42. Melawan Ego

811 109 7
                                    

"Pak, saya sangat menyesal sudah membuat masalah di kampung ini, karena itu saya bersedia bertanggung jawab sesuai dengan aturan yang berlaku" ujar Bima mantap dan penuh keseriusan setelah mendengar keputusan Kepala Desa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pak, saya sangat menyesal sudah membuat masalah di kampung ini, karena itu saya bersedia bertanggung jawab sesuai dengan aturan yang berlaku" ujar Bima mantap dan penuh keseriusan setelah mendengar keputusan Kepala Desa. Ia yang tadinya kekeh menyangkal tiba-tiba berubah 180 derajat membuat semua yang hadir terbengong dan kehilangan kata-kata.

Sementara Shalimar di ruang jiwa sudah histeris, niatnya merajuk lebih lama, malah dinikahkan lebih cepat. "Tolak Lima tolak! Aku belum memaafkannya" pekiknya tak terima.

"Tidak bisa di tolak Imar, nanti warga Desa marah mereka bisa kena sial"

"Tidak mungkin, Jin penunggu Desa ini baik dan tidak menganggap kita mesum, jelaskan pada mereka!"

"Mereka mana percaya, jangan sampai kita di anggap mengarang cerita demi bebas dari hukuman, sudahlah! terima saja, mungkin sudah jodoh kita, lagian Kak Bima juga sudah minta maaf, jangan lupa dia juga sudah banyak menolong kita, teman-teman kita bahkan Papa dan Mama " jawab Salima bijak membuat Shalimar tidak berani lagi protes.

"Baiklah karena tidak ada yang keberatan maka pernikahan akan dilaksanakan sekarang juga, kalian silahkan merapikan diri biar kami yang menyiapkan segalanya" ucap Pak Kepala Desa final.

Bima dan Salima lalu dibawa oleh Ibu masing-masing ke kamar-kamar yang ditunjukkan oleh istri Kepala Desa. Tapi karena tidak ingin Putra Putri mereka berpenampilan asal dihari sakral mereka. Senira dan Kartika memutuskan kembali ke rumah dan mencari pakaian yang pantas.

🌺

Bima sudah tampak gagah dengan kemeja putih dan peci hitam, wajahnya tampak sumringah. Semesta seolah mendukungnya meski pertunangannya batal tapi pernikahannya malah dipercepat tampa perlu menunggu Salima selesai kuliah.

Saat sedang mematut bayangannya di cermin, ia melihat ibunya masuk dengan wajah sendu. Bima pun nerbalik dan memusatkan perhatian sepenuhnya kepafa Ibunya

"Kenapa Bu? apa ada masalah? tanyanya cemas, ia takut Salima menolak menikah, karena yang ia tahu, tadi Ibunya pamit ke kamar dimana Salima berada.

Kartika menggeleng, ia lalu memeluk tubuh Bima erat, kemudian menangis.

"Anakku, Ibu senang kau akhirnya menikah, tapi bukan dengan cara seperti ini, jauh dari teman dan sanak saudara kita serta karena tekanan pihak lain, kau Putra Ibu satu-satunya, Ibu ingin menggelar pesta meriah dan menjadikanmu Raja sehari" curhat Kartika di sela tangisnya.

Bima menghela nafas lalu mengurai pelukan mereka, kemudian menunduk untuk menatap wajah Ibunya dan membantu mengusap air matanya.

"Ibu bisa membuat pasta meriah nanti begitu kita kembali ke rumah, yang penting sekarang kita amankan dulu calon mantu Ibu, bukankah ini unik, tidak semua orang bisa menikah dengan cara seperti kami, ini pasti akan jadi cerita seru untuk anak cucu kami nanti"

Bima tertawa setelah menyelesaikan ucapannya membuat Kartika memicingkan mata kemudian meletakkan tangannya di dahi Putranya. "Kau sehat kan Nak? ini tidak seperti dirimu, kau biasanya selalu logis, berpikir matang sebelum mengambil keputusan, juga tidak mudah di intimidasi, tapi mengapa...?"

Twin S (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang