O2. Sastra Olivia dan Element

29 11 10
                                    

"Cakep." Rick tak henti-hentinya memandang gadis bercardigan kuning jagung yang tengah duduk dengan meja persegi di depannya. Sebuah antrian panjang ada di balik meja itu, di masing-masing tangan orang yang mengantri terdapat buku tebal bersampul hitam dengan gambar suram.

"Kawai." Natsuki ikut bergumam. Sorot jernihnya tak lepas dari sosok Oliv beberapa meter dari tempatnya berdiri.

"Hah uhah hok Jepang, Nat." Daffa berkomentar seraya menguap. Hal yang membuat ucapannya menjadi tidak jelas.

"Aqua 2 liter bisa masuk ke mulut lo." Meski kalimatnya begitu, tapi Wara yang memposisikan diri di samping Daffa mengatakannya dengan nada yang benar-benar santai.

"Gue emang Jepang kali. Penjajah lo, nih." Saat mengatakannya, Natsuki membusungkan dada seolah bangga.

"Jadi penjajah, kok, bangga," ucap Daffa menyindir.

"Ck, ck, ck." Menggeleng-geleng halus, sorot Rick belum juga lepas dari Oliv. Kekaguman tergambar jelas di wajah pria itu. "Dia mau nggak, ya, kalau gue tembak?" tanyanya.

"Meninggal." Satu kata yang terdengar ragu-ragu itu dilontarkan oleh Aram dan membuat dirinya langsung dipelototi Rick dan Natsuki.

"Maksud Aram, Oliv bakal mati kalau lo tembak," ucap Daffa mengacak rambut teman paling pendiamnya itu. 

"Hm, sejenis lawakan?" tanya Natsuki dengan nada menyebalkan. "Ha.ha.ha. ketawa, guys, ketawa, Aram barusan ngelawak," ujarnya tak ditanggapi teman-temannya. Itu membuat Natsuki garuk-garuk kepala aneh dan mendorong Rick tanpa alasan. Entahlah, yang jelas Rick langsung memelototi teman blasterannya itu.

"Udah 12 jam sejak makanan berat masuk lambung kita. Hm, hm, sinyal lapar udah sampe ke otak gue. Jadi, gue saranin kita cari makanan. Tanda tangan Oliv udah kalian dapetin, kan?" kata Wara menatap Rick dan Natsuki. Dua orang penggemar berat Sastra Olivia. Yah, tidak seperti penampilan dan pembawaannya, Natsuki menyukai cerita misteri dan setiap novel misteri yang Oliv tulis selalu membuatnya terpikat. Sedangan Rick... ah, pria itu lebih suka menggoda gadis daripada membaca buku. Singkatnya dia menyukai setiap gadis termasuk Oliv yang baginya terlampau cantik. Meski sudah memiliki kekasih, si kurang ajar Rick Ray tetap senang sekali memandang perempuan lain.

Mendapati perutnya berbunyi, Natsuki berucap, "Agaknya kita emang harus makan."

Meski sedikit tidak rela, tapi Rick juga menyetujui itu. Daffa yang hobinya ikut-ikutan tentu saja manut tanpa komentar apapun.

Begitu mereka memutuskan untuk turun ke lantai dua di mana restoran favorit mereka berada, Aram menghentikan itu dengan berucap, "Gue... mau cari sesuatu dulu. Kalian duluan aja."

Memandang aneh temannya, Natsuki berkata, "Bukannya dari tadi. Kami tungguin, deh."

Senyuman manis Aram lepas di bibirnya. "Duluan aja. Pesenin gue sekalian," balasnya sambil berlalu pergi tanpa mendengarkan tanggapan yang lainnya terlebih dahulu.

"Ya, udah, sih, palingan dia nyari majalah 21+," ucap Rick yang kepalanya langsung dipukul Natsuki.

"Aram bukan elo," hardik si pria berdarah Jepang-indonesia.

Kala teman-temannya turun ke bawah, Aram malah berdiam diri di tempat yang paling tidak mencolok, tapi tetap bisa melihat Oliv. Dia tak terlalu sering memperhatikan gadis itu karena sesekali dia akan fokus pada ponselnya. Sampai akhirnya, entah untuk lirikan ke berapa, satu tangan Aram yang menjuntai di sisi tubuh mengepal tiba-tiba.

•••

Meregangkan tubuhnya yang kaku, Oliv menerima cup minuman yang disodorkan seorang pria dewasa berkemeja gelap dengan kumis tipis yang menghias area bawah hidungnya. "Makasih, Mas," ucap gadis itu pada orang yang telah banyak sekali membantunya. Keberadaan pria itu benar-benar berarti bagi Oliv, seseorang yang membuat apa yang dia tulis menjadi sempurna.

I Need Your LifeUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum