CHAPTER 40

16.2K 1K 16
                                    

Semenjak Sera sudah dinyatakan sehat total oleh Ardan. Entah mengapa, suasana di mansion terasa hangat. Hari itu, cahaya matahari menerobos masuk melalui jendela-jendela yang tinggi. Sera dan Ardan dengan langkah ringan berjalan di sepanjang koridor.

Di sepanjang perjalanan, mereka pun bertemu dengan para pelayan yang berkerja di mansion tersebut. Tak hanya sekali atau dua kali. Namun, berulang kali mereka bertemu dengan para pelayan yang mengukir senyum tipis di wajah mereka saat melihat Sera dan Ardan.

Bahkan para pelayan tersebut tak sengaja mendengar suara tawa ringan dan melihat mata mereka yang bertatap satu sama lain. Karena hal itu mulai terbersit di benak mereka bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekedar pertemanan biasa antara Sera dan Ardan.

"Ah, aku bosan." Keluh Sera sembari menyandarkan tubuh pada tembok pembatas.

Dari kejauhan matanya bisa melihat pemandangan kehidupan di luar mansion itu. Seketika terbesit rasa rindu dalam lubuk hatinya saat melihat pemandangan itu.

Ardan yang mendengar keluhan Sera, sontak mengernyitkan keningnya. Selama dia bersama gadis itu, rasanya baru kali ini gadis itu mengatakan bosan.

"Aku ingin keluar." Gumam Sera dengan kedua mata tak lepas dari pemandangan itu.

"Bukankah kau sudah keluar sana ini." Ucap Ardan dengan sebelah alisnya yang sedikit terangkat.

Sera seketika mendelik pada Ardan. "Maksudku, aku ingin kesana." Tunjuk Sera pada sebuah pemandangan di depan sana.

Ardan sontak mengalihkan pandangannya pada sesuatu yang ditunjuk oleh Sera. Terlihat sebuah kota yang ramai dengan aktivitas para penduduk. Ardan yang menatap pemandangan itu hanya menatap datar.

"Dulu saat di kehidupan sebelumnya, meski aku sudah sering kemari. Tapi aku belum pernah jalan-jalan disana. Aku hanya melewati saja." Ardan pun kembali menoleh pada Sera. Menatap gadis itu yang terlihat sedang menghela nafasnya.

"Aku berpergian keluar pun ketika di Imperium Marinos saja. Itupun hanya untuk berbelanja hadiah untuk Lucian. Bukan untuk bersenang-senang. Karena hanya dengan membelikan hadiah untuk Lucian sudah menyenangkan bagiku." Sera seketika tersenyum getir saat mengingat itu.

"Tapi sayangnya walau aku selalu memberikan dia hadiah. Dia tak pernah menerima atau memakainya. Jangankan memakai, untuk sekedar mengucapkan terima kasih pun dia tak pernah." Sambungnya.

Saat memori yang menyakitkan itu kembali menghampirinya. Ia hanya bisa tersenyum getir. Meskipun kejadian itu sebenarnya terjadi di kehidupan sebelumnya. Namun luka itu masih membekas hingga saat ini. Rasa sakit itu tetap terlekat pada jiwa dan tubuhnya.

Mata Sera memandang ke kejauhan. Seolah mencoba menyingkirkan bayang-bayang masa lalu. Namun, kehadiran kenangan yang menyakitkan tak terhindarkan.

Ardan hanya memperhatikan dengan seksama bagaimana Sera berusaha keras untuk menyembunyikan rasa sakitnya. Ekspresi tegar di wajahnya seolah menjadi topeng yang terus dipertahankan oleh gadis itu.

Namun, di balik tatapan perhatian itu, ada sesuatu yang tersirat dalam mata Ardan. Ketika melihat Sera yang berusaha menutupi rasa sakitnya, membuatnya kesal bukan main. Dia seolah tak suka melihat gadis di sampingnya terlihat seperti itu.

Setelah mengetahui semua tentang penderitaan yang dialami gadis itu di kehidupan sebelumnya. Seketika amarah dalam dirinya naik meluap. Rasanya, ia ingin melampiaskan segala kekesalannya pada pria itu.

"Kita kembali saja." Ucap Sera dengan tiba-tiba.

Sera kemudian berjalan mendahului Ardan yang masih terdiam tak berkutik. Ardan sontak menatap jalanan yang ramai dengan aktivitas manusia tersebut dengan datar.

The Conqueror of Blades and HeartsWhere stories live. Discover now