CHAPTER 1

48.5K 3.5K 10
                                    

"Jika dulu aku memberikan hal-hal yang ia lakukan, pada orang yang tak dapat menghargainya. Tapi sekarang, aku akan memberikannya pada orang yang dapat menghargai itu semua."

- Seraphina Midnightstar Ravenscorft

*******

Di tengah ruangan yang luas dengan interior yang mewah. Kicauan burung terdengar bersautan satu sama lain. Namun, selain suara burung yang terdengar. Suara lain pun terdengar dari ruangan tersebut.

Suara erangan kesakitan dari seorang wanita yang sedari tadi dikeluarkan olehnya dalam keadaan mata terpejam. Namun suara erangan tersebut semakin terdengar jelas hingga menembus dinding ruangan tersebut.

"Nona Sera."

Seketika Sera langsung membuka matanya. Dengan kedua tangannya, ia memegang lehernya seolah memeriksa keadaan lehernya.

"Nona Sera. Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya seorang pelayan wanita yang berdiri disampingnya dengan cemas.

Sera termenung dengan nafasnya terengah-engah. Dengan kedua tangan masih memegang lehernya. Matanya sontak mengedar ke seluruh penjuru ruangan tersebut. Seketika ia mengerutkan keningnya. Ia masih hidup? Bagaimana bisa? 

Bukankah seharusnya ia sudah mati karena kejadian tersebut memang nyata baginya. Lalu, kenapa ia masih hidup? Tidak mungkin kejadian tersebut hanya sebuah mimpi.

"Tidak mungkin." Bisiknya.

"Nona Sera?" Seketika Sera menoleh. Ia mendapati pelayan kesayangannya menatap kearahnya penuh dengan kekhawatiran.

"A-a-aria." Ucap Sera dengan terbata-bata.

"Ya, Nona Sera." Sahut Aria dengan lembut.

"Tanggal berapa ini?" Tanya Sera dengan bingung.

"12 Febuari Tahun 231 Kalender Kekaisaran." 

Sontak Sera melebarkan kedua bola matanya. Apa? Jadi dirinya Kembali ke lima tahun yang lalu.

"Aku masih hidup?" Gumam Sera tak percaya.

Seketika itu juga Aria mengerutkan keningnya saat mendengar perkataan majikannya. "Maksud, Nona?"

"Aku harusnya mati saat ini. Ya, aku harus mati." Sera menoleh dan dengan cepat memegang pundak Aria. "Kau, kau tau aku mati saat itu. Karena kau ada disana, Aria."

"Saya tak mengerti maksud anda, Nona? Anda mati kenapa?" Tanya Aria dengan heran.

"Aku mati karena hukuman sialan itu, Aria. Kau pun tau hal itu." Racau Sera.

"Kau selalu datang menjengukku saat itu. Kau selalu menemaniku selama aku disana." Lanjut Sera

Sera kembali mengingat kejadian pilu tersebut. Dimana Aria yang merupakan pelayan pribadinya yang selalu datang menjenguknya setiap hari. Ia tak akan pernah lupa hal tersebut. Di saat orang lain menjauhi dirinya hanya Aria-lah yang tetap setia berdiri disampingnya hingga akhir hayatnya.

Tanpa disadari air matanya keluar. Ia masih benar-benar tak menyangka jika dirinya masih hidup saat ini. Tapi bagaimana bisa?

"Nona Sera, apa anda bermimpi buruk? Apa yang terjadi?"

"Iya, Aria. Sepertinya aku bermimpi buruk. Sangat-sangat buruk hingga aku tak ingin mengingatnya lagi."

Aria memeluk Sera dengan penuh khawatir. Mengelus punggung Sera dengan lembut. Hal tersebut membuat tangis Sera pecah saat itu juga.

"Tak apa, Nona. Itu hanya mimpi. Anda bisa meluapkannya saat ini."

*****

Sera masih termenung dalam lamunannya. Bagaimana bisa dirinya Kembali ke lima tahun yang lalu. Jelas-jelas saat itu ia mati terbunuh karena hukuman yang diberikan Kekaisaran padanya dan yang mengeksekusinya pun sang Putra Mahkota sendiri.

Sungguh luar biasa. Pria tersebut benar amat sangat membencinya hingga dia berinisiatif sendiri untuk mengeksekusi langsung dirinya. Sungguh mengesankan.

Jika diingat-ingat Sera masih tak menerima jika Lucian tetap memilih perempuan lugu yang penuh kelicikan tersebut. Di saat akhir hayatnya pun Lucian tetap memilih gadis tersebut. Jadi itu sebabnya jika Evangeline Quickbeam adalah perempuan terlicik di Kekaisaran Emberlyn.

Bagaimana tidak kemampuan manipulasi yang dimiliki perempuan itu patut diberikan sebuah penghargaan. Dia dapat manipulasi Lucian dengan mudah untuk membuatnya tetap membenci dirinya. Bahkan semakin membencinya.

Ia masih ingat saaat dirinya menyuruh Eva pergi dari hadapannya. Namun, Eva tetap mengejarnya hingga terjatuh yang kemudian membuatnya terkena imbas dari kemarahan Lucian.

Saat itu adalah awal mula kebencian Lucian yang semakin terasa olehnya. Lucian selalu merasa jika kehadirannya akan membawa malapetaka untuk Eva dan dirinya.

Hingga kejadian-kejadian yang lainnya membuatnya semakin berani untuk bertindak melakukan hal yang bahkan di luar pikirannya. Tanpa ia sadari tangannya terkepal dengan sangat keras hingga membuat tangannya memerah.

"Nona, saya membawakan teh mawar kesukaan anda."

Sera kemudian tersadar dari lamunannya. Saat Aria meletakkan minuman tersebut di hadapannya. Saat ini dirinya masih berada di dalam kamarnya. Ia belum ingin keluar dari sana. Dirinya masih tak percaya dengan kejadian yang menimpanya beberapa jam lalu.

"Terima kasih, Aria."

"Iya, Nona. Apakah anda akan tetap disini? Saya dengar Yang Mulia Grand Duke memanggil anda."

"Ayah?"

"Iya, Nona. Yang Mulia memanggil anda sekitar satu jam yang lalu."

"Sampaikan padanya. Aku akan menemuinya nanti."

"Baik, Nona akan saya sampaikan. Ada lagi yang nona butuhkan?"

Sera berpikir sejenak. Sebelum akhirnya meminta sesuatu pada Aria. "Aku butuh buku kosong beserta dengan alat tulisnya. Apa kau bisa membawakannya kemari?"

"Akan saya bawakan, Nona. Kalau begitu saya pergi untuk membawanya."

"Terima kasih banyak, Aria."

"Sama-sama, Nona."

Sepeninggalan Aria, Sera kembali mengingat kejadian-kejadian yang telah terjadi di kehidupan sebelumnya. Jika hari ini adalah tanggal 12 Febuari Tahun 231 Kalender Kekaisaran. 

Itu berarti beberapa bulan lagi dirinya akan bertemu dengan Lucian. Ya, pria yang membunuhnya langsung tanpa belas kasih.

Ia tak ingin kejadian tersebut terulang kembali. Ia harus mengubah jalan hidupnya kali ini. Dewa masih baik kepadanya dengan memberikan kesempatan pada kehidupan kedua untuknya.

Maka dari itu akan ia gunakan dengan sebaik-baiknya. Jika dulu ia bertindak bodoh dan ceroboh. Kali ini ia akan berpikir dahulu sebelum bertindak.

Sudah diputuskan ia akan menjauh dari kedua manusia yang menyebabkan kematiannya di masa lalu. Biarkan ia mengalah sebelum permainan kisah cinta yang beracun itu dimulai.

Karena ia tidak mau lagi mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin. Ia dapatkan dari seseorang yang membencinya. Ia ingin mencurahkan usaha, waktu serta cintanya yang dulu ia berikan pada orang yang salah. Kini ia akan berikan hal itu pada orang yang bisa menghargai hal-hal yang ia lakukan.

*****

Namratsr | Na

The Conqueror of Blades and HeartsOnde as histórias ganham vida. Descobre agora