14. Saingan

Mulai dari awal
                                    

"Mas, tolong diselesaikan dulu registrasinya," tegur panitia di depannya, yang mendadak terdiam takut ketika Candra menatapnya dengan sinis.

Candra kembali menulis namanya dengan telinga yang memantau percakapan kedua orang di belakangnya.

"Gue kira lo gak ikut."

"Ikutlah, kamu kalau kasih info jangan suka dadakan. Sengaja banget kan biar aku ikut dengan persiapan minim," celetuk Cinta kesal lalu mendorong tubuh Ardi.

"Emang sengaja, tapi lo gak akan melewatkan kesempatan kayak gini, kan?" Ardi memasang wajah jenaka seraya menyisir poninya ke belakang dengan jari.

"Hahaha, hapal banget kayaknya sama kelakuanku."

"Jelaslah, gue gak mungkin lupa, apalagi sama kebiasaan lo."

Candra yang sedari tadi sudah selesai, memerhatikan keduanya dengan panas. Interaksi yang terlihat menyebalkan bagi Candra. Mungkin jika itu dilakukan oleh teman sekelas mereka, ia tak akan seperti ini. Ia tahu bagaimana teman kelasnya memandang Cinta, tetapi berbeda dengan pandangan pemuda di depan Cinta.

Pemuda itu jelas terlihat senang bertemu Cinta, bahkan terus-menerus berhasil menciptakan tawa pada senyum manis Cinta.

"Cin ...."

Seakan baru sadar dengan keberadaan Candra, Cinta berkata, "Oh ...  astaga! Ardi, ini Candra, partner aku."

Candra menatap tajam Ardi yang menaikan alis bingung, tetapi pemuda itu tetap menjabat tangan Candra.

"Candra."

"Ardi."

"Ganti partner? Biasanya gak sama yang ini," tanya Ardi setelah melepaskan jabatan.

"Dia sibuk, sekarang aku sama Candra."

Ardi mengangguk paham. Pemuda itu sangat jelas menangkap sinyal bahaya dari sorot Candra. Sambil terkekeh pemuda itu pamit pergi. Meninggalkan keduanya yang kini saling tatap.

"Siapa?"

"Ardi, kan udah kenalan tadi."

Candra memejamkan mata. Bukan itu maksudnya.

"Maksud gue, dia pacar lo? Atau gebetan lo?"

Cinta memiringkan kepala, lalu menoleh pada sosok Ardi yang berbicara dengan temannya tak jauh dari sana dan kembali melihat Candra.

"Dia kenalan aku. Kita saling share info tentang lomba. Sering ketemu juga, jadi akrab sampai sekarang."

"Lo kalau akrab sama orang sampai buat tos sandi gitu?"

"Oh itu, waktu itu kita lagi nungguin giliran presentasi. Karena gabut kita bikin tos itu, eh keterusan sampai sekarang," jawab Cinta masih santai, tetapi ia mulai sadar jika wajah tak bersahabat Candra terpampang jelas sedari tadi. "Kamu kenapa, sih?" tanya Cinta heran.

"Gue kaget aja, banyak yang kenal sama lo di sini," jawab Candra, padahal bukan itu yang membuat merenggut.

Memang sedari tadi banyak yang menyapa gadis itu, entah itu perempuan atau lelaki. Daripada di kampus, gadis itu terlihat memiliki banyak teman saat di tempat kompetisi.

"Mereka temen yang sering ikutan lomba. Jelas banyak yang kenal sama aku. Kamu baru kenal aku sebulan ini, kan, jadi kamu mungkin heran aku gak seterkenal ini di kampus."

Melihat ada ekspresi yang berbeda dari orang di depannya, gadis itu sedikit mendorong tubuh Candra yang sedikit membelakanginya. Ia ingin melihat dengan jelas, kenapa suara pemuda itu berubah sedikit ketus dengan tatapan tidak suka.

"Aku ada salah ya? Kedengerannya kamu kayak marah sama aku."

Merasa memang ada yang berubah dengan dirinya dan itu membuat Cinta sangat sadar, Candra menarik napas untuk kembali mengontrol diri.

"Gue gak marah. Ayo masuk, acaranya mau dimulai," ajak Candra yang berjalan lebih dulu. Cinta menatap pemuda itu aneh, kepalanya menggeleng dan akhirnya mengikuti dari belakang.

***

Tidak seperti yang Candra duga. Ia mengira pemuda bernama Ardi itu hanya teman akrab, tetapi tiba-tiba pemuda itu datang menghampiri mereka yang sedang beristirahat setelah melakukan debat melawan tim lain.

"Lo keren kayak biasanya," puji pemuda itu menyodorkan botol air.

Candra yang duduk di samping Cinta langsung mendongak, masih sama. Ia menatap tak suka pada pemuda itu.

"Airnya cuma satu? Gue gak dikasih?" tanya Candra sinis.

Cinta menoleh. "Kamu mau? Minum dulu gih," ujar gadis itu menyerahkan pada Candra.

"Enggak. Lo minum aja."

Seakan tak begitu memedulikan ketidaksukaan Candra padanya, pemuda itu malah duduk di samping Cinta. Mereka kembali mengobrol dan mengabaikan Candra.

Ruangan ini sudah sangat panas karena kipas angin hanya ada di pojok-pojok ruangan, ditambah dengan perlakuan Ardi yang terkesan sangat perhatian pada Cinta. Rasanya bukan hanya tubuhnya yang terbakar, tetapi hatinya juga.

Merasa gerah sendiri diabaikan, Candra bangkit dari duduknya. Sontak Cinta menoleh kaget saat pemuda itu tiba-tiba akan pergi.

"Mau ke mana, Can?"

"Sholat, pikiran gue panas. Mau mendinginkan pikiran," ketus Candra.

"Eh aku ikut!" Gadis itu ikut berdiri.

"Lo, kan, gak sholat, ngapain ikut? Mending temenin tuh temen lo." Tidak sampai mendengar balasan Cinta, Candra sudah pergi.

Ia akan keluar dari gedung putih ini. Lagipula jam istirahat lomba masih ada satu jam. Ia dan Cinta lolos ke babak selanjutnya. Jika Candra kembali debat dengan pikiran tidak tenang karena menahan cemburu, pasti ia tak bisa berpikir.

"Can! Aku ikut!" Cinta berlari menyusul. Mereka ada di tempat parkir, matahari ada di atas kepala dan sangat menyengat.

"Kenapa gak nemenin Ardi?" tanya Candra tak suka.

"Aku ke sini sama kamu, kalau kamu ke mana-mana ya harus ikut kamu," jawab gadis itu langsung memasang helm. Dia juga mendekat bersiap duduk.

"Jangan dulu," tahan Candra yang menduduki jok belakang milik Cinta yang panas. Setelah rasa panas mereda, baru Candra maju ke jok depan.

"Kamu ngapain?"

"Biar lo gak panas duduknya, ayo," ajak Candra.

Mulut Cinta terbuka, seolah terkagum dengan perlakuan Candra yang tak pernah ia prediksi sebelumnya. Ia bahkan tak memiliki pikiran untuk meredam panas seperti yang Candra lakukan.

"Nanti gue sholat, lo ngapain?" tanya Candra saat Cinta sudah naik.

"Jajan, di samping masjid ada jajanan."

Candra menyalakan motor, sebenarnya jarak antara masjid dan tempat lomba sangat dekat, sekitar 700 meter dengan berjalan. Namun, karena niat awal untuk menjernihkan kepala, Candra memilih naik motor dan membuat ia harus memutari alun-alun karena memiliki satu arus jalan.

"Can ... makasih."

"Buat?"

"Semuanya! Pokoknya makasih banget udah mau bantu aku, udah hadir di hidupku aku, semuanya ... makasih banget!!" teriak Cinta karena motor mereka sudah melaju.

"Bosen, makasih terus!"

"MAKASIH MAKASIH MAKASIH!" teriak Cinta sambil tertawa untuk mengerjai.

Candra terkekeh, suara Cinta langsung mengubah suasana hatinya yang awalnya panas kembali sejuk.

Pemuda itu melirik Cinta yang juga tersenyum dari spion. Ah ... manisnya.

TBC

Shooting Star | Chenle [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang