24. Twenty four

772 45 24
                                    

"Kamu sudah menjadi boneka aku sepenuhnya. Apa yang aku ucapkan sudah sepatutnya kamu patuhi, sekalipun kamu tidak menyukainya."

-Kalvin-

"Aku harap pelukanmu bisa terus menjadi tempatku bersandar untuk seterusnya."

"Entah mengapa kali ini aku merasa kalah. Rasanya aku ingin mengganti kebahagiaan yang telah aku rusak, dengan cara menjagamu selama sisa hidupku. Dari banyaknya korban, entah mengapa hanya kamu, Daisy."

Suara itu terus saja berputar, bagaikan alunan musik rusak, yang memekikkan telinga. Ekspresi menjiwai, sapuan halus, serta tatapan menghanyutkan, tersimpan rapi dan jelas, bahkan sulit untuk Daisy singkirkan dari pikirannya.

Kalvin yang tidak punya hati nurani, memberi perlakuan baik dan kalimat manis terasa asing bagi diri Daisy untuk menerimanya. "Tipu dayamu benar-benar luar biasa, Kalvin." Daisy menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur, kemudian menatap langit-langit kamar yang membentang luas. Eye contact yang terjadi beberapa menit lalu membawanya melambung jauh. Untuk sesaat Daisy lupa bahwa Kalvin adalah seorang pembunuh berdarah dingin

Bunyi pintu terkunci dari dalam, masuk ke indra pendengaran Daisy dengan lembut. Daisy terkesiap, bangun dari tidurnya, lalu pandangan mata refleks melesat ke arah pintu kamar. Terdapat Kalvin, shirtless, memperlihatkan jelas bentuk tubuh dan memamerkan luka-luka yang terbalut oleh perban, rapi.

"Malam ini aku tidur di sini," dengan pesona yang tidak bisa di mengerti, Kalvin berucap santai, dan tanpa banyak bicara lagi, lelaki itu berbaring terlentang, mengacuhkan tatapan setajam pisau milik Daisy. "Itu tidak ada dalam perjanjian." Desis Daisy. Tangan di sampingnya itu diam-diam mengepal, erat.

Momen di mana Daisy mau mengobati Kalvin itu tidak terjadi begitu saja, tidak seperti sebelumnya.

Beberapa jam yang lalu..

Bau anyir yang berasal dari seorang lelaki berpawakan tinggi, dengan wajah dingin tak tertolong bersama tatapan matanya yang mengikat, membuat Daisy diam membeku. Hembusan deru napas milik lelaki itu menyapa di telinga dengan mengerikan. Mengayunkan kaki tegas, gestur berjalan yang angkuh disertai darah yang menghiasi baju berwarna putih, Kalvin terlihat berkharisma dan mengerikan di waktu yang bersamaan

"Malam ini aku tidak akan mengganggumu, kalau kamu mau mengobatiku." Penuturan to the points, mengartikan kesabaran Kalvin telah habis sehingga basa basi yang biasanya digunakan, untuk kali ini tidak berlaku.

Rasanya Daisy memang tak memiliki pilihan lain, selain menganggukkan kepala.

Kalvin berjalan mendahuluinya. Bangunan rumah megah. Banyaknya lorong panjang disertai pintu-pintu berdiri gagah. Suasana malam dengan pencahayaan yang tidak seberapa, hanya diterangi oleh beberapa lampu. Daisy berjalan di atas keheningan malam dengan perasaan campur aduk. Kalvin yang biasanya bercelatuk, kini hanya diam membisu.

"Lukanya cukup parah, tapi masih bisa berjalan tegak seperti itu, apa dia benar-benar manusia?" Gumam Daisy yang berjalan di belakang Kalvin.

Situasi saat ini..

Kalvin mengubah posisinya menjadi miring dan tangan kanan sebagai tumpuan kepala. Sementara Daisy enggan beranjak dari tempatnya, raut sengit setia terpasang. "Kemari." Tangan Kalvin menepuk-nepuk bagian kosong di samping dalam arti mengajak Daisy untuk berbaring di sisinya. "Tidak ada gunanya amarahmu di keluarkan, kunci mulutmu dan kemarilah," lanjutnya memaksa.

LIFE WITH KALVINحيث تعيش القصص. اكتشف الآن