14. Alvian

14 5 3
                                    

Bergerak gelisah dalam tidurnya, seorang pria yang terlentang dengan selimut mencapai dada berakhir membuka mata dan spontan bangkit dengan napas yang terenggah. Dia mengulurkan tangan, menyalakan lampu tidur sebelum menoleh pada jendela. Hujan masih lebat.

Setelah berhasil menormalkan detak jantungnya, pria itu menyingkap selimut, turun dari ranjang dan melangkah kecil ke arah rak buku. Mendorongnya ke samping dengan kedua tangan hingga ruang kecil di balik rak mampu terlihat.

Dia menatap isi ruangan itu. Tak banyak, hanya beberapa topeng hantu menyeramkan berbagai rupa yang menggantung di tembok dan setumpuk foto berbagai ukuran yang beberapanya sudah ada yang rusak. Netra jernihnya jatuh pada topeng paling bawah, topeng hantu berwarna putih dengan mulut yang menganga lebar yang sempat viral beberapa tahun ke belakang. "Kali ini... lo, ya?" tanyanya meski tahu tidak akan pernah ada yang menjawab.

Beberapa saat berdiri di depan ruang topeng dan foto itu, dia akhirnya beranjak. Kembali mendorong rak yang memang sengaja dibuat agar bisa digeser. Setelahnya dia mendekat pada jendela, menyingkap tirainya hingga suasana luar terlihat oleh mata. Hari ini bulan tertutupi oleh awan hitam, perasaannya yang sudah kelabu akibat mimpi buruk sesaat lalu semakin terasa pekat dengan sesak yang menyapa dada. Kolam ikan dan halaman luas berhias lampu taman yang indah sama sekali tak bisa menjadi penghiburnya.

••• 

Pukul delapan pagi, semilir angin membuat gorden putih berlapis biru tak cerah di kamar Aram bergerak-gerak lembut. Di sisi jendela, seraya melihat burung cantik di rumah seberang, perempuan berkaus putih polos dan dilapisi cardigan kuning jagung tengah menggenggam sebuah mug biru berisi teh panas yang bahkan masih menimbulkan asap tipis.

Ini adalah pagi keempatnya hidup sebagai arwah di tempat Aram. Selama empat hari itu, teh hangat di pagi hari tak pernah absen Aram berikan sebagai sesajen── kata lelaki itu. Aram juga terkadang menawarkan makanan meski Oliv lebih banyak menolak. Entahlah, dia tidak lapar, tapi tidak juga kenyang. Dia bisa meminum teh dan merasakannya, tapi setelah masuk ke dalam tubuh selama 5-6 menit, rasanya teh itu ditarik lagi darinya.

Aram ada di bawah. Sejak dipanggil sarapan oleh ibunya tadi, lelaki itu belum naik lagi. Yang Oliv tahu sejak tinggal di sini, Aram hanya tinggal berdua dengan sang ibu. Entahlah ayahnya bekerja di luar kota atau sudah tak bersama, Oliv merasa tidak pantas menanyakan hal itu.

Setelah satu dua tegukan kecil teh, Oliv menyingkir dari jendela. Menyimpan mug di atas meja belajar, perhatiannya jatuh pada benda persegi yang ada di dalam rak dekat meja belajar. Dekat juga dengan jendela kamar. Benda itu sudah menarik perhatiannya sejak beberapa hari lalu karena bagaimanapun cukup aneh melihatnya di kamar manusia kelahiran 2005.

Rak tempat benda itu tersimpan cukup tinggi dan si benda di simpan tepat di mana Oliv bisa menjangkaunya dengan berdiri. Posisinya lurus dengan dadanya sehingga dia tak repot-repot merunduk atau berjinjit untuk menyentuhnya.

Jari-jari lentik Oliv menyusuri benda persegi panjang dengan dua speaker di kanan dan kirinya. Beberapa tombol ada di bagian atas. Yang menarik, benda itu berwarna biru pudar dan tampak terawat. Beralih ke bagian bawah rak, dia bisa menemukan cukup banyak benda kotak yang ditata dengan rapi. Mengambil salah satunya, dia membawa benda itu tepat ke depan mata dengan kedua tangan. Memperhatikannya sedemikian rupa sampai-sampai tak sadar Aram sudah nangkring di depan jendela. Baru, begitu Oliv memutar tubuh ke jendela masih dengan benda kotak yang di bawa tepat di depan mata, dia menyadari kehadiran Aram.

Pria itu membaringkan lengannya di bagian bawah kusen jendela, tubuhnya menyerong pada Oliv saat gadis itu menghadapnya. Rambut halus Aram yang digerakkan angin menjadi objek pertama yang Oliv sadari, benda kotak di tangannya menghalangi pandangannya pada sepasang mata Aram hingga perlahan Oliv menurunkan tangan dan bertatapan langsung dengan Aram yang menatapnya. Yah, meski sedetik kemudian Aram berpaling pada benda kotak di tangan Oliv. 

I Need Your LifeWhere stories live. Discover now