"Jika bisa, saya ingin memberikan segalanya yang saya punya untuknya. Sekalipun itu nyawa."
Hanya kisah picisan seorang lelaki yang bercita-cita mengencani perempuan merah jambunya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kahlil Gibran pernah berkata, “Tak ada yang lebih indah daripada hari-hari yang dinaungi oleh cinta.” Dan saya setuju dengan kalimat itu. Semenjak saya bertemu dengan perempuan cantik bernama Arunika, saya seperti melupakan semua warna abu-abu bahkan gelap yang pernah singgah dalam kehidupan saya. Seperti hanya ada warna cerah dalam hidup saya saat ini semenjak dia datang.
Saya tak berbohong. Sehabis mengobrol dengan dia kemarin malam, saya tak bisa tidur dengan nyenyak karena selalu terbayang akan wajah cantiknya. Seluruh isi kepala saya juga seperti sudah dijajahi oleh Runi, seolah-seolah gak membiarkan ada gadis lain yang akan memasukinya.
Saya senyum-senyum sendiri saat mengingat kembali suaranya kemarin malam. Tapi, senyum itu hilang saat saya teringat obrolan kami tentang Ayahnya semalam.
“Kenapa gak jujur aja sama Ayah? Kamu takut sama Ayahku?” tanyanya yang spontan membuat saya terpatung.
“A Imin lihat Ayah lagi bawa teflon, mungkin dia takut sama Ayah. Makanya langsung pulang,” kata Runi sebelum ketawa.
Ah, jadi itu alasannya. Akhirnya saya tahu kenapa Imin takut sama Ayahnya Runi. Tapi kalau dibayangkan, betulan menyeramkan sih. Bayangkan saja, pria paruh baya berkumis tebal sedang mengangkat teflon di tangannya. Kalau saya jadi Imin mungkin saya lari.