O3. Topeng Hantu

30 11 3
                                    

"Mbaknya masih sekolah, ya?"

Diiringi musik koplo yang diputar dengan volume kecil, sopir taksi online Oliv menanyakan hal demikian. Mungkin basa-basi agar suasana bisa menjadi cair.

Tersenyum kecil, Oliv membalas, "Baru minggu lalu nerima kelulusan, Pak."

"Oh, sama kayak anak saya, dong, Mbak." Tanggapan sang sopir terdengar cukup bersemangat dan Oliv hanya terkekeh saja mengiyakan.

"Anak Bapak sekolah di mana kalau boleh tahu?" Kali ini Oliv yang mengeluarkan tanya, menyambung alur pembicaraan yang sebenarnya bisa saja diputus setelah kekehannya.  

Sopir itu membelokan mobil dengan lihai saat dia berkata, "Lentera Launa, Mbak. Alhamdulillah bisa masuk ke sana tiga tahun lalu meski awalnya anak saya kurang percaya diri."

Raut tertarik muncul secara alami pada wajah cantik Oliv. "Saya juga dari Lentera," ucapnya dan dari kaca, Oliv bisa melihat sopir itu cukup terkejut. Rasanya aneh, apa penampilannya tak cocok, ya, untuk orang yang bersekolah di SMA paling ngetop se-Launa?

"Pantes. Kelihatan dari auranya, Mbak." Oliv merasa kalimat itu berbanding terbalik dengan reaksi spontannya tadi.

Obrolan malah terus berlanjut, sopir taksi bahkan sampai menceritakan suka dukanya sebagai sopir taksi online. Mengatakan kalau putri bungsunya sangat pintar karena bisa menyelesaikan rubik dalam waktu lima menit saat kakak-kakaknya bahkan tidak pernah bisa menyelesaikannya dalam waktu selama apapun. Ah, Oliv tidak bisa bilang kalau dia mampu menyelaraskan rubik kurang dari 10 detik saat usia enam tahun. Tak terasa mereka nyaris setengah jalan, membelah jalanan sepi di pinggir hutan dengan suasana tenang. Tak ada lagi obrolan, musik koplo bahkan sudah berhenti diputar. Oliv sekarang hanya memperhatikan keluar jendela, melihat perairan tenang beberapa meter di sisi kanan dengan suara hujan dan gemuruh petir memekakkan telinga. Malam ini cuaca benar-benar buruk. Kabut bahkan muncul, membungkus mobil hingga menyempitkan jarak pandang sang sopir.

Entahlah, Oliv bisanya menikmati cuaca seperti apapun, tapi sekarang perasaannya malah tidak enak sampai akhirnya suara ledakan disusul guncangan terasa olehnya. Mobil yang dia tumpangi tergelincir, berputar-putar kencang dan Oliv hanya bisa meremas erat sabuk pengaman yang melintang di tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, rasa takut memuncak begitu mobil oleng ini menabrak pohon dengan keras dan terguling beberapa kali. Pecahan kaca dan benturan menghantam dirinya, membuat beberapa titik tubuhnya menjadi robek dan mengeluarkan darah.

Yang dia tahu, setelah mobil berhenti secara terbalik, dari balik kabut yang samar-samar dia lihat, sepasang kaki berlapis sepatu oxfords yang nyaris tenggelam oleh jubah melangkah teratur ke arahnya. Jubah basahnya berkibar oleh kencangnya angin, air memercik tiap kali kakinya turun bertubrukan dengan jalanan beraspal.

Mungkin Oliv hanya berhalusinasi, karena di tengah derasnya hujan dan gemuruh petir, meski sayup-sayup dia malah mendengar bunyi langkah kaki dan cipratan air orang misterius yang nyaris sampai padanya. Tak... tak... tak.... Rasanya Oliv mengalami mimpi buruk begitu orang berjubah berjongkok hingga topeng hantu dengan mulut menganga bisa Oliv lihat tepat di depan matanya.

 Rasanya Oliv mengalami mimpi buruk begitu orang berjubah berjongkok hingga topeng hantu dengan mulut menganga bisa Oliv lihat tepat di depan matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Dingin. Sakit. Perih. Seluruh tubuh Oliv terasa remuk saat perlahan kesadaran kembali pada gadis basah kuyup itu. Bibir pucatnya bergetar, mengedarkan pandang ke sana sini yang dia temukan hanyalah hamparan tanah yang dibungkus kegelapan. Kabut menyebar disekelilingnya, rembulan di atas sana tertutupi oleh awan hitam hingga sekarang ini Oliv benar-benar kesulitan untuk melihat.

Tali tambang melingkar di tubuhnya, menyatukan gadis itu dengan pohon asem tinggi besar di belakang dengan sangat erat. Langit bergemuruh, tak lama kemudian petir menyambar tanah lapang di depan gadis itu. Kilatan cahaya yang dihasilkan membuat Oliv bisa menangkap keberadaan seseorang beberapa meter di depannya. Lagi, petir terus menyambar dan membuat cahaya berkilat-kilat sampai tanpa sadar napas Oliv tertahan kala tahu orang bertopeng hantu mendekat padanya.

"L-lo siapa?" Kakinya menapak di tanah dan meski menyeramkan, tapi topeng dan jubah semacam itu banyak dijual di pasaran hingga membuat Oliv sepenuhnya sadar kalau orang yang kini ada di depannya adalah seorang manusia.

"Lo pembunuh." Suara yang telah dirubah ala-ala peretas dalam film mengatakan dua kata itu. Kalimat singkat yang benar-benar tak dimengerti oleh Sastra Olivia. Sebilah pisau dikeluarkan oleh orang bertopeng dari balik jubahnya hingga membuat Oliv menelan ludah susah payah. Oliv tercekat, ingin sekali tiba-tiba terbangun di atas kasur saat orang bertopeng berjongkok dan mengarahkan pisau padanya. Dia meremas tanah basah di bawahnya, menggigit bibir kuat-kuat hingga tanpa diduga pisau itu memutus tali yang mengikatnya. Secepat kilat menyadarkan diri, Oliv mendorong orang bertopeng. Meski kakinya terasa linu, tapi Oliv memaksakan berdiri, memaksa kaki untuk berlari dengan sesekali menoleh ke belakang. Orang itu mengejar. Ya, tentu saja akan begitu.

Kakinya melambat, rasa sakit di pergelangan membuat dia ingin sekali berteriak. Tali tambang kembali menyapanya, mencekik lehernya dan Oliv berusaha menarik itu meski kesulitan. Entah pria atau wanita, tapi tenaga orang bertopeng benar-benar tak bisa Oliv lawan. Dia jatuh terlentang, tambang yang melingkari lehernya membuat kepalanya terangkat saat dia diseret kembali menuju pohon asem. Oliv tak mampu mengambil napas, leher dan dadanya terasa sakit dengan mata yang melotot tanpa disadari. Dia memberontak, kakinya menendang ke sana ke kemari meski tak butuh waktu lama untuk gadis itu kehilangan tenaga. Perlahan tambang itu kian melonggar, dia juga tak lagi diseret dan itu membuatnya segera duduk dan meraup udara sebanyak mungkin meski sakit. Tanpa peringatan, tanpa pemberitahuan, saat Oliv masih memunggungi orang bertopeng, kepalanya malah dihantam sesuatu hingga membuat dia kembali terjatuh. Tubuhnya ditindih, rambutnya diremas dan ditarik saat sisi kepalanya terus-terusan dihantam oleh batu. Aahh, apa ini? Kenapa kejadian semacam ini harus menimpa Oliv? Apa salahnya? Bahkan dalam mimpi paling buruk sekalipun kejadian ini tak pernah Oliv alami.

Pukulan itu berhenti. Darah keluar dari kepala, hidung, dan satu telinga gadis itu. Rambutnya masih saja diremas saat orang bertopeng berkata, "Kenapa lo bunuh dia?"

Seumur hidup, selain semut, ulat, dan kecoa, tidak ada yang pernah Oliv hilangkan nyawanya. "Se-selamatin gu-gue," ucap Oliv. Suaranya masih terdengar jelas meski tadi sudah berteriak-teriak kesakitan. "Gue... gue mohon..."

"Lo harusnya nggak bunuh dia!" Lagi. Kalimat yang tidak Oliv mengerti kembali didengarnya.

"Ma-maaf. Gue... gue nggak── gue nggak pernah bunuh siapa-siapa."

Jambakan di rambutnya menguat saat dia berkata demikian, sesaat kemudian kepalanya dihempaskan begitu saja. "KENAPA, BANG*AT?!" Oliv tak bisa berbuat apa-apa saat orang di atasnya kembali memukul seraya terus bertanya 'Kenapa?'

•••

26.07.2023

I Need Your LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang