26. Twenty-six

826 41 4
                                    

"kau lahir dari rahim wanita monster sepertiku, kita tak pantas menggenggam perasaan cinta, apalagi sampai ingin untuk dicintai,"

-Jennifer-

Daisy langsung menahan napas begitu Kalvin kembali muncul tiba-tiba dan  rasanya ia sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya bernapas, apalagi tepat ketika matanya bertemu dengan mata lelaki itu. Mata Kalvin yang biasanya mudah terbaca, sekarang tampak sulit diartikan. Daisy tak bisa lagi mencegah untuk dirinya tidak merasa takut, teringat bahwa kalvin tidak pernah bersikap lembut terhadapnya sama sekali, dan sekarang tidak terlihat lembut sedikit pun.

Kalvin memasuki kamar dan menutup pintu di belakangnya, memutar kunci yang berada di bawah gagang pintu tanpa melepaskan pandangannya dari Daisy sedetik pun. Suara langkah kaki serentak bersama wajah pucat pasi Daisy yang kian ketara.

Daisy memejamkan mata, degupan jantung berdebar ketakutan kala tanpa izin Kalvin langsung mencium keningnya dalam waktu tiga puluh detik. Usai itu, Kalvin duduk di bibir kasur mengusap punggung tangannya yang masih terpasang infus, atensinya masih tetap sama, memperhatikannya dalam-dalam.

"Ada hal penting yang ingin aku bicarakan,"

Daisy terkesiap, suara berat yang telah empat hari belakangan ini menghilang, kembali terdengar bersama pemiliknya yang semakin runyam nan mengerikan. Daisy pura-pura tersenyum tipis, sangat amat tipis lalu menimpali ucapan Kalvin, "Hal penting apa?"

Anehnya justru Kalvin malah menutup mulut rapat-rapat dan mengalihkan pandangan, sungguh hanya untuk sekedar menegur pun Daisy merasa takut sehingga Daisy ikut terdiam, lama ia menatap Kalvin menunggu kelanjutan ucapannya. Daisy tersentak begitu Kalvin memandangnya, ditambah tangan berotot yang secara tiba-tiba berpindah mengelus rahangnya yang masih terdapat memar biru akibat kekerasan waktu itu.

"Diluar ada Jennifer, dia ingin berbicara denganmu,"

Seketika Daisy menggeleng sampai tak sadar menggenggam tangan Kalvin. Lelaki itu mencoba menenangkan dengan memberikan pelukan pada Daisy, dada Kalvin yang bidang meneduhkan kegelisahan, "Kamu tidak akan terluka, wanita itu tidak akan menyentuhmu sehelai rambut pun, Daisy,"

"Tidak ada yang tahu, bagaimana kalau aku salah bicara dan dia langsung membunuh aku," suara terendam itu terdengar lucu ditelinga Kalvin. "Itu tidak akan mungkin terjadi." Kekehan ringan yang keluar membius Daisy dalam sekejap. Sudah lama rasanya tak mendengar suara tawa Kalvin, kali ini sangat singkat lelaki itu tertawa.

"Sangat manis,"

Kalvin menyunggingkan senyumnya. "Apa kamu sadar apa yang sudah kamu katakan itu, Daisy?" Sekejap Daisy mengalihkan perhatian ke lain arah. Kalvin tak merespon apapun lagi, dia mengira selama empat hari memberi waktu, tak mengunjungi dan menggangu akan mempercepat pemulihan, ternyata keadaan Daisy masih sama lemahnya.

"Lupakan." Kalvin berdiri berniat keluar kamar, tapi tercegah oleh suara Daisy, "Kalvin, apa kamu marah?"

"Tidak,"

"Bohong, jelas-jelas kamu marah."

Suara pintu tertutup menarik atensi Daisy, meremas selimutnya dengan perasaan aneh yang menjalar. "Apa hanya ini hal penting yang ingin Kalvin katakan, apa tidak ada yang lain seperti kata maaf. Aku masih belum terbiasa dan selalu mengharapkan kalimat meminta maaf keluar dari mulutnya. Apa dia benar-benar tidak punya rasa empati dan kemanusiaan?"

Jennifer memperhatikan putranya. Kalvin memasuki ruangan seorang diri, lalu di mana gadis itu, tujuan Jennifer kesini untuk berjumpa dengan gadis bernama Daisy Valasco, mainan kesayangan putranya. "Mengapa tidak memaksanya? Paksalah seperti biasanya, seret bila perlu. Bukankah kamu ahli dalam hal itu?" Jennifer bisa lebih liar berkali-kali lipat jika memasuki perbincangan tanpa adanya Ellon, suaminya.

LIFE WITH KALVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang