TIGAPULUH TUJUH

8.8K 527 77
                                    

🐡🐡🐡







Mereka semua kembali ke kelas, dan melanjutkan mata pelajaran. Sampai akhirnya jam waktu pulang pun berbunyi.

Eca merasa Gilang menyembunyikan sesuatu yang penting, dia benar-benar melihat Gilang secara saksama sedari tadi tak lepas dari iris matanya sedetikpun.

Eca melihat sekarang waktunya Gilang piket, dia sedang menghapus papan tulis di depan.

Hm? Gilang ada tanda lahir di lengannya? Apa coba gue peluk dulu, ya? Takut tadi salah liat.

Eca langsung buru-buru bergegas dari bangkunya berjalan ke arah Gilang, dia berdiri di samping Gilang yang masih fokus ke papan tulis.

"Gilang sebentar." Tahan Eca di lengan Gilang dan meremas bajunya, menyingkap seragam bagian tangannya ke atas, sambil dielus sedikit mencari tanda lahir.

Percayalah Eca seperti orang mesum, dengan tersenyum lebar ke arah Gilang yang menatapnya bingung.

"Eca modusnya lancar banget, ya, Kris," celetuk Caca melihat itu dari bangkunya.

"Lo berdua samanya!" Kris memicingkan matanya ke samping.

"Hm, kenapa?" Dia melihat lengannya diremas oleh Eca.

"Gue baru tau lo olahraga, otot lo gede banget." Tangannya tak lepas dari otot bisep Gilang.

"Kenapa lo suka?" Kedua alisnya hampir menyatu sambil menatap wajah Eca dengan saksama.

"Lo jangan to the point gitu dong! Gue kan jadi malu," ucapnya malu-malu sambil menatap ke sana kemari tanpa melepas tangannya di lengan Gilang. Lalu tanpa sengaja bersitatap dengan mata tajam Kevan dan dibalas plototan oleh Eca.

"Apa lo liat-liat bayar!" Mulutnya bergerak ke arah Kevan dengan wajah songong, dia sadar sedari tadi  Kevan melihat ke arahnya terus.

Kris yang melihat perdebatan mata antar Eca dan Kevanpun mengambil tindakan. "Udah ayo, lanjutin yang tadi mumpung udah bel pulang sekolah." Tarik Kris dikerah belakang baju Eca dan menyeret dia keluar kelas, hingga cengkaman tangan di lengan Gilang terlepas.

Setelah sudah di luar kelas Kris baru membuka suaranya lagi. "Lo suka Gilang?" tanya Kris di samping Eca.

Eca menoleh dengan raut terkejut. "Bego, boleh emang?"

"Tolol, kagalah pawang udah banyak juga,"

"Apa sih, gue bukan mbak Rara?"

"Itu pawang hujan, hadeh." Kris menghela nafas jengah berbicara dengan Eca sama saja menguras energi dalam dirinya.

Berapa waktu berlalu sampai akhirnya Arka, Niel, Rafi dan Gilang menghampiri mereka dan melanjutkan yang tadi sempat tertunda.

Tak terasa mereka sudah sampai di lapangan basket, di sana banyak anggota Triger yang lain sedang berkumpul termasuk Kikan yang sedang duduk di samping Kevan.

"Cantik, selalu tetap cantik," gumam seseorang.

Mereka berpencar, Caca dan Eca kabur kemangsanya, Kris memilih mengobrol dengan kenalannya. Arka, Niel, Gilang dan Rafi menghampiri Triger di pinggir lapangan yang sedang beristirahat.

"Kenapa baru ke sini?" tanya Kevan dengan menyipitkan matanya.

"Sorry bos, abis nemenin calon pacar,"

"Apa sih Niel! Eca milik gue sialan!" jawab Arka tak terima.

"Lo--"

"Diam! Berisik," potong Kevan malas mendengar perdebatan tidak bermutu mereka.

ANTAGONIS URAKAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang