62-Jenguk

437 37 3
                                    

Bang, Lo tau kan kalau semua ini ada sangkut pautnya sama kejadian 16 tahun lalu?" Aezar yang mendengar pertanyaan adiknya pun sontak menatap dengan serius.

"Iya kan, Bang?"

"Bang, lo kok diem aja!" tuntut Varent yang sudah terlewat penasaran itu.

"Tidak ada Varent," celetuk seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

"Daddy?" ucap Varent melihat Abi yang masuk masih dengan setelah jasnya. Ia menatap tidak percaya pada Pamannya itu, namun hanya direspon diam oleh Abi.

Varent yang mendapat respon itu pun mau tidak mau hanya diam tanpa mampu bertanya kembali. Walau tidak mendapat jawaban pasti dari Abi ataupun Aezar, Varent yakin kejadian semua ini ada sangkut pautnya dengan kejadian 16 tahun lalu.

"Owh iya, Putri Ayah ini sudah makan belum?" tanya Abi seraya mendekat ke arah brankar.

"Udah tadi sama Kak Aezar," jawab Senja dengan mata masih fokus pada layar televisi.

Abi yang melihat kelakuan Putrinya pun hanya mampu menggeleng-geleng kepalanya. Aezar yang sedari tadi menatap keduanya pun dengan sigap mematikan televisi membuat Senja menatap ke arah Ayahnya.

"Maaf ya Ayah, tadi Senja udah makan sama Kak Aezar," ucap Senja mengulangi perkataanya. Karena ia sangat memahami maksud dari tindakan Aezar.

Varent yang melihat itu pun hanya mampu terkekeh kecil. Abi dengan gemas memeluk Putri kecilnya. Setelah melihat itu, Aezar kembali melanjutkan pekerjaanya tanpa menyalakan televisi kembali.

Melihat televisi yang masih mati pun membuat Senja mendengus kesal. "Yah, boleh minta Handphone Senja nggak? Sebentar aja?" ucap Senja dengan wajah memelas.

"Tidak!"

Bukan Abi yang menjawab melainkan Aezar yang matanya masih fokus pada layar laptopnya. "Tapi Kak, aku perlu tahu apa aja tugas aku, boleh ya?" rayu Senja dengan sekuat tenaga.

"Boleh kok," jawab Abi sebelum Aezar kembali membuka suaranya.

"Ini dia, tapi jangan lama-lama ya. Lagi pula para guru di sekolah kamu juga udah tahu bahwa kamu masih sakit," ucap Abi dengan tangan yang merapikan rambut Putrinya.

"Iya, makasih ya Ayah."

Dengan semangat Senja membuka Aplikasi chat miliknya. Banyak sekali notifikasi bermunculam terutama Raina yang teru mengirim pesan untuk memastikan apakah Senja sudah memegang ponselnya.

Senja pun membuka pesan Raina yang mengirim pesan mengenai tugas pada hari ini. Senja juga melihat semua tugas yang dikirim Raina dari teman satu kelasnya.

"Yah, Senja kapan boleh pulang sih? Tugas Senja udah banyak banget!" tanya Senja dengan sang Ayah yang masih berada di sampingnya.

"Sabar ya, kalau kamu membaik pasti boleh pulang. Lagian kamu baru mulai terapi kan, kalau kamu penasaran nanti kamu tanya sama Dokternya kalau kamu nggak percaya sama Ayah," jelas Abi agar Putrinya mengerti.

Sebenarnya Senja sudah bisa pulang lusa nanti, tapi melihat kondisi di rumah membuat Abi tak ingin Putri dan istrinya kembali ke rumah dengan cepat.

"Owh iya, Ayah mau keluar sebentar ya!"

Abi mengode Aezar dan direspon sebuah anggukan. Sebenarnya Aezar sudah tahu bahwa Ayahnya ingin melihat kondisi Ibunya yang berada di ruangan yang berbeda. Sebenarnya hari ini ia juga ingin menjenguk Ibunya itu.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam!" jawab semua yang berada di dalam seraya melihat siapa yang masuk.

"Gara, Mami?" ucap Aezar melihat Gara dam Dena masuk bersamaan.

Varent yang melihat Ibunya datang pun segera bangun dan menuntun Ibunya ke sofa. "Mami, kenapa ke sini?"

"Loh, Mami nggak boleh ke sini?" tanya Dena dengan santai yang justru membuat Varent panik.

"Bukan gitu, kan biasanya Mami lebih suka sama kegiatan Mami itu."

"Nggak kok, Mami emang lagi pengin lihat kondisi Senja aja. Nggak ada alasan lain, iya kan Gara?"

"Iya, lagian gue juga udah dari kemaren lusa belum ke sini kan, jadi sekalian aja," sahut Gara yang sedari tadi terdiam.

"Gimana kondisi kamu?"

"Sudah baik," jawab Senja dengan canggung. Entah bagaimana dia harus memanggilnya

"Syukurlah, ya udah Mami mau pulang dulu ya. Barangkali Senja juga mau istirahat, maaf ya Mami ganggu," ucap Dena yang hanya direspom dengan anggukan kecil oleh Senja.

"Varent anter ya Mi, sekalian mau tidur sebentar di rumah." Dena pun hanya mengangguk dan berjalan menuju pintu.

Setelah Dena keluar hanya keheningan yang tersisa. Aezar masih saja sibuk dengan pekerjaan yang tiada habisnya. Sedangkam Gara sibuk dengan ponselnya.

Senja yang sudah seminggu terjebak di ruang rumah sakit ini, bingung harus melakukan apa. Semua hal yang bisa ia lakukan sudah Senja lakukan berkali-kali. Bahkan dengan menonton film yang sangat ia sukai.

Akhirnya Senja memilih untuk memejamkan matanya, karena ia sudah bingung ingin melakukan apa. Handphone yang sebelumnya diberikan padanya pun ia terus di nakas samping brankarnya.

Sementara itu Varent dan Dena berjalan menuju mobil milik Varent yang terpakir di dekat pintu masuk rumah sakit. "Mami, setelah ini mau langsung pulang?"

"Iya, Ada yang mau Mami bicarain sama Papi kamu," jawab Dena seraya masuk ke dalam mobil.

Varent pun melajukan mobilnya menuju rumah megah mereka. Setelah memasuki komplek perumahan entah kenapa perasaan Varent tidak enak.

Perasaan tidak nyaman kembali menyeruak di dalam hatinya. Entah sejak kapan perasaan ini hinggap di dadanya yang pasti jika tidak mengetahui penyebabnya, bisa-bisa Varent tidak betah berada di rumahnya sendiri.

Sesampainya di rumah Dena keluar dan berjalan menuju kamar pribadinya. Melihat Ibunya yang sudah masuk ke dalam kamar pun membuat Varent ingin segera menuju kamarnya untuk mengistirahatkan tubunya.

Setelah berganti pakaian yang nyaman Varent memejamkan mata yang sudah tidak tahan untuk terbuka itu. Tidur Varent terganggu oleh sebuah suara samar-samar dari balik kamarnya.

Varent yang tidak tahan dengan suara itu pun, beranjak dari kamarnya menuju ke lorong samping kamarnya. Semakin mendekat ke sumber suara sebuah suara yang sangat tidak asing terdemgar oleh telinganya.

"Apa Masih belum cukup?"

"Kamu mau ngulangin hal sama lagi iya?"

Saat sudah berada di balik lorong, Varent menengokkan sedikit kepalanya dan melihat dua sosok yang amat ia kenali itu. Keduanya tampa cekcok tiada henti.

Kata demi kata dilontarkan dengam sarkas, namun bukan itu yang mampu membuat Varent terkejut. Sebuah kalimat yang bisa saja menjadi petunjuk dari rasa penasarannya.

Kalimat yang mampu membuat sebuah retakan kecil menjadi retakan yang mampu menghancurkan. Kalimat itu dilontarkan oleh seorang yang sudah merawatnya sedari dulu.

Kata-kata yang menurut Varent sangat tidak pantas dilontarkan olehnya. Tetapi seakan kalimay itu seperto hal biasa bagi dirinya. Ia tampak tidak terkejut ketika lawan bicaranya mengatakan hal tersebut.

"Memang, sangat-sangat kurang. Buktinya kamu masih belum bisa melampaui kekayaannya kan?"


























Bisa update lagi, semoga sampe tamat ya🥹

Bismillah ....

Jangan lupa Vote N Komen dan baca story Arissa yang lain.
👇👇👇👇

Senja " Di Siang Hari " Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin