30. Pembullyan

19 8 0
                                    

Suasana kamar seorang gadis kini terlihat berantakan dengan sang pemilik yang tidur diatas kasur dengan ditutupi selimut tebal. Sheina masih tertidur disaat waktu untuk berangkat sekolah telah tiba. Gadis itu sangat malas untuk bersekolah karena ia tau apa yang akan terjadi disekolah saat dirinya datang.

Terkait masalah orang tuanya yang menggelapkan uang perusahaan Sheina takut dirinya menjadi bahan bullyan lagi. Hingga akhirnya ia memilih untuk melanjutkan mimpi indahnya. Tapi sayang Rafael tidak membiarkan itu terus berlanjut, sampai diketuknya pintu kamar Sheina dengan kencang agar gadis itu cepat bersiap-siap pergi ke sekolah.

Tok tok tok!

"Dek, lo hari ini berangkat kan?" Tanya Rafael dari dibalik pintu kamar sang adik.

Namun tidak ada jawaban dari dalam.

"Lo harus berangkat dek, lo pasti bisa lewatin semua ini, percaya sama gue." Kata Rafael menyemangati. Tapi tetap saja Sheina tidak juga bergerak untuk beranjak dari tidurnya. Ia justru berguling mencari posisi tidur yang nyaman.

"Shei, lo denger gue ngomong nggak?" Tanya Rafael lagi yang tidak meninggalkan adiknya begitu saja. Sampai pada akhirnya dengan terpaksa Rafael membuka pintu kamar Sheina.

Cklek

Suara knop pintu terbuka, dan Rafael melihat adiknya masih tidur dengan nyaman diatas kasur. Cowok itu menghela napas.

"Astaga. Lo masih tidur?" Kaget Rafael berjalan mendekati adiknya.

Rafael lalu menggoyangkan pipi Sheina agar gadis itu mau membuka matanya, "Dek, bangun. Lo harus berangkat sekolah." Katanya jelas.

Merasa ada yang mengusik tidurnya membuat Sheina meleguh, "Ngeuhh... Nggak ah, males."

Rafael berdecak, "Jangan karena masalah papih lo jadi lemah gini, mana diri lo yang pembrani itu? Tunjukin coba," Ucap Rafael tidak berhenti membangunkan adiknya.

"Kak, gue takut. Gue takut dibully lagi. Udah cukup gue babak belur kemaren tau nggak!" Balas Sheina kemudian menutupi wajahnya dengan bantal.

"Kalo gitu lo harus bareng gue terus biar mereka nggak ada yang berani ngebully lo, ayo cepet bangun!"

"Ck, kak kelas kita kan jauh, lo nggak mungkin selalu bareng gue disekolah."

"Ya tapi lo harus berangkat, gue nggak mau mamih kecewa denger lo gak berangkat hanya karena masalah kemaren." Jelas Rafael tanpa henti.

Sheina mendecih, "Emangnya mamih peduli sama kita? Dia aja masih tetep kerjakan denger papih dapet masalah? Bukannya pulang dulu malah nginep di kantor!"

"Mamih sibuk juga karena untuk biayain kita sekolah dek, lo nggak boleh mikir yang nggak-nggak. Apalagi sekarang papih udah di PHK kalo mamih nggak kerja gimana nasib kita coba?" jelas Rafael berpikir dewasa.

Sheina menghela napas, akhirnya ia menyerah juga. "Huh... Iya-iya nih gue berangkat!" Sheina beranjak dari kasurnya lalu segera mengambil handuk.

"Lo tunggu diluar," katanya sebelum memasuki kamar mandi.

Rafael tersenyum tipis, ia mengerti perasaan adiknya. Sebenarnya Rafael juga malas untuk bersekolah tapi mengingat betapa bergunanya masa depan dengan pendidikan membuat ia bangkit untuk melanjutkan sekolah meskipun keadaan keluarganya sedang tidak baik-baik saja.

Rafael tidak ingin merasakan perihnya menjadi orang miskin saat kelurga mereka sedang berada di ekonomi yang rendah, apalagi sekarang semua dana perusahaan disita. Beruntungnya mamih Sheina masih bekerja jadi tidak lagi merasakan bangkrut.

Setelah itu Rafael keluar dari kamar adiknya untuk menunggu diruang tamu sambil bermain ponsel. Ia mengirimkan pesan kepada Caitlin bahwa Sheina akhirnya mau berangkat sekolah, cowok itu meminta Caitlin untuk menjaga Sheina disaat dirinya tidak ada. Karena pasti gadis itu masih menjadi bahan perbincangan satu sekolah. Hubungan mereka pun kini semakin dekat dan mungkin akan menjadi sosok sepasang kekasih. Rafael menunggu waktu yang tepat untuk itu.

SOPA [COMPLETED]Where stories live. Discover now