9. Trauma

225 18 0
                                    

**********
Baru saja satu langkah Rayen keluar dari kamar Nareca. Ia kembali dikejutkan oleh suara benda pecah disertai dengan teriakan Nareca.

Dengan kilat ia kembali masuk dan melihat Nareca sedang terduduk dengan kedua kaki nya yang ia peluk.

Rayen melihat kaca yang tadi masih utuh kini sudah pecah berkeping-keping dihadapan Nareca.

Nareca sendiri ia tidak tau apa yang dia lakukan tadi. Hanya satu yang ia rasakan saat ini yaitu ketakutan, entah apa penyebabnya.

"Please bantu Reca keluar dari tempat ini pa ma. Reca butuh kalian, Reca mohon. Percaya sama Reca kalo Reca bukan pembunuh, Reca bukan pembunuh" Racau Nareca tidak jelas.

Mata nya tertutup namun air mata nya sama sekali tidak berhenti. Mulut nya terus meracau. Kepala nya terus menunduk dan menggeleng.

Rayen menatap adiknya terkejut plus khawatir. Ia tidak tau bahwa tragedi 1 bulan yang lalu menjadi trauma bagi Nareca.

Yang ia dan keluarganya tau Nareca bersalah dalam kasus itu. Namun siapa sangka kejadian tersebut membuat Nareca tertekan hingga terbawa menjadi trauma yang saat ini ia lihat.

Rayen menghampiri Nareca namun teriakan Nareca memberhentikan langkahnya "Stopp!! Jangan sentuh gue bajingan!!!"

"Ini kakak Reca. Tenang ya semua pasti akan baik-baik aja" ucap Rayen pelan-pelan menghampiri Nareca yang menatap nya dengan sorot ketakutan.

"Please! Jangan lakukan ini. Ini salah, gue mohon jangan lakukan ini. Keluar please! Keluarrrrr!!!!!!" Teriak Nareca menutup matanya rapat.

Bukannya pergi Rayen malah memeluk Nareca dengan sangat erat. Meskipun Nareca memberontak dan terus memukuli punggungnya, Rayen tetap memeluk adiknya tanpa melepasnya seinci pun.

"Gue mohon jangan kaya gini ca. Lo tau dengan lo kaya gini justru buat gue nambah khawatir. Maaf, maaf karna gue ga ngedukung lo waktu itu. Maaf untuk semuanya gue ga ada pas lo butuh sandaran. Maafin kakak Reca" Sungguh yang mendengar ucapan Rayen barusan akan ikut menangis karena betapa pilu nya dia mengatakan maaf pada adiknya yang terluka ini.

"Obat" lirih Nareca berusaha untuk mengatur nafasnya yang kini terasa sesak.

"Obat apa?" Tanya Rayen melepaskan pelukannya dan melihat Nareca yang memegang dadanya.

"La-laci" tunjuk Nareca pada lemari kecil samping ranjang.

Rayen dengan cepat membukanya namun betapa terkejutnya dia melihat begitu banyak macam macam obat didalam sana. Namun insting nya tertuju pada satu botol berisi banyak pil yang ia tau itu obat apa.

Nareca menerima obat nya kemudian memakannya tanpa bantuan air sedikit pun.

Tidak lama nafas Nareca kembali teratur dan ia cukup tenang kali ini. Nareca menatap kakaknya terkejut tetapi ia kembali menetralkan mimik wajahnya.

"Ngapain masih disini?" Ucap Nareca ketus. Ia berdiri dan membersihkan kaca yang berserakan.

Rayen yang melihat perubahan adiknya yang sangat cepat itu hanya menatapnya tak percaya, bagaimana bisa?

"Setelah lo ngamuk-ngamuk terus banting kaca yang ga bersalah. Lo masih tanya ke gue ngapain? Ya gue khawatir lah Ca. Lo kenapa sih?" Tanya Rayen heran. Ia membantu adiknya membersihkan kaca yang berserakan.

"Gue gapapa. Mending sekarang lo keluar ya kak. Gue mau istirahat" ucap Nareca setengah ngusir, ya emang tujuannya gitu.

Nareca meletakan kembali alat kebersihan nya dipojok ruangan.

Rayen melongo "Lo ga mau jelasin gitu kejadian lo barusan?"

"Ga ada yang perlu dijelasin" ucap Nareca menunjuk pintu kamar nya.

NARECA Where stories live. Discover now