CHAPTER 32

16.2K 1.2K 6
                                    

Dalam tenda yang hening, suasana begitu sunyi sehingga bahkan suara terkecil pun terdengar jelas. Sera duduk bersila di tengah-tengah tenda, mata terfokus pada halaman-halaman buku yang terbuka di hadapannya. Buku yang tengah dibacanya nampak kuno, halaman-halamannya berdebu dengan aroma kertas kuno yang khas.

Di dalamnya terdapat tulisan-tulisan ajaib, catatan dari para penyihir kuno yang telah lama tiada. Namun, tiba-tiba ketenangan itu terputus oleh suara langkah cepat di luar tenda. Pintu tenda terbuka dengan tiba-tiba Aria masuk dengan wajah ceria.

"Nona Sera, anda harus keluar. Karena kompetisi berburunya akan dimulai. Anda harus memberi semangat ke tuan muda." Seru Aria dengan semangat.

Dia memegang tangan Sera dengan penuh antusiasme, berusaha menariknya keluar dari tenda. Sera mengangkat alisnya, terkejut oleh tiba-tiba dan semangatnya Aria. Dia memandang buku yang masih terbuka di hadapannya dengan rasa enggan.

Namun, akhirnya Sera menghela nafas berat. Dengan hati terberat, Sera mengikuti Aria yang terus menariknya keluar dari tenda. Sera dan Aria melangkah menuju garis start para peserta berburu. Di sepanjang jalan, tiba-tiba suara histeris mengisi udara. Sera dan Aria merasa heran, tak dapat menyembunyikan ekspresi kebingungannya.

"Ada apa?" Tanya Sera bingung.

Aria menggeleng tak mengerti. "Saya tidak tahu, Nona."

Sera mengerutkan keningnya bingung. Mereka berdua berpaling dengan cepat, mata mereka memandang ke segala arah, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Namun, saat Aria menolehkan kepalanya ke belakang. Matanya membelak sempurna, tanpa sadar tubuhnya refleks membungkuk.

Sera, yang berdiri di sisi Aria mengangkat alisnya heran. Dengan perlahan Sera ikut menoleh ke arah yang sama. Tetapi apa yang dilihatnya membuatnya tersentak. Sebab, Lucian sudah berdiri di hadapan mereka. Sera terkejut oleh kehadiran pria itu di belakangnya.

Mau apa pria ini. Batinnya.

Sera merubah raut wajahnya menjadi datar. Matanya menatap Lucian dengan dingin, Matanya sekilas melihat sekeliling. Ia bisa mendapati bahwa para gadis di sekitarnya sedang berbisik-bisik. Sial, jika ia tak menghindar bisa-bisa tersebar gosip antara dirinya dan pria itu.

"Aria, ayo kita pergi." Namun, saat Sera memutuskan untuk menjauhi pusat perhatian orang-orang, langkahnya perlahan terhenti. Tubuhnya seakan terpaku.

"Kupikir seorang mata-mata tak akan hadir di sini." Sera membelakkan matanya, dengan cepat menoleh ke arah Lucian.

"Ah, yang mulia. Saya pikir, anda sedang bersiap-siap untuk berburu." Sera berusaha mengubah topik pembicaraan. Ia bisa melihat senyum licik pria itu.

"Ya, tadinya aku sedang bersiap-siap. Namun, aku tak sengaja melihat seseorang yang sama seperti seseorang yang memata-mataiku terakhir kali." Sera tersenyum kecut, saat Lucian melontarkan kalimat itu. Seketika kedua tangannya mengepal dengan erat.

Sialan, pria ini masih saja mengungkitnya. Batinnya.

Senyum tipis seketika muncul di bibir Lucian, begitu samar sehingga tak seorang pun di sekitarnya yang menyadari bahwa pada saat itu, wajahnya sedang dihiasi senyuman. Matanya melirik ke arah kedua tangan wanita di depannya, yang sedang terkepal dengan erat. Ada sesuatu yang memikat dalam mengganggu ketenangan wanita ini. Dan entah mengapa rasanya begitu memuaskan.

"Apa kau akan memata-matai atau menguping pembicaraan seseorang kali ini?" Godanya.

"Apa?"

Terselip nada tak terima dalam ucapan Sera. Sera mengernyit keningnya. Matanya pun menatap dengan tajam pria itu. Ia bertanya-tanya dalam hatinya, entah sampai kapan pria ini akan terus mengungkit permasalahan itu. Sial, jika tahu akan seperti ini jadinya. Ia menyesalinya.

Namun, tunggu sebentar. Tanpa sadar, Sera memicingkan matanya. Apakah pria itu sedang tersenyum? Sera terpaku, ia tak salah lihatkan. Lucian tersenyum padanya. Benar, pria itu sedang tersenyum.

"Yang Mulia."

Sera mengalihkan pandangannya saat seorang kesatria mendekati mereka. Ketika kesatria itu akhirnya berhadapan dengan mereka. Seketika wajahnya terlihat terkejut sejenak, sebelum dengan hormat membungkuk ke arahnya.

"Yang Mulia, sudah saatnya anda harus segera bersiap." Lucian melirik sekilas. Kemudian mengangguk kepalanya.

Namun, sebelum ia beranjak pergi, Lucian melangkah mendekati Sera. Sera mengangkat alisnya begitu Lucian mendekatinya dan berbisik sesuatu. Tak lama, raut wajah Sera menyiratkan rasa kesal dengan pria itu.

Lucian kemudian melangkah pergi, meninggalkan Sera yang wajahnya sudah memerah karena campuran emosi yang bergelora di dalam dirinya. Dia tahu betul bahwa wanita di hadapannya ini sangat kesal padanya. Namun, di matanya, kekesalan itu terlihat lucu.

Sesaat setelah Lucian pergi, Sera mulai merasakan amarahnya memuncak. Rasanya, ia ingin mengeluarkan semuanya pada pria itu. Namun, di tengah-tengah gejolak emosi, tiba-tiba Sera mengangkat pandangannya. Pandangannya seketika pertemu dengan Lady Eluned yang berdiri tak jauh darinya. Menatap tajam padanya. Sayangnya, Sera tak memperdulikan wanita itu.

Seketika Sera mendengus kesal, kemudian kembali melanjutkan langkahnya dengan diikuti oleh Aria dari belakang. Namun, tanpa kedua orang itu sadari. Sedari tadi mereka di perhatian oleh seseorang yang berada tak jauh dari mereka.

*****

Suara terompet memenuhi udara, bergema dengan kekuatan yang membangunkan seluruh keheningan sekitar, menjadi tanda yang dinantikan bahwa kompetisi akhirnya dimulai. Di saat yang bersamaan, terdengar suara penyemangat yang bersautan.

Para peserta yang memacu kuda mereka ke dalam hutan menambahkan riuh rendah yang memicu getaran kegembiraan dan antusiasme. Kuda-kuda perkasa itu melaju dengan kecepatan, menantang hutan yang menghadang dengan kemampuan dan keberanian mereka.

Sera menatap pertunjukan ini dengan ekspresi yang tak terbaca, matanya memperhatikan setiap gerakan peserta. Dalam pandangan sekilas, Sera melihat Aria yang penuh semangat, menyemangati Rowan dan para kesatria Imeprium yang ikuti berkontribusi dalam kompetisi ini dengan suara kerasnya.

"Tuan muda, Tuan dan Nona kesatria, semangat!!" Teriak Aria dengan semangat. Sera yang melihat itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Dengan perlahan, Sera mengalihkan pandangannya ke depan sekali lagi. Namun, apa yang dilihatnya membuatnya terperanjat. Di sana, tak begitu jauh, berdiri seseorang yang sangat dikenalnya. Meski orang itu berdiri antara para kerumunan, ia bisa mengenalinya.

Pertanyaan muncul dengan cepat di benak Sera. Bagaimana mungkin Eva muncul di sini? Acara ini seharusnya hanya dihadiri oleh para bangsawan yang telah menerima undangan khusus dari kekaisaran. Keterkejutan dan kebingungannya dalam dirinya, menciptakan pertanyaan yang berputar-putar tanpa jawaban.

"Nona, anda pun harus bersiap untuk perjamuan dengan para nona muda. Anda harus paling cantik di antara mereka, meskipun anda sudah sangat cantik saat ini." Aria memandang Sera dengan tatapan penuh semangat.

Sera memutar malas kedua bola matanya. Sera mendadak teringat sesuatu yang masih belum sempat ia lakukan. Hatinya terenyuh saat ia mengingat hadiah yang masih tersimpan untuk Aria, sebuah tanda terima kasih atas kesetiaan dan dukungannya.

"Aria, aku baru ingat sesuatu. Ada yang ingin aku beri padamu."

"Apa itu, nona?" Aria memiringkan kepalanya. "Ah, benda itu aku tinggalkan di tenda. Mari kita kesana untuk mengambilnya."

"T-tapi, Nona, perjamuannya,"

"Biarkan saja, aku tak ingin kesana. Ayo." Tanpa ragu, Sera mengajak Aria untuk kembali ke tenda mereka. Mereka berjalan berdampingan, seiring langkah mereka menuju tenda itu.

*****


Namratsr | Na

The Conqueror of Blades and HeartsWhere stories live. Discover now