5. Women Like Roses

105 27 97
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


***

Sudah lebih dari tiga puluh menit, Candra melihat ruang pesan kosong milik Cinta. Belum ada percakapan apa pun di sana karena pemuda itu selalu ragu tentang pesan yang akan ia kirimkan. Nomor Cinta baru ia simpan beberapa hari yang lalu, yang diambil dari pesan grup kelasnya.

Candra
Cin, besok mau makan siang
bareng gue?
[Delete]

Sebelum ketemu nyokap, mau jalan-jalan dulu gak?
[Delete]

Ada kedai ramen baru di perempatan, mau ke sana gak?
[Delete]

Cin, gue Candra.
Usahanya dipegang nyokap, lo bisa ketemu beliau besok bareng gue.

Cinta R
Ok, aku save.
Terima kasih.

Candra
Iya sama-sama.
Read

Raut wajah pemuda itu berubah kecewa, apa yang ia harapkan? Cinta akan memperpanjang pesan mereka? Berekspektasi berlebihan memang tidak berakhir memuaskan.

"Ngechat siapa lo? Kok asem banget tuh wajah," komentar Haikal yang baru saja menyelesaikan pemanasan.

"Bukan apa-apa," jawab Candra lalu memasukkan ponsel ke tas di sampingnya. "Btw gue sering liat lo ngeliatin cewek rambut pendek itu." Dagu Candra bergerak ke arah seorang gadis yang kini sedang mengobrol tak jauh dari sana.

"Renata namanya," jawab Haikal yang tersenyum, lalu menunduk malu-malu.

Candra yang melihat itu sedikit melebarkan mata. Cara Haikal memandang Renata penuh dengan kekaguman, senyumannya begitu tulus. Seakan sangat terpesona dengan sosok yang pemuda itu maksud.

Apakah seperti ini Hendery melihatnya kemarin?

"Sejak kapan?" tanya Candra pelan.

Haikal menoleh. Salah satu alisnya naik. "Apanya?"

"Lo suka dia."

Haikal menggeleng, menimbulkan kerutan halus di kening Candra. "Bukan suka lagi, gue udah cinta banget sama dia. Kadang logika gue udah mati kalau sama dia. Kalau lo tanya sejak kapan, sejak SMA," jelas pemuda itu tanpa ragu.

"Confess aja," saran Candra.

Lagi-lagi Haikal tersenyum dan Candra tak paham dengan maksudnya. Pemuda itu berdiri, lalu beranjak menuju para senior yang sedang menyiapkan peralatan panjat.

Sementara Candra kini menumpukan kepala pada kedua lutut yang ia tekuk. Ia berdiam diri tak berniat membantu. Entah, rasanya malas sekali. Tiba-tiba matanya melebar mengingat sesuatu, buru-buru ia mengambil ponsel dan menelepon seseorang.

Shooting Star | Chenle [TAMAT]Where stories live. Discover now