Chapter 32

1K 105 14
                                    

Ada alasan mengapa Ashraf begitu membenci hari ulang tahunnya. Itu karena, di hari tersebut, ketika dirinya berulang tahun ke-10, bersamaan pada saat itu juga ia mendengar kedua orang tuanya bertengkar hebat. Ashraf bahkan menyaksikan sendiri bagaimana ayahnya menampar ibunya. Di hari yang sama pula, ibunya kemudian memutuskan untuk pergi dari rumah dan tidak pernah kembali lagi.

Sejak saat itu, kehidupan Ashraf berubah seperti penyiksaan. Tidak ada kata bahagia, yang ia rasakan hanya kesedihan, sakit hati, serta rasa marah yang tak pernah terlampiaskan.

Bertahun-tahun Ashraf menjalani hidup seperti itu.

Ia tinggal bersama sosok ayah yang dingin, jarang berada di rumah, dan tidak pernah menunjukkan kasih sayangnya. Di rumah yang sangat besar itu, seolah hanya ada Ashraf sendiri. Kesepian dan ketakutan pada saat bersamaan.

Masa kecil yang harusnya indah, justru yang Ashraf alami adalah kelam. Tidak pernah ada yang tahu luka seperti apa yang Ashraf sembunyikan selama ini. Ia hanya perlu berusaha menutupnya rapat-rapat dan tidak membiarkan seorang pun mengetahuinya.

Tapi kali ini, setelah Ashraf membuka kotak pandoranya sendiri, sepertinya itu akan gagal.

Lukanya yang belum sembuh semakin menganga lebar.

***

Saat terbangun pagi, Rine melihat di sisinya tidak ada Ashraf. Ia pun terdiam sejenak untuk mengumpulkan kesadarannya, begitu sudah penuh, Rine langsung bangkit dan melesat ke kamar mandi.

Rine menengok mencari-cari keberadaan Ashraf, dan ternyata lelaki itu sedang berada di dapur, ia yang sudah rapih dengan pakaian kerjanya berdiri di balik kitchen island memasak sesuatu. Begitu pandangan keduanya bertemu, mereka saling melempar senyum hangat. Rine langsung berlari menghampiri Ashraf dan memeluknya dari belakang.

"Ke mana Bu Eka dan yang lain? Kok tumben kamu yang masak?"

Satu tangan Ashraf mengelus tangan Rine yang melingkar di perutnya. "Aku lagi pengen masak aja," katanya tersenyum samar.

"Well ...." Rine melepaskan pelukannya dan berdiri di sebelah Ashraf. "Ada yang bisa aku bantu?"

Ashraf menggeleng sambil tersenyum. "Just sit and wait."

"Are you sure?"

Alih-alih menjawab, Ashraf justru mengecup bibir Rine singkat. Hal itu akhirnya membuat Rine tersenyum malu, ia pun melesat duduk di kursi bar, melihat dan menunggu Ashraf yang tampan sedang memasak.

"Here it is ...." Ashraf meletakkan sepiring nasi goreng seafood di hadapan Rine dan juga di hadapannya. Ia pun duduk di sebelah Rine.

"Woww. Aromanya enak bangett." Rine yang sedari tadi sudah menahan lapar langsung mengambil sendok dan garpunya. "Selamat makan!!" Rine menyuap lebih dulu.

Ashraf pun hanya tersenyum memperhatikan Rine. "Oh iya. Hari ini, sebaiknya kamu nggak perlu berangkat kerja."

"Kenapa?" Rine mengerut dalam.

"Aku ada urusan di luar seharian ini. Jadi dari pada kamu sendirian di kantor, lebih baik kamu di rumah aja. Atau pergi belanja sama Moni, kalau mau."

"Urusan apa sih emangnya?"

"Masalah bisnis."

"Hmm ...." Rine langsung terdiam dengan bibir melengkung ke bawah.

Ashraf pun mengelus kepala Rine, matanya menatap wajah Rine dengan sorot nanar seraya berusaha untuk tersenyum. "Nggak apa-apa 'kan?"

"Nggak apa-apa sih ... tapi, kalo nanti aku kangen sama kamu, gimana?"

Sontak Ashraf terkekeh. Ia melingkarkan lengannya mesra di bahu Rine. "Kalo kamu kangen, nanti tinggal panggil nama aku aja tiga kali. Aku pasti langsung dateng."

Hot and ColdWhere stories live. Discover now