BAB 23

192 6 0
                                    

Satu jam kemudian Gerald dan Aiza turun dari kamar, dilihatnya Reno dan Khadijah tengah bersiap menikmati makan malam.

"Ah Akhirnya pengantin baru turun juga dari kamar. Sini! Bibi udah masakin kalian makanan spesial.” Ajak Khadijah sembari sedikit menyindir.

Gerald dan Aiza saling pandang lalu kemudian berjalan mendekati meja makan. Mencium harum dari masakan pavoritnya membuat Gerald bersemagat.
Benar saja, di meja makan sudah tersedia sop buntut makanan pavorit Gerald.

"Wah! kayaknya enak-enak, bi."Puji Gerald bersemangat.

"Kamu ini bisa saja Gerald. Bibi sengaja masak buat kamu. Kata mama kamu, kamu suka banget sama sop buntut."

" Makasih yah, bi.”

"Ya udah. Kalian duduk!" Titah Khadijah yang langsung dituruti oleh Aiza dan Gerald.

Aiza sedikit mendesis melihat itu, jujur saja ia sedikit cemburu melihat bibinya begitu perhatian pada Gerald. Tapi sudahlah, Aiza tidak mau terlalu mempermasalahkan, ia lalu mengambil centong nasi untuk menyendokannya ke piringny,tapi belum sempat itu terjadi bibinya sudah menginterupsinya.
"Ambilin buat suami kamu dong, Sayang."

"Gerald kan punya tangan sendiri bi." Ujar Aiza mencoba menolak.

"Aiza!" Panggil Khadijah dengan penuh peringatan.

Meskipun kesal, Aiza tetap menuruti perkataan bibinya. Ia menyendokan nasi ke piring Gerald dengan ogah-ogahan dan hal itu tentu saja mengundang rasa geli pada diri Gerald hingga lelaki itu harus berusaha menahan tawanya.

"Aku gak mungkin makan nasi doang kan, Sayang?" Sindir Gerald melihat Aiza yang hanya mengambilkannya nasi. Sekalian, ia juga ingin mengerjai Aiza mumpung ada kesempatan.

Aiza tetegun sesaat, telinganya merasa tidak nyaman mendengar Gerald menggunakan 'aku' dalam kalimatnya. Tapi lebih dari itu ia sangat kesal karena Gerald memanfaatkan keadaannya yang tidak bisa membantah.

"Lo mau makan sama apa?"

"Ko masih 'lo' sih, Aiza. Gerald sekarang udah jadi siami kamu loh." Tegur Khadijah halus.

Lagi dan lagi Gerald harus menahan tawanya mrlelihat itu, bahkan halu ini ia harus beradegam pelan untuk menyamarkan tawanya.

Dengan gigi bergemelutuk karena kesal Aiza bertanya, "Kamu mau makan sama apa, Sayang?"

"Sop buntut aja." Jawab Gerald dengan santainya.

Aiza segera menuruti Gerald. Setelah itu, ia bersiap untuk menyendokan nasi untuk dirinya sendiri jika saja Gerald tidak melanjutkan kata-katanya.

"Aku mau kentang baladonya dong, Sayang."

"Dasar manja." Timpal reno sedikit berbisik, tapi tentu saja masih bisa didengar semua orang di meja itu.

"Mang!" Panggil Khadijah dengan penuh peringatan.

"Kentang balado disini agak manis. Kamu pasti gak suka."

"Kalo gitu tolong tambahin kuah sopnya aja."

Air muka Aiza milai berubah. Wajahnya mulai memerah menahan marah. Ia tahu Gerald sedang mempeermainkannya. Tapi sialnya ia tidak bisa meluapkannya begitu saja karena ada Khadijah yang sudah mengultimatum Aiza untuk memperlakukan suami bak dewa. Akhirnya, ia menuruti perkataan Gerald meskipun dengan napas memburu.

Setelah itu, ia kembali nengambil centong nasi untuk ia sendokan untuk dirinya sendiri. Tapi...

"Az!"

Kali ini mata nyalang Aiza ia lemparkan pada Gerald. Tidak lupa dengan centong nasi yang ia arahkan pada lelaki itu membuat Gerald sedikit gelapan menyadari Aiza yang sudah sangat emosi.

"Makasih." Lanjut Gerald begitu saja. Sepertinya sudah cukup mengerjai Aiza untuk hari ini.

"Jadi, sampai kapan kalian mau disini?" Tanya Reno disela makannya.

Aiza sudah membuka mulutnya, tapi Gerald lebih dulu menyela.
"Seminggu."

Aiza cukup tercengang, ia menatap Gerald tidak percaya. "Lo bilang kita disini cuman sampai besok." Protes tidak terima.

Sebenarnya ia senang bisa menghabiskan waktu bersama Mamang dan Bibinya. Tapi Aiza benar-benar tidak nyaman ada dirumah ini dengan semua kenangan tentang kedua orang tuanya.

" Awalnya ya, tapi gue masih betah disini." Lelaki itu menjeda kalimatnya lalu merapat kearah Aiza dan berbisik tepat ditelinga gadis itu. "Apalagi, disini lo bisa layanin gue dengan begitu baiknya."

"Aaaa"

Di detik berikutnya Gerald harus berteriak kesakitan karena istrinya memberikan cibitan penuh cinta di pahanya.
Sontak saja hal itu mengundang perhatian Khadijah dan Reno. Mereka menatap Gerald keheranan.

"Kenapa kamu?" Tanya Reno ketus.

Gerald melirik Aiza sekilas lalu menjawab Reno dengan sedikit candaan."kayaknya ada semut merah gigit saya."

"Makanya jadi cowok jangan kegatelan, sampe lupa kunci pintu."

Gerald dan Aiza saling menatap, jelaslah sekarang siapa yang main nyelonong masuk tadi sore. Tapi mereka tidak menanggapi dan hanya saling tersenyum geli.

"Ngomong-ngomong, bibi seneng kamu dan Aiza mutusin untuk lebih lama ada disini."

"Kalo bibi seneng, kita bisa kok disini sampai sebulan... Aaaa!"

Suara teriakan itu sepertinya lebih kencang dari sebelumnya karena Aiza yang gemas menambahkan kekuatannya di cubitannya kali ini.

***

Selesai makan malam, Aiza digiring Khadijah masuk kedalam kamarnya. Sementara Gerald, ia ditinggal sendiri begitu saja karena sebelumnya Reno pergi keluar untuk ikut rapat warga.

Saat ini Aiza tengah duduk terdiam di atas kasur beraroma lembut dengan warna toska kesukaan bibinya. Sementara Khadijah, wanita itu tengah pergi entah kemana membiarkan Aiza duduk sendirian disana.

Tak berapa lama, Khadijah kembali. Ia menenteng sebuah tas kertas ditangannya. Wanita itu lalu mendudukan dirinya disamping Aiza dan menyerahkan tas berwarna coklat itu pada Aiza.

"Apa ini bi?"

"Hadiah pernikahan dari mamang. Dia sendiri yang milihin khusus buat kamu."

"Bibi serius?" Tanya Aiza yang jujur saja sedikit terkejut karena jarang sekali mamangnya mau memilihkan hadiah untuknya. Seringnya lelaki itu menyuruh Aiza untuk memilih sendiri. Alasannya, ia takut Aiza kurang suka dan malah mubazir.

Dengan semangat Aiza mengeluarkan kotak dari tas itu dan membukanya. Seketika wajah sumringah Aiza hilang melihat isi hadiah yang jujur saja kurang ia sukai. Dari luar saja Aiza tahu kalau itu adalah jilbab. Dari mana Aiza tahu kalau itu adalah jilbab? Jawabannya karena ini bukan pertama kalinya Reno memberikannya pada Aiza.

"Bibi tahu kan, kalo Aiza belum siap?"

"Mamang gak minta kamu untuk pakai itu sekarang, tapi Mamang selalu berharap ia masih ada saat kamu siap."

"Aiza gak suka bahas hal kayak gini." Ujar Aiza dingin.

Khadijah hanya bisa menghela napas, tapi kemudian ia tersenyum mencoba mengerti Aiza.

"Ya udah kita gak usah bahas soal ini. Gimana kalo kita bahas soal awal pertemuan kamu sama Gerald?"

Aiza mengangkat salah satu alisnya dan berujar "Ga ada yang menarik dari pertemuan awal aku sama Gerald."

"Justru pertemuan kalian sangat menarik karena tanpa kamu sadari emosi kamu yang dulu sempat hilang kembali karena Gerald."

"Itu karena aku kelewat kesel aja sama dia."

"Tapi setelah itu dia adalah orang yang paling menjaga kamu setelah Mamang.”

Aiza tidak bisa menyanggah karena faktanya memang Gerald yang selalu paling depan pasang badan jika terjadi sesuatu pada Aiza. Meskipun ada Reynald dan Ali, tapi entah kenapa Aiza jauh lebih nyaman bersama Gerald. Mungkin karena sahabat pertama yang Aiza miliki adalah Gerald.

"Dan mungkin takdir kalian memang sudah terhubung sejak saat itu."

"Maksud bibi?"

"Siapa yang menyangka kalau Gerald adalah suami kamu sekarang." Aiza dan Khadijah sama-sama tergelak merasa lucu dengan kehidupan yang berjalan sekarang.

"Dan lagi, mungkin bukan hanya takdir. Tapi perasaan kalian juga terhubung sejak saat itu."

"Yah, perasaan antara sahabat. sampai saat ini." Sanggah Aiza dengan entengnya.

"Jadi, kamu dan Gerald menikah bukan karena cinta?"

Ingin sekali Aiza menepuk mulutnya yang lemes. Bisa-bisanya ia berbicara tanpa kontrol seperti itu. Tapi memang bibinya yang sangat pandai mengorek informasi dengan sifat manipulatifnya, hingga Aiza tidak sadar sedang dijebak.

Sekarang, ia juga tidak bisa menyanggah bibinya karena wanita itu juga pernah belajar psikologi yang pastinya memudahkan Khadijah untuk membaca perubahan sikap Aiza.

Tapi yah, inilah bibinya yang selalu tenang, ia tidak meledak-ledak seperti Mamangnya. Wanita yang masih terlihat muda diusianya yang hampir menginjak kepala lima itu malah menggenggam tangan Aiza lembut. Aiza juga ikut membalas genggaman itu dan balas menatap wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri itu.

"Bibi gak perduli karena alasan apa kamu dan Gerald menikah. Karena nyatanya cinta bukan satu-satunya alasan sebuah pernikahan bisa terjadi dan bahagia. Tapi satu hal Aiza. Satu hal. Jangan pernah sekalipun kamu mempermainkan pernikahan yang sakral yang bahkan bisa mengguncang arasy Allah. Jika memang cinta itu belum ada, bibi yakin hal itu akan segera hadir diantara kalian cepat atau lambat.”

Dan kata-kata bibinya itu tidak bisa berhenti terngiang di telinga Aiza disepanjang perjalanan ia kembali ke kamar.

Ada rasa takut di hati Aiza setiap kali mengingat perkataan bibinya. Tapi semua sudah terlambat, perjanjian itu sudah menjadi dasar pernikahan ia dan Gerald dan rasanya ia tidak akan sanggup jika harus merubah pernikahan sementara itu menjadi pernikahan sesungguhnya.

Aiza menghela napas panjang saat sampai di depan kamar, Dengan sangat perlahan ia menekan kenop pintu dan mendorongnya. Dan benar saja dugaan Aiza, Gerald memang sudah terlelap di ranjang.

Tidak mau mengganggu Gerald, Aiza berjalan perlahan kearah lemari dan menyimpan hadiah dari mamangnya begitu saja. Tidak ada keinginan dari diri Aiza untuk mencoba hadiah dari Mamangnya itu. Ia malah mengeluarkan selimut dan menyimpannya di sofa. Malam ini ia berencana untuk tidur di sofa karena ia tidak mungkin tidur satu kasur dengan Gerald.

Yah, meskipun dia suami Aiza saat ini, ia hanya merasa tidak nyaman saja. Apalagi setelah mendengar perkataan Khadijah tadi.

Selesai menyimpan selimut, Aiza beranjak menuju ranjang untuk mengambil bantal, tapi kemudian ia teralihkan saat melihat Gerald terlelap. Entah kenapa, ia malah mendudukan dirinya disamping Gerald dan memperhatikan leleki itu.

Ini bukan pertama kalinya Aiza melihat Gerald terlelap, tapi entah kenapa ada yang berbeda saat ini. Tanpa sadar tangan Aiza bergerak menelusuri wajah Gerald dari mulai dahi, turun ke hidungnya yang mancung lalu berlabuh di bibir lelaki itu.
Sadar dengan perlakuannya yang absurd, Aiza berniat untuk menarik tangannya. Tapi belum sempat hal itu terjadi tangan lain menahan tangan Aiza untuk tetap berada ditempatnya.

Dan benar saja, tanpa Aiza sadari Gerald sudah membuka matanya. ingin sekali ia menghilang saat itu juga. Bisa-bisanya ia terpergok oleh Gerald tengah memperhatikan leleki itu dan parahnya menyentuh wajahnya.

"Lo,  lo belum tidur?" Tanya Aiza gelagapan.

"Belum. Ini kan malam pengantin kita, sayang." Jawab Gerald sesensual mungkin yang bukannya membuat Aiza tergoda, tapi malah jijik dibuatnya.

"Jangan macem-macem lo, Er!" Ucap Aiza sembari menarik tangannya berusaha melepaskan diri dari Gerald.

Tapi tidak semudah itu, Gerald tidak melepaskan Aiza begitu saja. Ia malah menarik  Aiza hingga gadis itu jatuh menimpa tubuhnya.Dan sigap,Gerald memeluk pinggang Aiza erat hingga gadis itu tidak bisa bergerak.


“lepas,Er.”


“Gue gak mau lepasin Lo.”

“Jangan macem-macem Lo, Er!” Titah Aiza dengan nada mengancam tapi terselip rasa takut didalamnya.

“Kenapa? Lo kan istri gue. Jadi wajar kalo gue macem-macemin lo...aaaa!”

Dan didetik berikutnya Gerald harus berteriak kencang karena seperti biasa, Aiza mencubit pinggangnya kencang. Tak ayal hal itu membuat pelukan Gerald terlepas dan memudahkan Aiza untuk melepaskan diri. Lelaki itu sibuk mengaduh kesakitan memegangi pinggulnya yang sepertinya memerah.

“Lo gila yah, Az?”

“Lo yang gila. Inget sama perjanjian kita!”

Gerald bangun dari tidurnya, sembari masih memegangi pinggulnya dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang lalu dengan santainya ia membalas perkataan Aiza. “Gak ada aturan kalau gue gak boleh macemi-macemin Lo di perjanjian itu.”

“Seenggaknya lo hargain gue, gue gak mau punya anak di pernikahan ini.”

“Kalo itu alasannya ada banyak kontrasepsi yang bisa nyegah itu semua.”

Aiza menggeleng pelan melihat kelakuan Gerald. Bisa-bisanya ia bicara seperti itu pada Aiza. “Mendingan Lo tidur deh, Er. Makin malem kayaknya otak Lo makin sengklek.” Ujar Aiza sembari mengambil bantal disamping Gerald.

“Mau kemana Lo, AZ?”

“Tidur.” Balas Aiza sembari berjalan kearah sofa.

Tapi belum sampai ia ke sofa, Gerald sudah menarik bantalnya hingga langkah Aiza tertahan.

“Lepasin bantal gue!” Aiza mencoba menyentak bantalnya, tapi Gerald tidak melepaskannya begitu saja.

“Lo tidur di kasur!” Ujar Gerald memerintah.

“Kalo gitu Lo yang tidur di sofa.” Balas Aiza tidak mau kalah.

“Gak ada yang tidur di sofa. Kita berdua tidur di kasur malem ini.”

“ Gue gak mau tidur sama Lo dengan otak Lo yang kotor kayak gitu.”

Aiza kembali menyentak bantalnya. Dan berhasil, meskipun ia harus sedikit sempoyongan.

“Ya ampun, Az. Gue Cuma becanda.”

Gadis itu tidak memperdulikan Gerald dan kembali melanjutkan langkahnya lalu merebahkan dirinya di sofa membelakangi Gerald. Hampir lupa, Aiza menarik selimut di kepala sofa dan menyelimuti tubuhnya dengan itu. Dan...

“Er!”

Tapi baru saja ia menutup matanya mencoba untuk terlelap, ia harus berteriak keras karena tubuhnya melayang begitu saja. Entah sejak kapan Gerald mendekatinya dan menggendongnya.

Setelah itu, dengan tanpa perasaan ia melempar Aiza begitu saja ke kasur. Aiza tidak tinggal diam, ia berusaha beranjak, tapi belum sempat itu terjadi dengan cepat Gerald sudah memeluknya dari samping.

“Lo apa-apaan sih. Lepasin gue!” Titah Aiza berteriak.

“Ssst. Jangan teriak! Nanti mamang sama bibi Lo denger.” Ujar Gerald pelan.

“Gue gak perduli. Lepasin gue!” Ujar Aiza meronta-ronta.

“Lo bebal banget sih, AZ! Gue cuman gak mau badan Lo sakit tidur di sofa sempit kayak gitu.”

“Kalo gitu Lo yang tidur di sofa.” Balas Aiza masih berusaha melepaskan diri.

“Gue gak mau. Nanti badan gue yang sakit.”

Gerald memang egois, ia tidak mau orang lain terluka, tapi dirinya sendiri tidak mau berkorban. Benar-benar menyebalkan.

Karena kesal, dengan sekonyong-konyong ia bergerak berutal. Memukul, mendorong, menendang, apapun. Gerald yang jengah mendekatkan bibirnya ke telinga Aiza dan dengan ancaman halus ia berbisik.

“Kalo Lo gak bisa tenang. Apa yang ada di dalam otak cantik Lo itu akan terjadi.”

Seketika itu juga Aiza terdiam dengan napas berburu. Gerald yang melihat itu sangat senang. Dengan serta Merta ia melepaskan Aiza dan menyelimuti gadis itu dengan benar lalu merebahkan dirinya membelakangi Aiza. Dan...

BUG

Baru saja Gerald menutup matanya, lelaki itu harus berakhir di lantai karena Aiza dengan beringasnya menendang tubuhnya hingga jatuh ke lantai.

“Lo tidur di lantai.”

Bersambung...

MARRIED WITH MY FRIEND Where stories live. Discover now