masih bahagia tanpa beban.

"Loh kalah kok seneng?" tanya heran papanya.

"Emang gak boleh kalau kalah seneng?"

Kali ini pria berkacamata itu dibuat bingung oleh Candra. "Terserah kamu deh. Oh iya ... habis kamu diklat SAR kamu ikut Papa ke Singapura."

Wajah bahagia Candra berubah wajah terkejut. "Ngapain?"

"Kita beli alat masak di sana, sekaligus beli kompor grill. Temen Papa lagi adain promo, jadi sayang banget buat dilewatkan."

"Jauh-jauh ke Singapura cuma buat beli itu? Aku bisa beli di sini, atau gak di Surabaya sana. Lagian Papa bilang resto urusanku, jadi apa kataku."

"Enggak gitu juga, Papa mau ngenalin kamu juga sama temen-temen Papa di sana."

"Nah, kan, ketauan alasan aslinya."

Shooting Star | Chenle [TAMAT]Where stories live. Discover now