1ㅣPerempuan Merah Jambu

941 83 7
                                    

April, 2006

Malam-malam aku sendiri
Tanpa cintamu lagi, ho-wo-oh-oh
Hanya satu keyakinanku
Bintang 'kan bersinar
Menerpa hidupku
Bahagia 'kan datang

Lagu lama itu kembali menggema di dalam kamar saya. Lagu yang dulunya sering saya dengarkan saat sedang bersama dia. Dulu sekali, dia tidak menyukai lagu itu karena liriknya. Dan sekarang saya mengerti kenapa dia tidak suka.

Rasanya waktu cepat sekali berlalu. Semuanya sudah berubah, tapi tidak dengan perasaan saya padanya. Saya masih mencintai dia. Saya masih menyukai dia, entah sampai kapan. Di bulan ini, saya kembali mengingat dia. Mengingat sewaktu kita pertama kali bertemu di Aquarius.

Saya terkekeh. Miris. Lirik lagu yang saya dengarkan malam ini sangat cocok dengan kisah saya saat ini. Malam ini saya masih sendiri. Dan tentu saja tanpa cintanya lagi.

Tiba-tiba boombox yang saya gunakan untuk menyetel lagu tadi mati. Ah, mungkin memang sudah waktunya rusak, karena saya yang terus menyalakan lagu itu tanpa henti. Mungkin...sudah lebih dari lima puluh kali lagu itu terputar. Entahlah, saya tak menghitungnya.

Kemudian tangan saya terulur membuka laci nakas yang ada di samping tempat tidur saya dan mengambil sebuah foto usang yang warnanya terlihat sudah memudar.

Saya usap perlahan foto itu. Heran, sudah lama dimakan oleh waktu tapi dia terlihat masih cantik saja di foto itu.

"Sudah sepuluh tahun, tapi kamu masih awet muda ya. Masih cantik. Saya aja udah tua begini." Kemudian saya terkekeh sendiri.

Seandainya waktu bisa diputar, saya berharap bisa kembali lagi ke tahun itu. Tahun dimana saya dipertemukan dengan dia. Tahun dimana saya merasa jadi laki-laki paling bahagia di Bandung. Saya ingin kembali ke tahun 1996. Dan bertemu lagi dengan perempuan saya.




























April, 1996

"Nama teteh siapa?"

Sekali lagi dia senyum sama kayak tadi waktu dia keluar pintu. Setelahnya, dia pergi lagi tanpa ngomong.

Saya ternganga. Orang kasep begini dianggurin? Wah, saya tidak terima. Makanya, semenjak saya ketemu dia di Aquarius hari itu, saya tak berhenti buat mencarinya.

"Kayaknya dia naksir saya deh, tapi dianya malu," kata saya.

Saya hari ini lagi asyik nongkrong di depan rumah Imin. Rumah Imin tuh luas. Dia orang kaya, punya mobil tiga. Abahnya itu kepala sekolah di salah satu SMA Negeri di Bandung. Kalau Ibunya itu Guru SD.

Karena rumahnya yang luas, jadi sudah terbiasa kita nongkrong di sini. Bukan cuman Imin saja sih, tapi ada Junet dan Endra. Mereka bertiga itu sahabat karib saya. Meskipun kelakuannya mirip orang gila, tapi saya bersyukur bisa temenan sama mereka.

Saya dan tiga manusia itu sudah temenan dari SMA. Dan sekarang lagi kuliah semester 3. Kita juga satu kampus tapi beda-beda jurusan.

Saya habis cerita sama mereka kalau malam minggu kemarin saya ketemu sama perempuan cantik. Saya bilang kalau perempuan itu naksir saya, eh kok si Junet malah ngamuk.

"Sia goblog. Mana ada baru ketemu langsung naksir. Maneh kali yang naksir," kata Junet.

Saya rada kesal sih sama manusia satu ini. Suaranya bagus, tapi gemar sekali mengamuk. Makanya saya panggil dia Junet, karena memang namanya Junaedi. Berulang kali dia ngamuk kalau dipanggil Junet. Maunya dipanggil Juna saja. Halah, tidak cocok mah kalau kata saya. Junet saja cocoknya.

Dia Arunika, 1996 ✔Where stories live. Discover now