19. Don't Give Space

Mulai dari awal
                                    

Wajah Cinta berubah cemas, Candra bisa melihat itu dengan jelas, tetapi gadis itu dengan cepat mengontrol diri.

Ketika tatapan mereka beradu, ada rasa marah yang Cinta rasakan pada sorot Candra. Sepertinya ini karena ucapannya waktu itu yang menyinggung perasaan Candra dan mungkin merupakan luapan marah pemuda itu padanya. Jadi begini cara balas dendam kepadanya, menyeramkan.

Akhirnya Cinta menoleh ke teman-temannya di belakang, artinya gadis itu tidak tahu harus menjawab dengan apa pertanyaan Candra.

"Kalian tau?" tanya Cinta berbisik.

Ridwan menggeleng.

"Sialan Candra, katanya puas, tapi nambah pertanyaan. Dipikir kita tukang bengkel apa?" gerutu Eka kesal.

Mendengar bisik-bisik dari mahasiswa yang berdiri tak jauh di samping beliau, Pak Derry selaku pengampu mata kuliah Manajemen Bisnis berkata, "Jika kelompok kesulitan menjawab, mungkin teman-teman yang lain bisa membantu."

Melihat para mahasiswa lainnya tak ada yang bersuara. Pria yang rambutnya sudah hampir memutih itu menoleh ke arah kelompok Cinta.

"Cinta bisa ditutup presentasinya, lalu kalian silakan duduk," titah Pak Derry.

"Terima kasih, Pak." Cinta mengangguk pada Pak Derry. "Baik teman-teman, kami akan menutup presentasi dari kelompok kami, apabila ada kesalahan dan kekurangan kami mohon maaf, terima kasih dan assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu."

Setelah kelompok Cinta duduk. Pak Derry mulai menjelaskan kembali.

"Saya akan menjawab pertanyaan Candra. Mungkin ini di luar pemahaman kelompok yang menerangkan, tidak apa-apa, tugas saya memberi informasi dan ilmu untuk kalian jika tidak tahu. Sepengalaman saya, bengkel-bengkel kecil itu order melalui web shop resmi PT. Bast bukan melalui bengkel resmi.  Jadi jika ingin memiliki suku cadang yang kualitasnya sama seperti di bengkel resmi, bengkel-bengkel kecil ini bisa order di web shop. Cinta tadi menyebutkan ada website juga, kan? Nah mungkin bisa ditambah web shop ya, biar lebih spesifik."

Cinta mengangguk.

"Sekarang semuanya sudah mengerti ya?"

"Sudah, Pak," jawab semuanya serentak.

"Baik jika begitu presentasi kelompok selanjutnya bisa dilanjutkan minggu depan, untuk hari ini cukup sekian. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu," ucap Pak Dery seraya merapikan buku-buku di meja untuk dimasukkan ke tas.

"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatu, terima kasih, Pak."

"Sama-sama." Pak Derry pun pergi dari kelas. Semuanya langsung berkemas bersiap pulang.

Candra yang hanya memasukkan satu buku kini berdiam diri menunggu Cinta beranjak. Begitu gadis itu melangkah pergi, barulah Candra berdiri, mengikuti dari belakang, tapi tidak dalam jarak yang dekat.

Ketika dirinya hendak melewati parkiran motor, Candra melihat Cinta berbelok ke sana. Bukan ke tempat di mana parah ojol biasa menunggu.

Cinta bawa motor?

Ia terus memperhatikan gadis itu. Hingga matanya melebar saat menemukan jawabannya.

Di sana ada pemuda berkemeja biru dongker memberikan helm kepada Cinta. Pemuda berponi yang Candra kenal betul siapa.

Ngapain Ardi jemput Cinta? Baru gue diemin Cinta dua hari, udah ada aja pengganti gue.

Tidak mau kehilangan kesempatan, langkahnya dipercepat menuju dua orang itu.

"Mau ke mana?"

"Candra," kejut Cinta dengan tangan yang masih memasang helm.

"Bukan urusan lo," balas Ardi.

"Gue gak tanya sama lo," sinis Candra.

"Aku sama Ardi mau daftar kompetisi analisis kasus bidang manajemen operasional di pendopo," jawab Cinta.

"Kenapa gak ngajak gue?"

"Aku kira kamu masih marah, makanya aku gak berani ngajak," jawab Cinta pelan.

"Gue cuma marah, bukan musuhan sama lo," tegas Candra.

"Maaf."

"Kok lo yang minta maaf, sih, Cin?" tanya Ardi tak suka. "Dia yang nyolot, ya dia yang minta maaf. Lagian kalau dia butuh sama lomba ini, seharusnya dia yang baik-baikin elo."

Candra mendekat, menarik kerah Ardi dengan wajah marah. "Mau lo apa sebenernya? Nyari ribut sama gue?"

"Can! Jangan!" Cinta mendorong tubuh Candra hingga terlepas. "Kamu apa-apaan, sih? Jangan pakai kekerasan dong! Gak dewasa banget! Kalau mau ikut, ya, ayo ikut! Jangan bikin masalah."

Rahang Candra mengeras. Bukan kali ini ia dimarahi oleh gadis itu, tapi baru kali ini rasanya Cinta lebih membela Ardi, padahal jelas jika pemuda itu yang menyulut emosi Candra.

"Oke gue ikut," putus Candra. "Lo bareng gue aja ke pendopo."

"Enak aja, gue udah janjian sama Cinta, lo main nyerobot," sahut Ardi tak terima.

Pemuda itu menyebalkan. Rasanya Candra ingin melempar Ardi ke kutub utara, agar membeku dan tak mengganggu dirinya dan Cinta.

"Ardi bener. Kamu ikutin kita dari belakang, aku tunggu di depan univ," titah Cinta yang setuju dengan Ardi.

Mau tak mau, Candra harus mengalah. Ia pun mengangguk dan beranjak menuju parkiran mobil. Ardi terlalu memiliki banyak peluang,  pemuda itu tahu lebih banyak tentang Cinta daripada dirinya. Sekarang dugaan jika pemuda itu juga memiliki perasaan pada Cinta semakin menguat.

Seharusnya ia sadar sejak awal, mustahil gadis seperti Cinta tidak dikagumi orang. Pasti banyak, tetapi yang baru terdeteksi hanya Ardi.  Jika begitu bisa dipastikan, orang lain itu memiliki keambisan yang setara seperti Cinta dan Ardi. Lalu bagaimana dengan dirinya?

Just let it flow.

Benar kata Hendery, maka Candra akan mengikuti arusnya dan ia tidak akan memberikan cela bagi siapa pun, termasuk Ardi.

Untuk saat ini, tahan dulu rasa cemburunya. Jika tidak, Cinta pasti akan marah lagi.

"Oke, tarik napas, jangan cemburu," katanya seolah mengucapkan mantra saat sudah mengeluarkan mobil dan melihat Cinta duduk di belakang Ardi.

Tinnnnn!

Anjirlah, dibilang tahan cemburu tapi tangan gue gak singkron! rutuk Candra yang memencet klakson.

Tinnnn!

Tinnnn!

Tinnnn!

"Candra!" amuk Cinta yang menoleh.

Tinnnn!

Dengan wajah marah, Cinta turun dari motor Ardi. Gadis itu mengetuk kaca mobil di sebelah Candra.

"Buka kunci pintu sebelah!"

"Mau ngapain?"

"Aku bareng kamu aja, daripada kamu tantrum kayak orang gila."

Setelah itu Cinta memutari mobil, membuka pintu dan masuk.

"Cepet jalan, sebelum aku yang jadi tantrum!" titah Cinta melepas helm.

Bukannya panik, Candra malah tersenyum sendiri. Entah mengapa kejadian ini terasa lucu baginya. Tidak apa-apa dirinya disebut gila dan tantrum, yang penting Cinta naik mobilnya daripada bersama Ardi.

Lain kali, mungkin Candra bisa menggunakan cara ini pada Cinta. Meskipun akan dibilang tantrum.

"Jangan senyum-senyum! Ayo jalan."

"Siap nyonya!"

TBC

Shooting Star | Chenle [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang