15ㅣCantik

151 27 5
                                    

Jika waktu telah berhenti, saya berharap waktu itu berhenti di saat saya sudah puas memandangi wajah bidadari cantik yang baru kemarin menjadi milik saya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jika waktu telah berhenti, saya berharap waktu itu berhenti di saat saya sudah puas memandangi wajah bidadari cantik yang baru kemarin menjadi milik saya. Karena dari tadi saya hanya sibuk memandangi wajahnya padahal kami sedang berada di antara banyaknya orang. Entahlah, rasanya saya tidak bisa keluar dari tempat itu, tempat paling nyaman bernama jatuh cinta. Rasanya saya tak pernah puas dan ingin terus pandangi saja wajahnya sampai kapanpun.

Saya hari ini sedang berada di tempat umum. Yaitu warung Mbok Jah. Saya pernah bilang kan kalau sering ke tempat ini. Memang benar, saya menyukai tempat ini. Dan rasanya akan sangat disayangkan jika melewatkan waktu ke tempat yang menjadi favorit saya bersama dengan orang favorit saya. Makanya, hari ini saya ajak Runi untuk makan bersama di warung Mbok Jah.

Padahal saya hanya ingin berduaan saja dengan Runi, tapi tiga monyet yang sering sama saya itu tiba-tiba datang. Kenapa datang? Kan saya gak mengundang? Ah iya, mereka ke sini mau makan. Bukan cuman makan aja sih, tapi seperti memperdalam silahturahmi. Iya, silahturahmi jalur setan. Maaf, saya sedikit kesal.

Jumlahnya saja bertiga, tapi kedengarannya berasa sekampung. Ya... Kumaha, datang teriak-teriak bikin kehebohan sampai dikira orang gila. Bukannya mampir baik-baik, tapi justru membuat pengunjung lainnya geleng-geleng. Kalau kata saya mah mirip pengamen pasar.

Bayangkan saja, Endra datang sambil pamer gitar yang sepertinya baru dia beli, Junet pakai kacamata hitam sambil bawa radionya seperti biasa, kalau Imin pamer kamera barunya yang pernah dia tunjukin ke kita-kita. Saya baru sadar, kenapa kawan saya jadi begini?

Bukan cuman Runi saja sepertinya yang dibuat bergeleng-geleng. Pengunjung lainnya yang lihat kawan-kawan saya itu pasti berbisik di hatinya, “Kasihan, kasep-kasep gelo.”

“Mbok Jaaahhh. Kangen.” Suara Imin menggema seantero warung. Saya hanya bisa menghela napas panjang saat melihat mereka mulai duduk di dekat saya dan Runi. Karena kursi dan meja Mbok Jah ini pada panjang-panjang.

“Ututuuu anak Mbok paling kasep, mau makan apa?” ujar Mbok Jah. Jangan kaget kenapa Mbok Jah meladeni saja, karena kita memang sudah sangat akrab.

“Bakso aja,” kata Imin.

“Mbok, mau Miss yuuu,” celetuk Endra.

“Apaan tuh, A?” tanya Mbok Jah.

“Mie ayam isi telur unyuuu,” sahut Endra disambung dengan genjrengan gitarnya, jeng jeng jeng. Yang jelas mengundang tawa oleh mereka yang mendengar. Saya sudah biasa, hanya geleng-geleng kepala saja.

“Unyu teh naon?” tanya Mbok Jah.

“Telur puyuh, Mbok,” celetuk saya.

“Ohh siap!”

“Saya Sopatah aja, Mbok.” Junet mulai bersuara.

“Apa lagi itu?”

“Bakso pake cintahhh!”

Dia Arunika, 1996 ✔Where stories live. Discover now