CHAPTER 36

15.7K 1.1K 5
                                    

Pada saat yang bersamaan, langit mendadak menyelimuti dirinya dengan kegelapan. Cahaya matahari tersamarkan, digantikan oleh bayangan tebal yang menguasai segalanya. Gemuruh suara bergema di atas, menciptakan dentingan marah yang memecah keheningan.

Tak butuh waktu lama sebelum keheningan itu terpotong oleh deru yang menggelegar. Seekor Wyvern muncul dengan tiba-tiba. Sisiknya berkilauan dan matanya membara, ia mengeluarkan raungan yang memecah di udara.

Makhluk raksasa itu tampaknya terganggu oleh keberadaan para monster yang tak seberapa itu. Pandangannya menusuk tajam, menyiratkan keangkuhan dan kekuatan yang tak terbantahkan.

Pemandangan ini memukau semua orang yang menyaksikannya. Mereka menyaksikan itu menatap ke arah makhluk raksasa yang mendominasi langit dengan rasa takut dan kagum yang sulit diungkapkan. Mahkluk itu adalah sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya, dan keberadaannya yang tak terduga mengejutkan mereka.

Zephyr seketika membuka tudung kepalanya. Dia terpaku di tempatnya saat ia menatap ke arah makhluk itu. Jadi, kekuatan besar dari pedang Warth of the Ancients itu adalah makhluk besar itu. Namun, tak terduga, dari arah yang berbeda, terdengar pula seruan yang tak tertahankan.

Suara itu menusuk telinga, mengiris hingga ke lubuk jiwa. Seekor Phoenix terbang dengan gemuruh yang memekakkan, dibalut oleh nyala api yang membara di seluruh tubuhnya. Dia terbang bersama Wyvern, membawa semburan api yang membara dan menyala-nyala.

Zephyr yang melihat Phoenix itu seketika menggeram marah. Kedua tangannya terkepal dengan erat. Dia mengumpat begitu Phoenix itu terbang bersama Wyvern.Lucian yang sebelumnya tenggelam dalam serangan, mengangkat kepalanya dengan tergesa-gesa.

Pandangannya tertuju ke atas, di mana mahkluk raksasa itu memenuhi langit. Dia terkejut saat kedua makhluk yang dianggap mitos itu muncul di atas sana. Lucian kemudian mengalihkan pandangannya pada Sera. Meskipun Sera tertunduk, namun ada aura mengerikan yang menyelubungi tubuh wanita itu.

"Talanor nethar amin thalmar, veol naramethar."

Sera seketika menatap tajam para monster itu. Cahaya merah yang tadi memancar di pedang itu. seketika tergantikan dengan api yang muncul dari pedang itu

Di saat itu juga, Wyvern dan Phoenix mulai bergerak turun dan menyerang para monster dengan ganas. Seketika itu juga, terdengar dentuman dahsyat. Mulut besar Wyvern memuntahkan semburan api panas menyala. Api itu menyelimuti tubuh mereka dengan amarah membara, menghancurkan setiap helaian bulu dan kulit yang berani menantangnya. Para monster itu terjerembab, mati terbakar dalam kilatan api yang menyala-nyala.

Tidak jauh darinya, Phoenix mengembangkan sayapnya yang membara. Dalam sekejap, Phoenix melepaskan ledakan energi yang melahap segalanya di sekitarnya. Gelombang kekuatannya itu seketika memenuhi ruang langit. Menghancurkan segala yang menghadang dengan gemuruh yang mematikan.

Sera pun tak ingin kalah, melompat maju dengan penuh determinasi. Pedangnya bersinar terang, memancarkan kehangatan api yang melahapnya. Dengan gerakan lincahnya, ia menyerang para monster tanpa belas kasih. Setiap ayunan pedangnya membawa kematian, membakar segala yang menghalangi jalannya.

Amarahnya yang tak terkendali memberi kekuatan ekstra pada serangan-serangannya, membesarkan api yang menyala di sekelilingnya. Zephyr menatap tajamnya ke kejadian itu. Dia terdiam saat kedua makhluk dan pemilik pedang itu menghabisi para monster dalam sekejap.

"Kita kembali ke Kastil Drakar." ucap Zephyr dengan suara dingin.

Tanpa menunggu, sekelompok jubah hitam yang mengelilinginya seketika menghilang, meninggalkan jejak asap hitam yang memudar di udara. Di lain sisi, Lucian pun ikut terdiam melihat pemandangan yang penuh dengan api-api itu. Dia tak pernah membayangkan kekuatan sebesar itu yang dimiliki pedang wanita itu.

Namun, terjadi decak kagum dalam hati Lucian ketika dia melihat api-api mulai memancar dari pedang itu, membentuk lingkaran mempesona di sekitar Sera. Cahaya api yang membara membalut tubuh wanita itu dengan keanggunan yang memukau.

*****

Sera seketika membuka matanya dengan perlahan, terpana oleh cahaya yang menyilaukan yang mulai memasuki indra penglihatannya. Namun, ada yang aneh dari dirinya. Tubuhnya terasa sangat lemas saat ia mencoba untuk bangkit, seolah-olah setiap serat ototnya kehilangan kekuatan.

"Jangan bergerak, tubuhmu masih sangat lemas," ujar seseorang dengan suara lembut dari samping tempat tidurnya.

Sera mendengar kata-kata itu dan dengan pelan, menolehkan kepalanya ke samping. Di sana, berdiri sosok yang terlihat samar. "Siapa?" Tanya Sera dengan sangat pelan.

Namun, ia tetap mencoba bangkit dari tempat tidurnya. Ardan yang melihat Sera mencoba untuk bangun, tidak bisa menahan decak kesal yang keluar dari bibirnya. Matanya berkerut, ekspresinya mencerminkan rasa frustrasi yang mendalam.

"Apa kau tidak bisa berdiam saja? Kau sudah kehilangan begitu banyak tenaga setelah kejadian empat hari yang lalu. Dan sekarang kau mencoba untuk bergerak." Tukas Ardan dengan tajam.

Baginya, melihat Sera berusaha untuk bangkit dalam keadaannya yang rapuh membuatnya merasa cemas dan kesal. "Aku sedang membantumu untuk memulihkan tenagamu. Jadi, berdiamlah sebentar." tambahnya dengan suara yang masih tajam.

Sera terus mencoba untuk bangkit dari tidurnya. Akhirnya mengalah tubuhnya terasa lemah dan rapuh saat ini. Matanya terpejam kembali, tak mampu menahan rasa pusing yang kian mendera kepalanya. Namun, dalam keadaan mata terpejam, Sera merasakan suatu aliran yang masuk ke dalam tubuhnya. Perasaan itu membuatnya melirik sekilas, dan kini ia dapat melihat dengan jelas sosok seseorang yang berdiri di samping tempat tidurnya.

"‌Ardan," panggilnya dengan suara lembut, memecah keheningan yang mengisi ruangan. Ardan, yang sibuk mengalirkan energi penyembuhan pada tubuh Sera, hanya melemparkan pandangan sekilas ke arahnya.

"Sementara ini, simpanlah pertanyaanmu dalam benakmu. Tanyakanlah itu setelah kau benar-benar pulih," sahut Ardan dengan suara lembut. Sera mengangguk dengan lembut, memahami bahwa dalam keadaannya yang sangat lemah. Lebih baik untuk saat ini ia menurut saja.

*****

Di tempat yang berbeda, Draven tersenyum dengan senyum miring yang menghiasi wajahnya ketika mendengar berita tersebut. Matanya, yang biasanya tajam dan dingin, kini berkilat penuh minat. Ia kemudian memalingkan pandangannya ke arah Zephyr yang berdiri di hadapannya.

"Jadi, itulah kekuatan yang dimiliki oleh pedang itu," ucap Draven, kata-katanya disambut dengan anggukan cepat dari Zephyr.

"Sayang sekali, karena ini pertama kalinya gadis itu mengeluarkannya. Dia bahkan tak sadarkan diri sampai saat ini," tambah Zephyr.

Draven mendengar itu dan tertawa dengan nada yang sedikit mengejek. Ia mengusap ujung matanya yang sedikit berair, seolah-olah menikmati situasi ini. "Ah, gadis itu memang belum cukup kuat untuk menerima kekuatan sebesar itu, ternyata," cibir Draven dengan nada sinis.

"Lalu, bagaimana kabar dari Perempuan itu?"

"Dia masih belum memulainya, Tuan."

"Ck, bisa-bisa dia belum memulainya juga. Suruh dia bergerak dengan cepat, aku tak ingin menunggu lebih lama lagi." Tukas Draven.

Zephyr seketika mengangguk mengerti. "Tuan." Panggil Zephyr dengan ragu.

Kemudian Draven kembali menatap Zephyr dengan serius. "Sebenarnya saat kejadian itu, gadis itu pun di bantu oleh penjaga kuil itu." imbuh Zephyr.

Seketika raut wajah Draven menjadi datar. Tangannya mencekam erat sisi bangku kuasanya. Lagi-lagi makhluk itu menganggu rencananya. Seketika jari Draven mengetuk sisi bangku tersebut. Seolah dia sedang menimbang sesuatu.

"Untuk saat ini, cukup awasi saja bergerakan orang itu."

"Baik, Tuan."

*****


Namratsr | Na

The Conqueror of Blades and HeartsWhere stories live. Discover now