CHAPTER 16: HARI DIMANA BADAI TELAH BERLALU

961 113 52
                                    

Angin sepoi-sepoi memainkan anak rambut Rebecca dengan usil. Ia memejamkan mata mencoba menikmati setiap belaian yang datang keseluruh sudut wajahnya. Angin lembut bercampur dengan sinar matahari pagi itu membuat hatinya terasa hangat.

Senyumnya terbit saat ia membuka mata. Kali ini, ia didepan Erena. Batu nisannya. Namun kali ini ia datang dengan hati yang lebih baik.

"Good morning, cantik", ucapnya lembut. Mawar putih yang sedari tadi ia peluk, ia letakkan diatas nisan Eren. Lalu senyum manisnya terbit.

"Hari ini apa kabar? Disana pasti seneng banget ya? Seperti biasa gue kangen banget sama lo", ucap Rebecca sembari melayangkan pandangan ke arah kaki bukit.

"...."

Pandangan Rebecca selalu tercuri oleh jejeran pohon pinus yang menjulang tinggi dikaki pegunungan sana. Sepi dan sunyi dan angin tampak berkuasa membuat puncak pohon bergoyang hilir mudik.

Selain kenakalan angin, burung-burung juga hinggap sesekali disana. Melemparkan pandangan kecil mereka pada ratusan nisan berjejer rapi di seluruh penjuru kaki gunung. Tempat yang pas untuk peristirahatan terakhir.

"Ren, ternyata kak Nana juga sakit", bisik Rebecca pelan. Seolah memang Erena akan mendengar ucapannya. Senyum kecutnya melintas di sudut bibirnya.

"Dulu gue pikir pergi dari kak Nana akan menyelesaikan semuanya. Tapi, ternyata gue membiarkan dia tenggelam lebih dalam"

"....."

"Kenapa ya Ren, gue selalu nyakitin orang yang sayang sama gue?"

"..."

"Lo juga pasti sakit karena gue ya?"

"..."

Rebecca menggigit bibirnya mencoba menenangkan diri. Ia mengusap pelan batu nisan bertuliskan nama manusia yang begitu ia rindukan.

"Sekali aja, tolong biarkan gue memeluk lo sekali lagi"

Hati bahagia yang tadi ia bawa kemari sudah hilang dibawa angin. Air mata pertama Rebecca jatuh dalam diam. Kerinduannya pada Eren sungguh membuatnya sesak.

Meski bertahun-tahun akan berlalu, sesak di dada tiap ingat Erena dan keinginan sederhana nya untuk menyentuh gadis itu kembali membuat nya gila. Sungguh membuatnya kehilangan akal sehat.

Kicauan burung seolah meledek Rebecca yang kini sibuk mengusap air matanya. Minidress bermotif bunga daisy dipadukan gardigan putih nya sudah tampak suram. Rambut panjang yang terurai milik gadis yang terisak itu cukup menyembunyikan wajah sendunya.

Chiko, laki-laki yang berdiri tak jauh dari sana tersenyum tak kalah sendu. Ia bersumpah akan melakukan apapun untuk membuat Rebecca hidup dengan lebih baik. Tapi satu-satunya yang gadis itu inginkan sekarang, hanyalah memeluk Erena.

Hal itu, tak bisa Chiko berikan meski ia akan berkorban nyawa. Tuhan memang sudah menyuratkan takdirnya begitu. Tak ada yang bisa ia lakukan sebagai hamba hina ini melawan kehendak sang Pencipta.

Tangannya gemetar memegang paperbag berisi kue coklat yang sudah tertulis nama Rebecca diatasnya. Hari ini ulang tahun gadis itu. Chiko menelepon nya sejak pagi namun entah dimana Rebecca meninggalkan handphonenya.

Satu-satunya tempat yang Chiko pikirkan adalah Erena. Tempat ini, seolah tempat pulang bagi Rebecca. Begitu pilu. Nisan Eren adalah rumah bagi Rebecca. Sama seperti sekarang. Gadis itu meringkuk dengan punggung bergetar dibatu nisan dingin itu.

---

"Koo.."

"Apaan?"

"Jika nanti gue ga disamping Rebecca, lo mau janji sesuatu ga?"

THESIS 2: CAN LOVE BE THE ANSWER?Where stories live. Discover now