13. Thirteen

3.7K 240 25
                                    

"Bebaskan aku, jangan buat aku lebih menderita lagi."

-Daisy-

Pandangan mata Daisy bertaut dengan lelaki berpawakan tinggi semampai yang berdiri diam di tempat. Waktu kedamaian telah usai Daisy dapatkan, kini badai kembali datang. Gadis itu berpikir, siapa yang sedang di lihatnya sekarang, pembunuh orang tuanya atau manusia tak berhati yang menyeretnya ke dalam dunia gelap.

Kalvin berjalan menuju ke arahnya, wajah datar mengeras serta tatapan bak tombak yang di hujamkan ke hati Daisy menimbulkan kesesakan tak kasat mata. Alangkah terkejutnya Daisy ketika berbalik hendak menghindari lelaki itu, malah mendapat tarikan di lengan kirinya.

"Aku hampir membunuh Daddy karena sudah melarangku untuk menemuimu," beritahu Kalvin. Memejamkan mata dengan kening yang saling menyatu, suara lelaki itu bahkan tersirat kekesalan mendalam.

"Kamu tumbuh dari dalam diriku dari hari ke hari, Daisy. Bagaimana mungkin aku sanggup meninggalkanmu. Kamu adalah bagian dari diriku." Mendengar kalimat itu Daisy menghela napas lirih, dia menarik tubuhnya, memberi ruang di antara keduanya. Kalvin membuka mata, menatap Daisy dingin.

Gadis itu menggeleng, membuat satu alis Kalvin terangkat. "Pilihan Daddy kamu benar, karena aku orang asing bagi dunia kamu." Tutur Daisy datar lalu meninggalkan Kalvin.

Jadi ini alasan di balik tidak kembalinya Kalvin ke rumah selama enam hari. Daisy duduk di bibir kasur, memijat pangkal hidungnya. Jangan harap Kalvin mendapat balasan cintanya, sebab sampai kapanpun perasaan benci ini tak akan pernah menjadi cinta. Tak ada seorang anak yang mencintai sang pembunuh orang tuanya.

Suara derap langkah kaki terdengar. Daisy berdiri dari duduknya. "Ada apa?" Tanya Daisy. Ia pikir ada yang mau Kalvin bicarakan, karena itu Kalvin ke kamarnya. Ternyata salah, Kalvin datang hanya untuk tidur. Dari wajahnya, lelaki itu tampak terlihat lebih lelah dari biasanya.

"Tetaplah di sini." Seakan tahu bahwa Daisy akan keluar, lelaki itu bersuara yang mengakibatkan Daisy terdiam sejenak. Di lihatnya Kalvin, mata lelaki itu masih tertutup. "Aku tak menyuruhmu tidur di sisiku, aku hanya minta tetap diam di kamar." Lanjut Kalvin. Mau tak mau Daisy menurut, duduk bersandar di salah satu sofa dengan pikiran berkelana.

"Kamu selalu berjalan dengan pengawal, terlihat angkuh dan mengerikan," Kalvin membuka mata menunggu kelanjutan kalimat Daisy. "Tapi aku tak percaya bahwa kamu lebih mengerikan dari yang aku bayangkan." Detik itu Kalvin merubah posisinya menjadi duduk. Memandang Daisy serius begitupun sebaliknya.

"Bebaskan aku, jangan buat aku lebih menderita lagi." Rahang Kalvin mengeras, ini kalimat intinya. Daisy mencoba meminta pada Kalvin membuka tempurung yang dirinya buat.

"Kamu sendirilah yang memaksaku untuk memberikan penderitaan itu karena kamu selalu meremehkanku." Jawaban Kalvin mengundang gemuruh dalam dada. Selalu saja begitu, tak mau kalah dan tak ingin di salahkan.

"Kembali ke tempatmu." Tegas Kalvin tatkala Daisy beranjak dari duduknya. Sementara gadis itu memandang Kalvin sesaat kemudian melangkah.

Klikk..

Kaki Daisy refleks berhenti. Kalvin tersenyum miring. "Bagus, Pistol memudahkanku untuk melumpuhkan pergerakanmu." Kata Kalvin sambil berjalan menuju Daisy.

Begitu bersitatap, Kalvin kembali memasukan pistol ke dalam saku celana. Di pandangnya Daisy lekat-lekat. Kening Kalvin berkerut, jemarinya terjulur, menyentuh pipi Daisy. Kalvin terlat menyadarinya. "Siapa yang berani menamparmu?"

LIFE WITH KALVINWhere stories live. Discover now