67-Pilihan Terbaik

543 40 10
                                    

"Kata siapa kamu boleh pergi?" sebuah suara kembali membuat mereka menoleh ke arah pintu.

Senja menatap mata Kakak pertamanya dengan intens. Walau terbesit rasa takut di dalam hatinya, namun ia berusaha untuk tegap dan membuat Kakaknya sadar bahwa ia serius dengan apa yang ia katakan.

"Kenapa? Apakah Kakak memiliki alasan yang masuk akal mengapa memintaku untuk tetap tinggal?" cerca Senja.

"Apakah seorang Kakak memerlukan alasan untuk tetap tinggal bersama adiknya sendiri?"

Abi dan Varent hanya diam, mereka baru pertama kali melihat sikap Aezar yang seperti ini. Sebab, Aezar yang mereka kenal adalah sosok yang selalu tenang dalam situasi apapun sehingga ini menjadi hal baru bagi mereka.

"Tidak perlu Kak, tapi apakah keluarga ini baik-baik saja ketika aku tetap di sini? Apakah semua akan seperti semula ketika aku pulang dari rumah sakit? Apakah Kakak bisa menjamim hal itu?"

Melihat Kakaknya yang hanya diam saja membuat Senja kembali berbicara. "Sepertinya tidak. Sekali lagi akan aku katakan bahwa aku ingin kembali ke rumah lamaku. Menurutku ini adalah pilihan terbaik untuk kita semua," ucap Senja dengan tenang.

Tapi tidak untukmu, sayang, batin Abi.

Entah kenapa Abi tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun untuk membantah perkataan Putrinya yang ingin pergi menjauh darinya. Lidahnya seakan kelu dan tidak dapat mengeluarkan suara. Tubuhnya terdiam kaku mendengar perkataan Senja.

Sudah beberapa hari terjadi semenjak hari itu, tanggal kepulangan Senja sudah berada di depan mata. Hanya menunggu matahari terbenam hingga mereka berpisah.

Tidak terasa waktu yang ingin Abi hindari tiba. Saat ini Senja sedang membereskan barang-barangnya ke dalam koper yang sudah disiapkan. Berat rasanya Abi harus merelakan Putri tunggal untuk tinggal sendirian. Tetapi ia tidak memiliki solusi lain dari permasalahan ini.

"Sudah, Sayang?"

Senja hanya mengangguk sebagai jawaban dan membiarkan bawahan Abi membawakan kopernya. Langkah demi langkah membawa Senja keluar dari rumah sakit yang penuh dengan cerita ini. Lega rasanya saat ia melihat lobi rumah sakit yang selama ini ia bayangkan.

Saat mobil sudah dijalankan perasaan Senja semakin tidak karuan, ia tahu bahwa keputusan ini berdasarkan keinginannya sendiri. Namun, ia juga tidak bisa membayangkan tinggal di rumah yang cukup besar itu seorang diri.

Di sisi lain mobil terus melaju hingga tiba di komplek perumahan yang sudah lama Senja tidak datangi. Sebuah komplek yang menemaninya sedari dirinya lahir bersama kenangan yang ia tinggalkan bersama Ibunya.

Gerbang rumah yang sangat familiar bagi Senja sudah berada di depan matanya. Saat gerbang itu terbuka bagaikan sebuah film yang diputar semua kenangannya bersama Ibunya sangat jelas di matanya. Hingga Senja merasa ingin menitihkan air mata.

Saat mobil benar-benar berhenti pikirannya berhenti pada saat Ibunya meninggalkannya. Kejadian itu terus berputar-putar di dalam kepalanya. Bagaimana hancurnya dirinya ketika ditinggalkan oleh orang terkasihnya.

"Senja!" panggil Abi membuat Senja tersentak, dengan cepat ia mengendalikan wajahnya dan segera keluar mobil.

Matanya menatap rumah yang rasanya sudah lama ia tinggalkan. Entah rasanya ada hati yang kosong saat menatap rumah yang penuh kenangan itu.

Secara perlahan Abi menarik tangannya Senja untuk masuk ke dalam. Pintu pun terbuka membuat Senja melihat pemandangan yang sudah tidak asing baginya.

Tidak ada yang berubah sejak ia meninggalkan rumah ini, hanya satu yang berbeda dimana sudah tidak ada Ibunya yang akan menemaninya kembali.

"Ayah, aku ke atas dulu ya," celetuk Senja seraya berjalan menuju kamarnya.

Langkah Senja terdengar dengan jelas membuatnya semakin terlihat bahwa tidak ada suara selain itu. Abi masih terdiam di tempat tanpa melangkah kakinya dan hanya menatap Senja yang semakin menajuh dari pandangannya.

"Dad, kenapa berdiri terus," celetuk seorang pemuda yang masih mengenakan seragam.

"Varent, eh ... Athaya, udah lama ya nggak ketemu," sahut Abi ketika melihat dua remaja laki-laki yang beranjak dewasa itu.

"Iya Om."

"Mari-mari masuk, nggak enak di depan pintu terus," titah Abi seraya berjalan menuju sofa.

"Jadi, kenapa kalian udah pulang?"

Baik Varent maupun Athaya hanya diam seribu bahasa, tanpa ada yang berani menjawab. Walaupun Abi berbicara dengan santai, tetapi mereka jelas tahu bagaimana ketika tidak sedang bercanda.

"Kalian bolos les? Daddy tahu semua jadwal les kalian ya dan seharusnya kalian baru kembali jam makan malam nanti, kenapa kalian sudah pulang?" tanya Abi kembali.

Pasalnya bimbingan yang mereka ikuti adalah bimbingan yang hampir mirip seperti sekolah, dimana ada jam masuk dan jam pulang yang tertata rapi. Jadi, jam pulang mereka sudah pasti.

"Maaf Dad, lain kali nggak kaya gitu lagi. Aku udah terlanjur pengin ketemu sama Senja. Lagipula materinya aku udah paham kok Dad," ucap Varent berusaha membela diri.

Abi pun hanya mampu menghela napas berat. Bagaimana bisa Varent yang seperti ini lolos kedokteran dengan jalur undangan. Sudah begitu Vaerent jusru tidak mengambilnya dan malah memilih arsitektur.

"Jangan diulangi ya, udah sana ke atas Senja mungkin lagi istirahat, Daddy mau mandi dulu," ucap Abi sebelum meninggalkan keduanya.

Tanpa banyak bicara keduanya berjalan menuju kamar Senja yang berada di lantai 2. "Rent, lo pernah bayangin tinggal di rumah ini sendirian?" celetuk Athaya yang membuat Varent menoleh ke arahnya.

"Nggak, kenapa emangnya?" jawab Varent dengan ragu.

"Kan lo tau, kalo Senja pindah ke rumah ini bukannya dia bakal sendirian? Gue kalo jadi cewek sih nggak mau ya, bayangin tinggal di rumah yang cukup besar gini pasti sepi," jelas Athaya yang menusuk hati Varent.

Iya sih, gue kalo cewek juga pasti nggak mau, batin Varent setuju.

"Tapi kalo lo sendiri mau kan?" sahut Varent mencoba memecahkan suasana.

"Jelaslah, siapa yang nggak mau di saat lo bisa ngajak cewek masuk rumah," jawab Athaya dengan semangat. Varent hanya menatap sahabatnya jijik. Ia sudah sangat mengetahui apa yng dipikirkan oleh Athaya.

Varent mulai mengetuk kamar Senja, "Senja, ini Abang!" seru Varent.

"Iya, sebentar!" sahut Senja dari dalam.

Tidak lama setelah itu pintu terbuka dan tampak Senja dengan muka bantalnya. "Kenapa Bang?"  ucapnya sambil menguap.

"Di tutup, cantik," ucap Varent melihat adiknya menguap. Ia pun masuk diikuti Senja dan Athaya.

Mereka bertiga duduk di balkon Senja menikmati langit yang semakin menggelap, membuat bintang semakin terlihat. Ketiganya hanya diam dan menikmati suasana malam itu yang entah kenapa sangat damai.

"Senja, kamu mulai sekolah kapan?" tanya Athaya memecahkan keheningan.

"Mungkin lusa atau minggu depan, besok kan hari kamis juga. Lagipula masih banyak yang harus aku persiapin," jawab Senja.

"Iya, kamu nggak perlu buru-buru, mending langsung minggu depan aja. Kamu kan masih perlu istirahat sebelum beraktifitas normal lagi," sahut Varent menambahkan.

"Senja, aku boleh tanya sesuatu nggak?" ucap Athaya lagi.

Senja hanya mengangguk penasaran. "Kamu nggak papa?"





























Ya ampun akhirnya bisa lanjut satu cahpter lagi😭
Thank you banget yang udah sabar menunggu😭🙏
Semoga bisa rutin ya ... Aamiinn
Jangan lupa Vote N Komen dan baca cerita Arissa yang lain😊🫰
👇👇👇👇👇

Senja " Di Siang Hari " حيث تعيش القصص. اكتشف الآن