37. Terbuka

137 6 5
                                    

*****
"Woy! Lo nyari buku apa nyari kutu? Lama banget anjir" cecar Deo yang melihat Geladi masih uyak uyek dengan tas Nareca.

Nareca menoleh ke samping nya dan mengerutkan kedua alis nya. Tangan nya ikut merogoh buku di dalam tas nya.

"Nih buku" ucap Nareca mengambil buku nya lalu menepuk nya ke atas kepala Geladi.

Puk

Geladi mengusap kepala nya yang tidak sakit, disertai dengan cengiran khas nya.

Kini giliran Gio yang memutar bola mata nya malas "Gini nih titisan titisan lemoters"

Kemudian mereka melanjutkan mengerjakan kisi kisi tersebut dengan bantuan buku panduan Nareca.

Tidak terasa bel istirahat berbunyi, mayoritas murid murid berhamburan ke area kantin, sebagian ada yang ke perpustakaan, dan ada pula yang hanya berdiam di kelas.

Beda hal nya dengan Nareca, ia pergi ke rooftop sendirian. Ia berkata akan menyusul teman temannya ke kantin, namun langkah nya berbelok menaiki setiap tangga menuju atap sekolah.

Entah kenapa saat ini ia hanya ingin ketenangan, begitu terlalu banyak masalah yang menimpa nya. Ia lemah, ia tidak bisa menopang semua masalah yang kian berdatangan.

Ia mendudukkan diri di kursi yang setengah patah, kepalanya menunduk dengan mata yang terpejam.

Tenang yang ia rasakan. Hanya semilir angin dan suara alat transportasi yang ia dengar saat ini.

Bayangan saat Reno dan Maria mengungkapkan bahwa ia bukan anak nya terus terngiang ngiang di telinga Nareca.

Fakta nya ia tidak tau keberadaan orang tua nya, mencari pun tidak akan ada hasil karena Nareca sendiri tidak tau rupa mereka.

Dan pada akhirnya Nareca memilih menerima takdir, bahwa kini ia hidup sebatang kara. Tidak akan ada lagi yang memperhatikan nya, dan tidak ada lagi yang menafkahi nya.

Pernah terlintas satu pikiran Nareca untuk menyerah, namun ia kembali berpikir bahwa semua itu hanya akan sia sia.

Suara isak tangis perlahan terdengar, Nareca menangis dengan kepala yang tertunduk, ia tidak sanggup dengan semua masalah ini.

Ia lelah dengan fakta fakta yang kian terungkap, dengan penyakit yang sama sekali tidak terpikirkan, dan semua alur hidup yang beliau rangkai untuk nya.

Seseorang dibalik pintu yang setengah terbuka menatap Nareca iba. Masalah apa yang kini menimpa nya? Hingga tangis yang ia dengar begitu pilu jika dirasakan.

Langkah nya menghampiri Nareca, lalu berdiri tepat di hadapannya. Satu tangannya beralih mengusap kepala Nareca sayang.

Nareca mendongakan kepala nya, ia bisa melihat Geladi tengah berdiri dengan tatapan lembut nya.

"Peluk gue kalo lo masih mau nangis"

Mata Nareca berkaca kaca mendengar nya, dengan cepat ia memeluk Geladi dengan posisi nya yang masih duduk. Ia tidak memikirkan keadaan disekitarnya saat ini, ia hanya ingin sandaran, itu saja.

Tangis Nareca pecah, ia memeluk nya dengan sangat erat. Geladi tidak pernah melihat Nareca sesedih ini, bahkan sekedar menangis ia hampir tidak pernah melihat nya.

Tangannya menepuk pelan punggung Nareca, berharap menenangkan nya.
Cukup lama mereka berada pada posisi saat ini. Hingga bel masuk berbunyi mereka tidak menyadarinya, biarkan BK yang mengurus semua ini.

"Lo jelek, apalagi kalo nangis" celetuk Geladi setelah melihat Nareca melepaskan pelukannya.

Nareca menghapus jejak air mata nya sebelum berucap "Makasih dan maaf karna gue, baju lo basah gel"

"Gue berdiri di lapangan aja udah kering nih baju" ucap Geladi santai.

"Kenapa?" Tanya Geladi kemudian.

Nareca menundukkan kepalanya kemudian menggelengkan kepalanya bahwa tidak ada hal serius yang menimpanya.

"Lo boleh bohong sama yang lain, tapi lo gabisa bohong di depan gue ca" ucap Geladi mendudukan dirinya di samping Nareca.

Nareca menoleh kesamping menatap Geladi yang terus menatapnya.

Geladi merogoh kertas disaku nya lalu menyodorkan nya pada Nareca yang terkejut melihat nya.

"Gue tau ca, tapi sayang gue telat" ucap Geladi menundukan kepala nya.

"Kita berobat ya, biar lo sembuh. Gue bakal bilang sama papa buat cari dok–"

"Lo siapa gel? Gimana bisa lo sepeduli itu sama orang lain?" Tanya Nareca dengan tatapan sendu.

"Lo bukan orang lain ca, gue sayang sama lo. Apapun bisa gue lakuin buat lo" ucap Geladi telak.

Nareca tertawa sumbang mendengarnya "Ngga perlu gel"

Geladi menaikan sebelah alis nya "Lo sakit ca, lo harus sembuh"

"Ngga bisa, Geladi. Penyakit gue udah stadium akhir, ga ada harapan buat gue sembuh, gue cuma bisa nunggu hari dimana gue diambil sama Tuhan" ucap Nareca menatap kedua tangan nya nanar.

"Lo ga boleh ngomong gitu ca. Lo masih muda, lo berhak hidup lebih lama dan gapai cita-cita lo" ucap Geladi mengusap tangan Nareca untuk menenangkan nya.

"Ajal ga ada yang tau gel, bisa aja besok nyawa gue diambi"

"Ca!" Sentak Geladi setengah marah dengan ucapan Nareca.

"Gue cape, gue pengen istirahat. Gue ga mau raga gue terus terusan disiksa kaya gini, gue ga bisa" ucap Nareca kembali terisak.

"Gue ga punya siapa siapa gel. Gue ga punya orang tua, gue ga punya sodara, bahkan orang yang peduli sama gue hampir ga ada" racau Nareca tanpa sadar.

"Gue ga tau mau kemana sekarang. Gue mau nyusul kakek nenek disana. Tapi kenapa seolah olah Tuhan nahan gue buat pergi. Kenapa gel? Gue punya dosa sebanyak apa sampe Tuhan terus terusan nyiksa gue"

Geladi diam mendengarkan setiap ucapan dari Nareca, namun atensi nya teralihkan ketika melihat darah yang perlahan keluar dari hidung Nareca.

Nareca masih menangis, tanpa sadar bahwa hidung nya kini mimisan. Geladi mengeluarkan sapu tangan di saku nya, lalu dengan pelan tangannya mengusap darah dari hidung Nareca.

Seketika tangis Nareca terhenti, lalu meraba hidung nya yang basah. Ia mengelapnya dengan sapu tangan Geladi yang ia ambil alih.

"Please bertahan ya, ga boleh nyerah ca. Gue tau lo kuat, buktiin sama semua orang kalo lo pasti bisa. Ada gue yang selalu support lo, gue yakin kakek nenek lebih seneng kalo cucu nya bisa bertahan lebih lama" ucap Geladi mengusap sisa air mata Nareca dengan ibu jari nya.

"Ga usah pikirin hal hal yang ga perlu di pikirin. Fokus sama kesehatan lo, gue ada disaat lo butuh apa apa" kata Geladi beralih mengusap kepala Nareca.

Nareca tersenyum tipis lalu menganggukan kepala nya "Makasih"

"Ca? Jangan nangis ya? Jangan ngomong kaya gitu lagi, gue ga suka" ucap Geladi setengah merajuk, tangannya melipat di dada nya dengan mulut yang sedikit dimajukan.

Nareca tertawa kecil melihat nya. Alih alih marah, Geladi tersenyum tipis melihat Nareca yang terhibur dengan aksi nya

"Mau bolos ngga?"

"Cussss!"

*****

NARECA Where stories live. Discover now