BAB 7

176 9 0
                                    


"Jadi, lo sama suami lo udah baikan nih ceritanya." 

Aiza mengangkat kepalanya dari layar handphone milikinya dan menatap kearah wanita yang duduk disebrangnya. Ia dan Hera sedang berada di kantin kantor untuk makan siang, kedua teman sekantor itu sedang malas pergi keluar. Jadi, disinilah mereka,  menunggu pesanan mereka datang sembari memainkan phonsel mereka sembari sesekali mengobrol. 

"Sekali lagi lo bilang Gerald suami gue, gue tabok, lo." Semprot Aiza sembari mengangkat tangan kanannya dengan telapak tangan terbuka dan diarahkan kepada gadis berkacamata disebrangnya. 

"Ya habisnya, kalian itu lebih mirip sepasang suami istri daripada sepasang sahabat. Coba lo tanya ibu-ibu kantin, dia juga pasti bakalan bilang hal yang sama kaya gue."

Aiza hanya mendecih pelan, meskipu itu bukan pertama kalinya Hera berujar seperti itu, tapi Aiza tetap saja selalu jengkel mendengarnya. untunglah pesanan mereka segera sampai hingga pembicaraan itu tidak perlu berlanjut. 

Aiza mengernyit heran melihat atmosfer Hera yang tiba-tiba berubah, senyum penuh ejekan tadi tiba-tiba saja berubah menjadi sebuah cebikan saat melihat si pramusaji. Tidak biasanya Hera berlaku seperti itu pada si Juki anak penjaga kantin. 

Karena penasaran, Aiza menoleh kearah tatapan Hera, Aiza menahan napas melihat seseorang yang berdiri tepat disampingnya. Bukan, yang berdiri disana bukan si Juki anak penjaga kantin yang berbadan gempal dan berkulit coklat tua. Tapi, yang berdiri disampingnya adalah pemuda tampan berkulit putih, berbadan tegap, dengan wajah diatas rata-rata. Laki-laki itu tersenyum kearah Aiza, sontak saja hal itu membuat Aiza semakin terpana melihatnya. Bahkan beberapa kariawan lain dengan terang-terangan menunjukan ketertarikan mereka. 

"Mata lo, Za."

Seketika Aiza tersadar dari keterpesonaanya dan mendapatkan kembali kewarasannya. 

"Siapa dia, Her?" Tanya Aiza sedikit penasaran, sepertinya Hera mengenal laki-laki itu, terlihat dari tatapan tidak suka Hera pada lelaki itu. 

"Namanya Rendi, Anak baru dibagian keuangan."

"Lumayan dong buat cuci mata, dibagian lo kan cowoknya udah pada berumur."

Hera mendecih menanggapi perkataan Hera lalu melirik kearah Rendi sekilas, "Lo ngapain sih pake bawain makanan kita, mau caper lo?" 

"gak ada salahnya kan, kalo caper sama senior."

Hera hanya bisa Menghela nafas lalu menerima sodoran mangkuk berisi bakso pesanannya. 

"Makasih." Ujar Aiza setelah ia mendapatkan mangkuk baksonya. 

Laki-laki itu lalu mendudukan dirinya dikursi kosong diantara Aiza dan Hera. Kebetulan meja bundar itu memiliki empat kursi, hingga kini hanya tersisa satu kursi yang kosong. Hera dan Aiza tidak terlalu mempermasalahkannya, mereka lebih memilih untuk segera menikmati makanan mereka tanpa ada keributan. 

Hera menatap heran kearah mangkuk bakso Aiza, hampir empat tahun mereka berteman dan baru kali ini gadis berkacamata itu melihat Aiza memakan Bakso tanpa cabe. "Tumben bening. Insyaf lo?"

"Perut gue lagi bermasalah gara-gara bakso pedes kemarin. Semaleman gue gak bisa tidur gara-gara bolak balik ke kamar mandi. Untung gue punya persediaan obat sakit perut di apartemen."

"Elo sih, pake acara bikin si pak bos sakit perut. Kena karma kan, lo. Makanya jangan macem macem sama suami."

Sepertinya yang dikatakan Hera benar, mungkin ia terkena karma karena memberi Gerald obat Pencahar sampai laki-laki itu lemas karena tidak bisa berhenti keluar masuk kamar mandi. Tapi tidak, Aiza tidak percaya dengan yang namanya karma, sakit perut Aiza murni karena kebodohan Aiza yang menyantap dua nangkuk bakso super pedas hanya untuk melupakan kekesalannya pada Gerald. 

MARRIED WITH MY FRIEND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang