EXTRA PART II

33.5K 2.8K 58
                                    

Happy Reading

~•~

"Kak, maukah Kak Rea makan bersamaku malam ini?"

Mendengar nada antusiasnya di telepon, Reane terkekeh. "Tentu saja!"

Namun, berikutnya, suara kesal datang. "Beraninya kamu mengajak istriku tanpa persetujuanku?!"

"Kak Rea … Kak Ray memarahiku," adu Arian dengan nada sedih.

"Berikan telepon padanya!" titah Reane cemberut.

Reane memutar mata jenuh dengan keposesifan Ray. Sudah berbulan-bulan berlalu semenjak dia sudah berdamai dengan Arian dan Ibunya, tapi Ray sangat enggan membiarkan mereka tinggal bersamanya. Jadi dia memberikan ibu dan anak itu rumah yang cukup mewah yang lengkap beserta pembantu atau pelayan-pelayannya.

Apa alasannya? Ray takut perhatian Reane teralihkan darinya jika ada orang lain yang tinggal di rumah mereka.

Tapi meskipun sangat sungkan, Arian dan Retna sama sekali tidak bisa menolak apa yang Ray berikan. Dia sangat mendominasi dan mudah membuat orang tertekan. Selain itu, Ray pernah berkata kepada mereka yang di mana perkataan itu tidak bisa menolak pemberian Ray lagi.

"Jantung yang diberikan Mario kepada istriku memang merupakan nyawa yang tidak bisa dibayar dengan materi, tapi yang hanya kumiliki saat ini hanya materi. Istriku hidup karenanya, dan aku hidup karena Istriku, jadi izinkan aku menghidupi kalian sebagai keluarga Mario dengan semua hartaku. Tolong jangan menolak lagi. Aku akan merasa berhutang dan bersalah seumur hidupku. Setidaknya aku akan memberikan apa yang aku bisa berikan."

Perkataan dalam yang sangat tulus itu membuat mereka terenyuh. Akhirnya mereka tinggal di rumah yang begitu mewah dan tak pernah kekurangan uang. Setelah Arian lulus sekolah menengah, dia dikuliahkan di Universitas terbaik di luar negeri, sembari itu, dia diajarkan banyak pelajaran tentang bisnis dan menempati perusahaan cabang Muel Old dalam waktu singkat.

Meskipun dia belum resmi menempati posisi itu, setidaknya Ray menjamin pekerjaannya.

Dua hari yang lalu, Arian kembali ke tanah negara ini karena adanya liburan semester. Dan mereka sudah berkumpul layaknya keluarga. Lalu malam ini, Reane menebak bahwa Arian sedang berada di perusahaan Ray. Mereka berdua yang awalnya tidak akrab, sekarang seperti kucing dan anjing yang kadang-kadang bertengkar perihal dirinya.

Seperti yang terjadi di telepon saat ini.

"Sayang … aku tidak memarahinya, aku hanya—"

"Kak Ray berbohong! Tadi kamu melototiku dan mengancamku untuk tidak banyak bicara!"

"Kapan aku melakukannya?! Dasar bocah! Kamu hanya bisa mengadu kepada Istriku!"

"Kak Rea! Kakak mendengar, bukan?! Dia memarahiku lagi!"

Reane menjauhkan telepon dari telinganya yang berdengung. Ia merasa sakit kepala mendengar pertengkaran mereka. 

Saat ini ia sedang berbelanja sendirian di sebuah supermarket yang hanya beberapa kilo dari rumahnya. Ia sama sekali tidak khawatir dengan putrinya, karena ia tahu Lea lebih menyukai belajar melukis dari pada ikut belanja dengannya.

Tapi yang ia pusingkan adalah dua orang diseberang telepon. Mendengar mereka masih berdebat, Reane geram dan akan berteriak memarahi mereka. Namun tiba-tiba dia membisu saat tak sengaja melihat orang yang dikenalnya. 

Mata Reane terbelakak. Mematikan telepon tanpa ragu, ia berteriak gemetar.  "Kak Robin!"

Pria yang tengah sibuk bekerja memikul beban berat itu langsung menoleh bingung.

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon