"Ya ... lo datenginlah," jawab Hendery asal.

Candra menunduk lesu, kemudian menidurkan kepala ke meja panjang itu sambil memperhatikan buliran air yang ada di gelas jus jeruk Hendery.

Di saat seperti ini, ia ingin sifat pasrahnya muncul.

"Apa, sih, yang lo suka dari dia? Gue cuma denger lo peduli, kasian, gak tega sama dia. Gue gak pernah denger lo bilang dia cantik, pinter, atau atraktif. Atau jangan-jangan lo dipelet?" terka Hendery kini jadi sedikit  memundurkan badan merasa  ngeri, padahal dia sendiri yang mengatakan.

"Can, jawab woy!" geram Hendery karena diabaikan.

"Tauk!" jawab Candra galak.

"Masa lo gak tau? Gak ada yang spesial dari dia?"

"Dibilang gak tau ya gak tau!" teriak Candra muak. Wajahnya garang, menatap Hendery tajam.

Namun, pemuda yang ia tatap kini sedang menunjuk sesuatu ke arah belakangnya dan menyuruhnya utuk melihat. Dengan kening mengerut masih kesal, Candra menoleh.

"Can ...."

Matanya melebar seketika. Senyum manis yang terlihat canggung dari wajah gadis yang menyapanya itu, kini berhasil membuatnya membeku.

Can ... jangan bengong, bego! umpat Hendery dalam hati sambil tersenyum ramah pada gadis di hadapan mereka.

"Candra," panggil gadis itu sekali lagi dan berhasil mengerjapkan mata Candra untuk sadar.

"Ya ... ya?"

Hendery menggeleng merasa malu dengan tingkah bodoh dan lemot Candra saat ini.

"Boleh aku gabung? Ada sesuatu yang mau aku bicarin sama kamu."

"Boleh, boleh, atau lo mau gue pergi dulu? Biar enak ngobrolnya sama Candra," tanya Hendery mulai bersiap merapikan barang.

"Enggak apa-apa, kok, kamu di sini aja," jawab Cinta mulai duduk di samping Candra. " Aku cuma mau ngobrol sebentar sama Candra."

Hendery mengangguk, ia kemudian mengaduk-aduk jusnya dengan sedotan.

Suara nih cewek lembut amat ya? Atau ini yang buat Candra suka? Gue dengernya adem, batin Hendery.

Sementara Candra mulai menguasai diri. Ia sadar tadi sudah mempermalukan diri, tetapi setelah ini ia jamin hanya kewarasan yang ada di dalam otaknya.

"Sebelum lo ngomong, gue mau ngomong duluan," ujar Candra yang kini dengan terang-terangan memegang tangan Cinta takut gadis itu tiba-tiba melarikan diri. "Ini tentang taruhan."

"Oh itu, lupain aja. Anggap kamu sama aku gak pernah bahas itu," balas Cinta enteng sembari melepas tangannya dari cekalan Candra.

Hah?

Lupain?

Gitu aja?

KALAU LO BISA LUPAIN GITU AJA, KENAPA GUE HARUS MIKIRIN ITU TIAP HARI?

"Gue mau jelasin dulu," kata pemuda itu dengan nada memaksa.

"Gak usah, apa yang mau aku bicarain sama kamu lebih penting dari itu." Wajah Cinta terlampau tenang, padahal gadis itu selalu terkejut ketika mereka tak sengaja bertemu dan berakhir menghindari.

Candra jadi menerka-nerka, apa sebenarnya yang Cinta pikirkan? Bagaimana perasaan gadis itu setelah mereka berpisah secara canggung waktu itu?

Ia mencoba menerawang, tetapi wajah gadis itu tak memberikan jawaban apa pun. Padahal seharusnya ada rasa malu karena gadis itu sudah menuduh Candra.

Seharusnya begitu, tetapi ini ....

Cinta tersenyum.

"Can, kata Pak Edi ayahmu punya usaha yang bergerak di bidang jajanan tradisional, emang bener?"

"Kenapa?"

"Kalau bener ... bagus. Jadi aku lagi ikut lomba bikin essay, temanya Maju Menuju Indonesia Emas 2045 Dengan UMKM Lokal. Pak Edi kasih saran ke aku jadiin ayah kamu sebagai narasumber daripada aku cari-cari artikel sebagai referensi. Menurut kamu, kira-kira ayahmu bersedia gak ya aku jadiin narasumber?"

Candra menatap datar Cinta. Sekarang ia menemukan alasan yang tepat tentang kehadiran gadis itu saat ini di depannya.

Oh ... jadi ini yang ngebuat lo ngebuang rasa malu lo, Cin?

Kemudian Candra tersenyum. "Gue bisa atur itu."

Tercetak wajah bahagia merekah pada gadis itu, spontan Cinta menggenggam tangan Candra dengan kedua tangannya. "Makasih, Can ... makasih banget," ujarnya antusias.

Candra mengangguk, ia masih mempertahankan senyuman. Mungkin kali ini Cinta datang karena gadis itu membutuhkan Candra.

Tidak apa-apa, lain kali Candra akan membuat gadis itu datang berkali-kali, seolah tak bisa lepas darinya. Berani sekali gadis itu datang tiba-tiba dan kembali membombardirkan perasaannya hanya dengan sebuah senyuman.

Candra tidak akan diam, ia akan membalas.

"Kalau gitu aku pergi dulu ya, makasih sekali lagi," ucap Cinta sekaligus pamit, gadis  itu pergi setelah mendapatkan anggukan dari mereka.

"Can ...," panggil Hendery yang langsung ditoleh.

"Lo kalau jatuh cinta kaya orang bego, apa gak kram lo senyum-senyum terus padahal tuh cewek udah ilang dari sini? Yang lo senyumin tuh apanya? Jejak kakinya?"

Senyuman Candra langsung hilang, berganti dengan tatapan sinis lalu lemparan kentang goreng pada pemuda itu. "Sialan!"

"Hahahahaha."

TBC

Terima kasih sudah membaca, salam hangat, Ice Coke 🐱

Shooting Star | Chenle [TAMAT]Where stories live. Discover now