O4. Hot News

25 10 12
                                    

Aram terdiam kaku di kamarnya begitu membaca apa yang tertera pada layar ponsel di genggamannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aram terdiam kaku di kamarnya begitu membaca apa yang tertera pada layar ponsel di genggamannya. Wajahnya rumit, entah apa yang sedang dia pikirkan seraya melihat salah satu postingan di Instagram itu. Tanpa melakukan apa-apa, layar ponsel Aram berubah, nama Rick Ray tercetak di bagian atas ponsel lengkap dengan tombol merah dan hijau berlogo telepon di bagian bawah. Menekan tombol hijau, Aram membawa ponselnya untuk menempel pada telinga.

"Aram..." Suara Rick tak terdengar seperti biasanya. "Gimana ini?" tanya lelaki itu.

"Gimana?" Aram membeo sebagai tanggapan.

"Malah balik nanya," ucap Rick dari seberang sana. "Lo lihat berita, kan?"

Aram membasahi bibir bawahnya yang tiba-tiba terasa kering sebelum dia berkata, "Hm. Sastra meninggal."

"Bukan sekedar meninggal, Ram! Dia dibunuh! Dia mati dibunuh dan jarinya diambil. Sialan, siapa orang gila yang tega-teganya lakuin itu?!" Rick meninggikan nada bicara. Jelas marah karena perempuan yang dia sukai meninggal dengan tragis. Usianya pun masih muda, sama dengannya.

Meski tak melihat, tapi Aram tahu kalau seseorang baru saja merebut ponsel Rick. "Ram, gue mau ke sekolah. Temenin bocah ini yang jadiin gue tawanan." Suara Daffa bisa Aram dengar dengan baik.

"Gue juga mau ke sekolah," ucap Aram secara tak langsung menolak permintaan drummer Element itu.

"Rick, bodo amat, ya, lo mau nginep di sini juga." Di seberang sana, Daffa sepertinya tengah berbicara dengan Rick. "Lepas anjir, ogah gue dikira homo." Entahlah mereka sedang apa, Aram hanya setia mendengarkan tanpa menginterupsi.

"Aram, temen lo ngomong kasar." Kali ini suara Rick yang kembali terdengar. Keras sekali. Orang itu mungkin berteriak.

"Rick tolol! Jangan kek boti gitu woy, banyak wartawan."

Ah, Aram jadi bisa membayangkan tingkah apa yang sedang Rick buat di seberang sana. Bibirnya sedikit melengkung saat tahu kalau Rick pasti sedang bergelayut manja di lengan kekar Daffa. Menahan agar Daffa tidak pergi ke sekolah. Merasa tak berguna mendengarkan percakapan dua temannya, Aram memilih mematikan ponsel. Memasukan benda itu ke dalam bagian depan case gitar hitamnya, kemudian menggendong case itu di punggung. Sebelum membuka pintu, tangannya sempat meraih helm sepeda berwarna biru putihnya. Pria yang melapisi seragam Lentera Launa dengan jaket putih itu menuruni anak tangga guna sampai di lantai bawah dan keluar.

Kakinya dia arahkan menuju carport di sisi rumah, mengambil sepeda biru langit yang tak terlalu mencolok, kemudian menuntunnya hingga sampai pada gerbang kayu coklat sedikit lebih tinggi dari pinggangnya. Membuka gerbang itu sebelum keluar dan menaiki sepeda. Ah, dia tentu saja tidak lupa untuk kembali menutup gerbang sebelumnya.

Aram mengayuh sepedanya di jalanan basah beraspal area perumahan tempat rumahnya berdiri. Sesekali dia tersenyum kecil kala tak sengaja berpapasan dengan tetangga yang merawat tanaman di halaman ataupun Ibu-ibu dengan blazer formal yang membawa mangkuk berisi bubur dari depan perumahan.

I Need Your LifeWhere stories live. Discover now